Rabu (25/11) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan secara daring Pelapasan Wisudawan/Wisudawati Program Studi Sarjana Periode I Tahun Akademik 2020/2021. Acara ini diikuti sejumlah 52 sarjana yang terdiri dari 46 mahasiswa Progam Sarjana Psikologi, dan 6 mahasiswa International Undergraduate Program dengan didampingi orang tua.
Tim debat Fakultas Psikologi UGM berhasil menorehkan prestasi. Pada tanggal 14-15 November 2020, tim yang beranggotakan Sinta Kartika Widyowati (2018), Ida Ayu Ketut Mikla Tasyaseni (2018), dan Dhita Chandra Dewi (2019) berhasil meraih juara pertama dalam Lomba Debat Psyferia 2020 yang diadakan oleh Universitas Padjajaran secara daring.
Jumat (6/11), International Guest Lecture Series (IGLS) kembali diselenggarakan. Xie Huichao, Ph.D, dosen di National Institue of Education Singapore menjadi pemateri pada acara IGLS episode lima ini. Sebanyak 51 peserta mengikuti kegiatan ini secara daring.
Hypnotic Guided Imagery (HGI) bukanlah merupakan hal baru, namun kehadiran HGI di ranah ilmiah masih sering kali menjadi perdebatan. Pandangan ini yang mendorong Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med.Sc, Ph.D., peneiti dan dosen di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam terkait HGI secara ilmiah.
Jumlah lulusan pada periode ini dari Program Doktor Ilmu Psikologi sebanyak 1 orang. Sedangkan dari Magister Psikologi sebanyak 18 orang dan Magister Psikologi Profesi berjumlah 20 orang. Sehingga keseluruhan jumlah lulusan Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada berjumlah 3.048 alumni dari jenjang S2 dan 155 alumni bagi jenjang S3.
Pada Program Doktor Ilmu Psikologi, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi adalah 3,91 diraih oleh Tience Debora Valentina yang sekaligus berpredikat cumlaude. Tience juga menjadi wakil wisudawan/wisudawati dalam memberikan sambutan pada pelepasan ini. Dalam sambutannya Tience berpesan “Dengan Ilmu dan keterampilan yang kita peroleh dari pendidikan selama ini kita akan dan harus berkontribusi untuk membangun Indonesia, dengan mengedepankan nilai kemanusiaan sebagai wujud bakti kita mahasiswa Gadjah Mada untuk memenuhi panggilan ibu pertiwi, dengan menjunjung kebudayaan dan kejayaan Indonesia”.
Beralih ke Program Magister Psikologi, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi adalah 3,85 yang diraih oleh Laila Indra Lestari, Abdullah Azzam Al Afghani, dan Rosita Cahya Hidayanti sekaligus berpredikat cumlaude. Pada periode ini, terdapat 6 lulusan berpredikat Cumlaude, 10 lulusan berpredikat sangat memuaskan dan 2 orang berpredikat memuaskan. Untuk masa studi terpendek 1 tahun 10 bulan 13 hari diraih oleh Maria Bramanwidyantari dan Dewi Fatmasari Edy.
Pada Program Magister Psikologi Profesi, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi adalah 3,86 diraih oleh Gita Yolanda sekaligus berpredikat Cumlaude. Pada periode ini, terdapat 4 lulusan berpredikat cumlaude, 14 lulusan berpredikat sangat memuaskan dan 2 orang berpredikat memuaskan. Masa studi terpendek 2 tahun 0 bulan 6 hari diraih oleh Sri Dian Fitriani.
Fakultas Psikologi juga memberikan penghargaan kepada dua mahasiswa magister yaitu Abdullah Azzam Al Afghani dan Maria Stephanie Gunandar sebagai lulusan dengan naskah publikasi tesis terbaik. Abdullah melakukan penelitian tentang “Perbandingan Tes Paralel Hasil Perakitan Otomatis Berdasarkan Pendekatan Teori Tes Klasik dan Teori Respons Butir: Simulasi Monte Carlo” di bawah bimbingan Rahmat Hidayat, S.Psi. M.Sc., Ph.D. Sedangkan tesis milik Maria adalah “Peran Pola Asuh Authoritative terhadap Kemunculan Psychotic Like Experience (PLE) pada Remaja dengan Proactive Coping dan Resiliensi sebagai Mediator” bimbingan, Prof. Dr. Subandi, M.A.
Pada Pelepasan wisudawan/wisudawati ini Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Faturochman, M.A., berpesan agar para alumni tetap berpegang teguh pada etika kebaikan dan upaya untuk peningkatan kualitas hidup manusia. Selain itu juga dapat bermanfaat bagi lingkungan, keluarga, nusa dan bangsa.
Gotong royong dan tolong-menolong tak terpisahkan dari perjalanan bangsa Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa keberhasilan Indonesia meraih kemerdekaan, bertahan dalam kebhinekaan, dan membangun menuju kemajuan salah satunya adalah berkat gotong royong. Di masa pembangunan, sebagian infrastruktur kita adalah hasil gotong royong dan swadaya masyarakat. Dalam berbagai situasi bencana yang pernah terjadi, kegotongroyongan dan perilaku menolong ini telah terbukti menjadi kekuatan masyarakat dan sumber resiliensi.
Singkatnya, budaya gotong royong telah memberikan sumbangsih yang begitu besar bagi tumbuh dan berkembangnya Indonesia. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa gotong royong dan tolong-menolong adalah perekat bangsa sekaligus salah satu pilar pembangunan. Oleh karena itu, meski zaman telah berubah, karakter dan budaya ini sangat penting untuk terus dilestarikan dan dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Jangan sampai karakter dan budaya ini mati tergerus oleh pergeseran nilai yang semakin individualistis.
Dalam perspektif psikologi, kajian mengenai gotong royong dan tolong-menolong ini dapat didekati melalui teori perilaku prososial. Perilaku prososial didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memberi manfaat bagi pihak lain ataupun untuk menjaga hubungan sosial yang harmonis (Eisenberg, Fabes, & Spinrad, 2006; Jackson & Tisak, 2001). Perilaku prososial menurut Jackson & Tisak (2001) termanifestasi melalui berbagai bentuk, yakni perilaku menolong (helping), berbagi (sharing), menghibur (comforting), dan bekerja sama (cooperating). Beragam literatur ilmiah telah mendokumentasikan arti penting perilaku prososial dalam kehidupan bermasyarakat. Di antaranya, perilaku prososial ditemukan berkorelasi positif dengan fungsi sosial yang sehat pada diri seseorang, kemampuan adaptasi yang baik, efektivitas ketika bekerja di dalam sebuah tim, dan kecenderungan untuk mempraktikkan kultur berpolitik yang positif (Saha, 2004).
Pandemi Momentum Prososial
Jika diamati secara saksama, pandemi ini telah memunculkan banyak sekali respons prososial di Indonesia. Sebagai contoh, masyarakat bahu-membahu menggalang dana lewat berbagai platform untuk membantu penanganan Covid-19, mulai dari iuran sukarela ibu-ibu arisan, penggalangan dana melalui portal-portal digital seperti Kitabisa, hingga konser amal secara daring yang bahkan sukses mengumpulkan dana hingga miliaran rupiah.
Di level individual, kita juga dapat dengan mudah menemukan berita mengenai pihak-pihak yang berusaha membantu meringankan beban sesamanya. Mereka menyumbangkan masker, menyediakan instalasi cuci tangan di lingkungan tempat tinggalnya, menghibahkan gadget layak pakai kepada anak sekolah yang membutuhkan, hingga menyediakan bahan pangan di pagar rumahnya untuk diambil secara gratis oleh siapa saja yang membutuhkan.
Perilaku-perilaku di atas mengilustrasikan hidupnya karakter prososial, di mana masyarakat Indonesia berhasil menunjukkan kepedulian yang tinggi dan kemampuan bekerja sama yang baik dalam meringankan beban sesamanya saat situasi memanggil. Bentuk perilaku prososial mungkin telah berevolusi; jika dahulu gotong royong diwujudkan melalui kerja bakti membangun jalan, membersihkan gorong-gorong, dan membantu tetangga yang sedang mempersiapkan hajatan, sekarang bentuk gotong royong telah bergeser ke dalam bentuk-bentuk yang lebih modern seperti misalnya menggalang dana secara daring. Namun demikian perubahan bentuk tersebut tampaknya tidak mengurangi esensi prososial.
Memupuk Karakter Prososial Generasi Muda
Menurut Lee dan Kim (2020), respons masyarakat terhadap musibah atau bencana dapat memperlihatkan karakter asli dari masyarakat tersebut. Respons masyarakat Indonesia terhadap situasi pandemi telah mengindikasikan betapa kuatnya potensi kolektivistik dan kegotongroyongan yang sejatinya kita miliki, sehingga kita dapat merasa optimis bahwa karakter tersebut mengakar kuat dalam budaya kita. Namun demikian kita tetap harus memastikan bahwa karakter ini akan terus melekat pada generasi mendatang, tidak hilang seiring pergeseran zaman.
Untuk itu, penting untuk memastikan bahwa generasi muda, yakni anak-anak dan remaja, mendapat kesempatan sebaik-baiknya untuk juga exercising atau melatihkan karakter dan perilaku prososial melalui momentum pandemi ini. Anak-anak dan remaja yang sedang dalam masa perkembangan kepribadian harus difasilitasi untuk menumbuhkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar, mengenali apakah ada orang atau pihak yang memerlukan bantuan dan turun tangan untuk membantu sesuai kemampuannya.
Tuntunan dan panduan dari orang dewasa tentunya sangat diperlukan. Baik orang tua, guru, tokoh masyarakat, maupun tokoh keagamaan dapat melibatkan generasi muda dalam kegiatan-kegiatan prososial mulai yang berskala kecil misalnya dalam keluarga hingga yang berskala lebih besar misalnya melakukan bakti sosial, tentunya sesuai keperluannya dan dengan memperhatikan protokol kesehatan. Jangan biarkan anak dan remaja hanya menjadi objek atau observer dari perilaku prososial orang dewasa, beri mereka kesempatan untuk menjadi pelakunya dan merasakan emosi positif (senang/bangga) dengan berkontribusi. Jangan lupa bahwa perilaku prososial (menolong, berbagi, menghibur, dan bekerja sama) tidak harus berwujud material atau kebendaan.
Mengutip hasil penelitian Perry dan Lindell (2003), situasi darurat seperti terjadinya musibah atau bencana dapat berperan sebagai stimulus dalam menumbuhkan karakter prososial suatu entitas masyarakat. Oleh karena itu, sudah semestinya situasi pandemi ini dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk merevitalisasi dan menstimulasi kehidupan prososial masyarakat, termasuk pada generasi penerus yang akan menentukan keutuhan bangsa di masa mendatang. (*)
Penulis:
Sutarimah Ampuni, S.Psi., M.Si., M.Psych.
Psikolog dan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
Sumber: https://jogja.siberindo.co/05/10/2020/pandemi-dan-revitalisasi-karakter-prososial-bangsa/
Foto: Ilustrasi Pandemi dan Revitalisasi Karakter Prososial (Foto: Istimewa)
Jumat (9/10) Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM menyelenggarakan webinar dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Jiwa Dunia yang bertepatan dengan tanggal 10 Oktober. Tema yang diusung Hari Kesehatan Jiwa Dunia tahun ini adalah Mental Health for All, Greater Investment-Greater Access. Everyone, Everywhere – Kesehatan Jiwa untuk Semua, Peningkatan Investasi, Peningkatan Akses, untuk Setiap Orang Dimanapun. Tema ini diangkat untuk mendorong masyarakat agar bersama-sama bersatu dan menyatkuan suara dalam menggerakkan agenda berinvestasi dalam kesehatan jiwa agar menjadi perhatian yang lebih dan meningkatkan akses pelayanan kesehatan jiwa, sehingga jiwa yang sehat dapat terwujud secara nyata untuk setiap orang, dibelahan dunia manapun berada.
Sebanyak 67 peserta dari berbagai universitas di Indonesia mengikuti kegiatan ini. “Walaupun diselenggarakan secara daring semoga tetap dapat menampung manfaat yag sangat besar” ungkap kepala CICP Haidar Buldan Thontowi, S.Psi., M.A. Lebih jauh lagi Haidar menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan mendorong peneliti di Indonesia untuk mempublikasikan hasil penelitiannya terkait Indonesia kepada masyarakat Internasional.
Pemateri pada sesi pertama ini adalah Dr. Bagus Riyono, M.A. Psikolog, dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Grounded Theory sesi Pendekatan Kualitatif menjadi fokus materi yang disampaikan pada sesi ini. “Kualitatif pada tataran awal tidak dimaksudkan untuk men-generalisasi” jelas Bagus.
Lebih jauh lagi Bagus menjelaskan “sikap peneliti kualitatif harus berangkat dari keingintahuan dan keterbukaan untuk mendapatkan yang diperolah dari data. Jangan terlalu yakin bahwa hasil penelitian sesuai yang dibayangkan. Peneliti harus siap denga kejutan”.
Sesi kedua dari TBT diselenggarakan hari berikutnya, Sabtu (26/9) dengan narasumber Haidar Buldan Thontowi, S.Psi., M.A., yang juga merupakan dosen Fakultas Psikologi UGM. Sesi kedua ini mengangkat tema Survei Eksperimen Online sesi Pendekatan Kuantitatif. Umumnya, tantangan dalam melakukan eksperimen online adalah platform yang berbayar, namun terdapat salah satu alternatif platform online yang dapat digunakan yaitu google form. Buldan juga melakukan demonstrasi pembuatan eksperimen sederhana menggunakan google form dan randomisasi dengan allocate monster, web gratis untuk melakukan randominasi perlakuan perlakuan pada eksperimen, jelas Buldan.
“Yang agak tricky dalam melakukan eksperimen online adalah merancang randominasasi alur eksperimen”. Perlu persiapan yang matang dalam pembuatan kuisioner atau alat ukur yang akan digunakan, untuk kemudian dilakukan uji coba atau pilot study, sehingga penting untuk membuat desain eksperimen yang kokoh, jelasnya.
Sesi tersebut diakhiri dengan sesi tanya jawab dengan peserta. Diharapkan setelah selesai mengikuti kegiatan ini peserta dapat memahami pengambilan dan analisis data dengan metode grounded theory dan metode survei eksperimen pada riset daring, sehingga eksperimen daring dapat menjadi alternatif metode penelitian di masa pandemi ini.