
Yogyakarta — Mewujudkan pengabdian kepada masyarakat yang selaras dengan Tri Dharma perguruan tinggi, Fakultas Psikologi UGM menggelar pelatihan bagi psikolog puskesmas pada Kamis (13/02). Dekan Fakultas Psikologi UGM, Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D., menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan upaya untuk mengintegrasikan psikologi klinis dengan sistem pelayanan kesehatan di masyarakat. Pelatihan yang diberikan mencakup berbagai materi, seperti peran komunitas dalam pemulihan ODGJ, penyusunan program komunitas, brief therapy, farmakoterapi, clinical interviewing and diagnostic tree, penanganan kasus kekerasan, serta pencegahan dan penanganan kasus bunuh diri.
Saat ini, layanan psikologi di enam puskesmas di Yogyakarta masih ditangani oleh mahasiswa dari program Magang Profesi Psikologi (Mapronis) dan belum dilayani oleh psikolog profesional. Menanggapi hal ini, Prof. Dr. Sofia Retnowati, M.S., Psikolog, bersama Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman berharap agar ke depan semakin banyak psikolog yang hadir di puskesmas untuk memberikan layanan yang lebih optimal.
“Saat ini peran psikolog di puskesmas banyak diisi oleh mahasiswa magang dari program Magang Profesi Psikologi (Mapronis). Seiring waktu, tentu kebutuhan akan psikolog yang tetap dan terlatih semakin terasa. Maka dari itu, kami berharap akan ada psikolog-psikolog profesional yang dapat melayani masyarakat di puskesmas,” ujar Sofia.
Ia menambahkan, “Sampai saat ini, standar resmi terkait layanan kesehatan mental di puskesmas masih belum ditetapkan. Oleh karena itu, diperlukan inovasi agar layanan ini dapat menjangkau masyarakat dengan lebih baik. Salah satu inovasi yang dikembangkan adalah pembentukan program Puskesmas Ramah Remaja”.
Melalui program ini, diharapkan puskesmas dapat menjadi tempat yang nyaman dan mudah diakses oleh remaja yang membutuhkan layanan kesehatan mental. Dari inisiatif tersebut, muncul kesadaran bahwa bukan hanya fasilitas yang perlu dibenahi agar lebih ramah bagi remaja, tetapi juga tenaga profesional yang melayani di dalamnya.
Sebelum tahun 2014, layanan psikolog di puskesmas secara honorarium belum terdaftar secara resmi di Dinas Kesehatan. Namun, melalui komunikasi dan kerja sama antara Sofia Retnowati dan Dinas Kesehatan, diadakan action research untuk mengkaji kebutuhan dan efektivitas layanan psikologi di puskesmas. Hasil penelitian tersebut disambut positif sehingga alokasi honorarium yang awalnya diberikan dengan rasio 1:2 atau satu psikolog untuk dua puskesmas, kini berubah menjadi satu psikolog untuk satu puskesmas. Perubahan ini menjadi langkah besar dalam meningkatkan layanan kesehatan mental yang optimal bagi masyarakat.
Selanjutnya pada tahun 2014, psikolog klinis akhirnya diakui sebagai jabatan fungsional di Kementerian Kesehatan. Hal ini menjadi tonggak penting dalam meningkatkan layanan kesehatan mental di tingkat puskesmas dan memastikan akses yang lebih luas bagi masyarakat.
Penulis: Anargya Salung Narda Prastya