Survei persepsi tentang ketidaksetaraan yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia tahun 2014 menunjukkan 40,6 persen memandang distribusi pendapatan di Indonesia amat tidak setara, 51 persen tidak setara, 6 persen setara dan 1 persen sangat setara. Dari survei tersebut mereka pun meyakini sebanyak 20 persen orang terkaya menguasai 38 persen total pendapatan atau setara dengan indeks gini 0,30.
Survei tersebut juga mengungkap soal faktor-faktor penentu kekayaan dan kemiskinan, diantaranya 41 persen meyakini bila kerja keras sebagai faktor penentu kekayaan, 5 persen peran penting bakat, 47 persen karena faktor-faktor eksternal penentu kekayaan (23 persen berasal dari keluarga kaya, 11 persen nasib baik, 5 persen koneksi, 5 persen pendidikan dan 2 persen dukungan keluarga), dan 9 persen memandang korupsi sebagai sumber kekayaan. Sedangkan soal penyebab kemiskinan sebagian besar responden merujuk pada sebab-sebab internal yaitu 34 persen memandang kemiskinan akibat kemalasan dan 9 persen disebabkan oleh ketiadaan bakat.
Selebihnya merujuk pada sebab-sebab eksternal, yaitu sebesar 22 persen karena kondisi keluarga yang miskin, 16 persen nasib buruk, 11 persen latar belakang pendidikan, 6 persen keluarga tidak mendukung dan 3 persen akibat kecacatan dan penyakit.
“Studi tersebut memperlihatkan ambivalensi pandangan orang Indonesia soal kemiskinan dan ketidaksetaraan, di satu sisi mereka menganggap persoalan kemiskinan dan ketidaksetaraan perlu segera diatasi, tetapi di sisi lain sebagian responden merujuk bila sebab-sebab individual dari kemiskinan, kemalasan dan ketidakmampuan sebesar 42 persen, sedangkan sebab-sebab fatalistik, seperti nasib buruk, kecacatan dan kesakitan mencapai 19 persen, dan hanya sebagian kecil yang merujuk sebab-sebab eksternal-struktural,” ujar Victorius Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Psi, di Fakultas Psikologi UGM, Selasa (30/7) saat menempuh ujian terbuka Program Doktor.
Victorius Didik berpendapat pandangan orang soal kemiskinan dan ketidaksetaraan ekonomi dapat memperlihatkan perkembangan kesadaran sosial politik seseorang. Sebab, kesadaran kritis tentang ketidaksetaraan diduga dibentuk oleh aspirasi materialistik dan kecenderungan otoritarianisme.
“Oleh karena itu, penelitian dari disertasi ini bertujuan untuk mengetahui peran aspirasi materialistik dan otoritarianisme terhadap kesadaran kritis mengenai ketidaksetaraan,” ucapnya.
Dalam penelitiannya, kata Didik, kesadaran kritis tentang ketidaksetaraan diperiksa dengan alat ukur maupun tanggapan subjek atas pertanyaan mengenai perbedaan kaya miskin, sebab-sebab kemiskinan dan kekayaan, serta tanggapannya terhadap kesenjangan ekonomi dan gagasannya mengenai strategi untuk mengatasi kesenjangan ekonomi. Penelitian dilakukan pada kelompok mahasiswa usia 19 -24 tahun.
“Penelitian pertama merupakan studi kuantitatif, pada penelitian ini ada 200 subjek dan hasil penelitian memperlihatkan bila aspirasi materialistik memperkuat rasa ketidakadilan terkait hak istimewa orang kaya. Baik otoritarianisme maupun aspirasi materialistik tidak berhubungan dengan tindakan kritis maupun rasa ketidakadilan terkait situasi miskin,” ucap dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma tersebut.
Sedangkan studi kedua, kata Didik, merupakan studi kualitatif. Dalam studi ini memperlihatkan tanggapan responden (N=295) terhadap persoalan kemiskinan dan kesenjangan yang dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk kesadaran sosial politik yaitu kesadaran fatalistik yang memandang kemiskinan dan kesenjangan sebagai hal yang lumrah. Kemudian kesadaran naif individualistik yang cenderung memandang persoalan dari segi kelemahan dan kekuatan individu serta kesadaran kritis yang memandang persoalan secara struktural sistemik. (Humas UGM/ Agung)
Sebagai kelanjutan seminar yang diadakan pada tanggal 16 dan 17 Juli 2019, Fakultas Psikologi UGM bersama dengan Center for Public Mental Health (CPMH) mengadakan Konferensi Nasional Pascasarjana pada tanggal 18 sampai dengan 19 Juli 2019. Konferensi ini mengangkat tema, Festival Ide dan Tren Arah Riset Bidang Psikologi di Indonesia. Dalam acara ini para peserta yang terlibat berjumlah sekitar 30 orang. Panitia acara ini memfasilitasi peserta untuk mendapatkan kesempatan dalam mendiskusikan topik riset, metodologi penelitian, dan analisis data termutakhir bersama dengan dosen-dosen Fakultas Psikologi UGM dalam bidangnya masing-masing.
Bidang-bidang yang terkait dan menjadi topik-topik pembahasan dalam sesi bengkel topik diantaranya: Psikologi Keluarga, Cyber Psychology, Psikologi Industri dan Organisasi, Psikologi Pendidikan, Psikometri, Psikologi Sosial dan Budaya, Kesehatan Mental, Psikologi Perkembangan, dan Mind, Brain, and Behavior. Dalam sesi ini, para Dosen Psikologi UGM yang dipercaya untuk terlibat dalam bengkel topik ini diantaranya adalah Prof. Tina Afiatin, M.Si., Dr. Neila Ramdhani, M.Ed., Dr. Sumaryono, M.Si., Dr. Yuli Fajar Susetyo, M.Si., Haryanta, M.A., Dr. Wenty Marina Minza, M.A., Dr. Diana Setiyawati, M.HSc.Psy., Dr. Arum Febriani, M.A., Galang Lufityanto, Ph.D. Para Dosen tersebut merupakan Dosen yang memiliki latar belakang peminatan yang berbeda.
Hadir pula Dr. John DeFrain sebagai pemateri acara tersebut. John DeFrain hadir sebagai pemateri di awal Konferensi. Beliau merupakan Professor Emeritus of Family Studies dari University of Nebraska-Lincoln. Ia sebenarnya sudah terlebih dahulu menyampaikan presentasinya dalam seminar di hari sebelumnya. Dirinya membagikan opini mengenai studi keluarga yang telah digelutinya selama puluhan tahun.
Selain itu melalui konferensi ini, para peserta yang terlibat dapat mempresentasikan ide penelitiannya sesudah lolos proses seleksi abstrak. Sementara peserta yang terlibat sendiri berlatar belakang pendidikan tinggi dari mulai lulusan sarjana, mahasiswa program magister, dan juga mahasiswa program doktor yang sudah memiliki topik riset ataupun telah menjalankan riset. Sesi terakhir acara ditutup dengan seminar penutup dari Dr. John DeFrain.
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan acara pengambilan sumpah profesi dan pelepasan wisudawan program pascasarjana pada 24 Juli 2019. Jumlah lulusan dari Program Magister Psikologi Profesi sebanyak 13 psikolog dengan rincian 2 pria dan 11 wanita. Jumlah lulusan dari Magister Psikologi sebanyak 9 ilmuwan dengan rincian 3 pria dan 6 wanita. Hingga saat ini, keseluruhan lulusan pascasarjana dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada berjumlah 2.833 orang.
Pada Program Magister Psikologi Profesi, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi adalah 3,91 diraih oleh Diah Deir Zahrani sekaligus berpredikat Cumlaude. Pada periode ini, terdapat 2 lulusan berpredikat cumlaude, 8 lulusan berpredikat sangat memuaskan dan 3 orang berpredikat memuaskan. Masa studi terpendek 1 tahun 9 bulan diraih oleh R. Brahma Aditya dan Diah Deir Zahrani.
Beralih ke Program Magister Psikologi, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi adalah 3,83 yang diraih oleh Lavenda Geshica sekaligus berpredikat Cumlaude. Pada periode ini, terdapat 2 lulusan berpredikat Cumlaude, 4 lulusan berpredikat sangat memuaskan dan 3 orang berpredikat memuaskan. Untuk masa studi terpendek 1 tahun 4 bulan diraih oleh Eduardus Johanes Sahagun.
Fakultas Psikologi memberikan penghargaan kepada Diah Deir Zahrani dan Nazir Ultama sebagai lulusan dengan naskah publikasi tesis terbaik. Diah melakukan penelitian tentang “Redefining Career Success in Agile Companies: A Psychophysical Approach” di bawah bimbingan Galang Lufityanto, M.Psi, Ph.D. Sedangkan tesis milik Nazir Ultama berjudul “Peran Modal Psikologis Dan Kecerdasan Emosi Terhadap Kelelahan Emosional Pada Karyawan Frontline Hotel” bimbingan Bagus Riyono, Dr., M.A., Psikolog.
Pada dasarnya cinta secara ideal sangat dibutuhkan bagi siapapun yang bekerja. Terlebih jika pekerjaan yang dilakukan memiliki karakteristik yang berbeda secara umum dari pekerjaan lainnya, salah satunya adalah TNI.
Tugas yang diemban oleh para prajurit TNI bukanlah tugas mudah melainkan tugas yang menuntut pengorbanan besar. Sebab, pekerjaan sebagai tentara merupakan pekerjaan yang memiliki risiko sangat tinggi dibandingkan dengan pekerjaan lainnya.
Secara umum pengorbanan dari prajurit TNI untuk menjadi tentara disadari atau tidak sebenarnya sudah dimulai sejak awal individu memutuskan untuk mengikuti proses seleksi calon prajurit TNI. Sementara, secara terstruktur dan sistemik pembentukan cinta pekerjaan dalam dunia militer sudah dimulai sejak proses awal pendidikan militer yang dijalani oleh para calon prajurit TNI.
“Hal inilah yang menjadi salah satu pembeda antara organisasi militer dengan di luar militer,” ujar Aulia, S.Psi., M.Psi, di Fakultas Psikologi UGM, Rabu (24/7) saat menempuh ujian terbuka Program Doktor.
Menurut Aulia, fenomena esensi cinta pekerjaan dari prajurit TNI, khususnya pasukan elite adalah berkorban demi ibu pertiwi. Ibu pertiwi yang dimaksud dalam hal ini bukan secara harfiah diterjemahkan sebagai tanah air dan atau tanah tumpah darah. Ibu pertiwi yang dimaksud merupakan personifikasi nasional Indonesia yang merupakan perwujudan dari tanah air Indonesia. Kecintaan hakiki dari prajurit pada ibu pertiwi ini memiliki makna sebagai rasa cinta yang tulus tanpa syarat dari seorang prajurit kepada tanah air lndonesia.
“Implikasi dari cinta ini adalah adanya kerelaan dari prajurit untuk berkorban apapun dalam rangka menjaga dan melindungi ibu pertiwi melalui pekerjaan mereka sebagai seorang tentara. Kecintaan prajurit kepada ibu pertiwi inilah yang menjadi dasar bagi prajurit untuk rela mengorbankan apapun yang mereka miliki, baik jiwa ataupun raga,” tuturnya.
Mempertahankan disertasi Berkorban Demi Ibu Pertiwi: Esensi dan Dinamika Cinta Pekerjaan Pada Pasukan Elit Indonesia, Aulia menandaskan cinta pekerjaan dapat dirasakan atau dimiliki seseorang bahkan sebelum mereka bergabung menjadi tentara. Hal ini berhubungan dengan adanya ketertarikan individu pada pekerjaan sebelum mereka menjadi tentara dan fase ini di dalam penelitian diistilahkan sebagai fase ketertarikan.
Fase ini menjelaskan tentang latar belakang ketertarikan seseorang terhadap suatu pekerjaan, dalam hal ini yaitu sebagai prajurit TNI ataupun sebagai pasukan elite (khusus). Ketertarikan individu pada suatu pekerjaan tidak terlepas dari nilai, tujuan, motif, orientasi, ataupun kebutuhan yang dimiliki seseorang dalam memaknai pekerjaan.
“Hasil penelitian ini menggambarkan ada lima level dari makna kerja dan derajat terendah dari pekerjaan yaitu dimaknai sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup, mendapatkan identitas diri, mendapatkan harga diri, melakukan eksplorasi kompetensi, serta memenuhi panggilan. Derajat tertinggi dari pekerjaan yaitu ketika seseorang memaknai pekerjaan sebagai panggilan,” ujar Aulia, dosen Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Oleh karena itu, disimpulkan bila pasukan elite cinta pekerjaan dilandasi oleh kecintaan yang hakiki pada ibu pertiwi, dan cinta pekerjaan dikonsepkan sebagai hubungan emosi positif antara pekerja dengan pekerjaannya yang terjadi secara timbal balik, kuat dan memiliki arti mendalam yang ditandai dengan adanya pengorbanan secara tulus pada saat melaksanakan pekerjaan.
Cinta pekerjaan dapat dirasakan atau dimiliki seseorang bahkan sebelum mereka bergabung menjadi tentara, sedangkan rasa cinta terhadap pekerjaan dapat dibentuk dan dipelihara, begitupula dapat mengalami erosi selama proses pendidikan ataupun proses menjalani pekerjaan.
“Untuk itu dibutuhkan bermacam upaya pribadi untuk terus menjaga agar rasa cinta terhadap pekerjaan senantiasa membara, memaknai pekerjaan agar memiliki pengaruh dalam memprediksi cinta prajurit terhadap pekerjaan, serta harus dipahami bila faktor internal dan eksternal memiliki peran besar untuk menumbuhkan, menjaga, atau bahkan mengerosi cinta prajurit terhadap pekerjaan,” ujarnya. (Humas UGM/ Agung)
Selasa (16/07) Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM mengadakan seminar dengan tema International Convention on Family Strengthening, mengambil lokasi di gedung A-203 Fakultas Psikologi UGM, acara berlangsung dengan lancar. Acara ini dihadiri kurang lebih 50 orang yang berasal dari berbagai kalangan seperti praktisi, profesional, akademisi, penggiat NGO, bahkan sampai dengan ibu rumah tangga. Acara ini sendiri mengawali acara Konferensi Nasional Pascasarjana yang digelar satu hari berikutnya.
Dalam acara ini, Professor John De Frain hadir sebagai pembicara, ia merupakan seorang ahli dalam bidang pengembangan keluarga dan komunitas. John sudah malang melintang dalam bidang ketahanan keluarga. Ia juga merupakan praktisi di University of Nebraska – Lincoln selama kurang lebih 30 tahun, dan menjadi CEO founder dari Network. Penelitian-penelitian yang ditekuninya berkaitan dengan keluarga, krisis dalam keluarga, dan kekuatan keluarga. Tulisan beliau di bidang keluarga tidak perlu diragukan lagi, sekitar lebih dari ratusan publikasi serta puluhan karya tulis telah ia buat berkaitan dengan hal-hal tersebut.
Acara dibuka dengan sambutan dari berbagai perwakilan. Diana Setiyawati, M.HSc.Psy., Ph.D. selaku ketua Center for Public Mental Health (CPMH) tampil untuk memberikan sambutan mengawali acara tersebut. Dalam kesempatan tersebut dirinya menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan kualitas keluarga di Indonesia. Dilanjutkan dengan sambutan dari Asisten Deputi bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Pembangunan Keluarga dari Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KEMENPPA).
Seminar berlangsung dari mulai pagi sampai dengan sore hari. Di sesi pertama, acara dimulai dengan pemaparan materi dari John De Frain. Pemaparan materi berlangsung sangat komunikatif karena John mengajak para peserta dalam materi yang dikemas dalam bentuk yang epik sehingga mengesankan suasana santai. Sementara di sesi kedua, Peserta diminta untuk memahami sebuah tes inventory dengan mengambil tema Creating a Strong Family, American Family Strengths Inventory A Teaching Tool for Generating Discussion on the Qualities that Make a Family Strong. Peserta diperlihatkan beberapa aspek yang terdapat dalam tes inventory tersebut kemudian pemateri meminta peserta untuk mendiskusikan hasil penelaahannya.
Selasa (23/04), Fakultas Psikologi UGM mengadakan pembekalan bagi lulusan. Acara ini pada dasarnya telah dibuka untuk non-lulusan, namun sebagian besar telah didominasi oleh calon lulusan Master. Dalam acara ini, Heru Atikasari S, murti, Psi., M. A sebagai alumnus Master psikologi dan juga Dosen di Universitas Kristen Satya Wacana dan Aloyía Endang S. S juga Psikolog RSJD Dr RM Soedjarwadi Klaten menjadi pembicara. Acara ini dihadiri oleh kandidat lulusan Master Psikologi dan Magister Psikologi Profesi. Tentang 50 lulusan mengikuti agenda yang akan dimulai pada jam 1 sore sampai jam 3 sore. kemudian, calon lulusan yang dipimpin untuk hadir dalam latihan upacara untuk besok.
Acara ini diadakan untuk memberikan pembekalan bagi kandidat lulusan untuk mempersiapkan diri setelah menyelesaikan Program Magister. Kedua pembicara juga telah berbagi pengalaman mereka bekerja sebagai tujuan mereka setelah resmi lulusan dan mendapatkan gelar ilmuwan dan psikolog dari Fakultas Psikologi UGM.
Pembicara menjelaskan bahwa perubahan hari demi hari menuntut lulusan memiliki fleksibilitas dalam menghadapi perubahan. Karena perubahan yang cepat dari teknologi. terutama oleh industri muncul revolusi 4.0. Hal yang selalu harus disadari ketika peran fleksibilitas kognitif akan terus menuntut kita untuk penyesuaian. Kita bisa menyebut tahun ini, setahun erat dengan kami adalah tahun 2020. Dimana semua membutuhkan kompleksitas, keterampilan pemecahan masalah, berpikir kritis, dan kreativitas. Kreativitas sebagai salah satu dimensi yang perlu oleh Alumni Universitas, karena kreativitas sebagai salah satu keterampilan termasuk atas tiga keterampilan menguasai.
Selain itu, IPK yang telah didapat dalam kuliah pada dasarnya akan membantu untuk sukses dalam tahap seleksi kerja. Untuk keberhasilan dalam bekerja, kita harus fokus untuk mengembangkan soft skill kita dalam sebuah label Cumlaude yang dapat diperoleh. kemudian karakter juga menjadi hal yang pasti telah dipastikan oleh kandidat lulusan, grit, Passion, konsistensi, kemampuan sosial dan emosional.
Dalam sesi terakhir, pembicara meminta semua dihadiri melakukan refleksi diri dengan meminta dan melakukan refleksi rencana akan dilakukan setelah lulus. Apa karakter yang telah harus menghadapi tantangan di era digital. Dari banyak rencana telah, memang tidak selalu rencana untuk bekerja. Tapi setidaknya mereka tahu bahwa mereka memiliki banyak kegiatan yang akan dilakukan sehingga mereka akan memimpin tetap untuk membuat rencana setelah lulusan.
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada menggelar perhelatan Konferensi Internasional. Konferensi ini bertajuk The 10th International Conference on Indigenous and Cultural Psychology (ICICP). Konferensi berlangsung selama 3 hari yaitu tanggal 4 sampai dengan 6 Juli 2019. Konferensi dimeriahkan oleh para pembicara dari berbagai negara dan Universitas, antara lain: Prof. Subandi dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada; Prof. Uichol Kim dari Inha University, South Korea; Prof. Rosnah Ismail dari Cyberjaya University College of Medical Sciences & UMS, Malaysia; Prof. Annamaria Di Fabio dari University of Florence, Italy; Prof. Donald H. Saklofske dari Department of Psychology University of Western Ontario, Canada; Prof. Saadi Lahlou dari Social Psychology of Economic Life London School of Economic, UK; Dr. Satoko Kimpara dari Palo Alto University, USA; Maxi Heitmayer, Ph.D dari London School of Economic and Political Science; Prof. Akira Tsuda dari Department of Psychology Kurume University, Japan, dan Plinio Fabiani yang merupakan Director of Internal Medicine Unit, Versilia Hospita. Rangkaian agenda Konferensi sendiri meliputi special course, workshop, parallel symposium, dan keynote address. Bahkan lebih dari 100 peserta dengan topik penelitian menarik terlibat dalam perhelatan ini.
Pada hari pertama, gelaran ICICP menyuguhkan Event Special Course on Indigenous and Cultural Psychology yang disampaikan oleh Prof. Uichol Kim, Prof. Donald H. Saklofske, dan Maxi Heitmayer, Ph.D dengan mengambil tempat di A-203 Fakultas Psikologi. Secara bersamaan Workshop juga digelar namun di lokasi yang berbeda. Workshop sendiri bertemakan Psychology of Leadership and Entrepreneurship in the XXI Century, Clinical Workshop of Systematic Treatment Selection (STS): 8 Principles and Theurapeutic Tools (CBTs & mindfulness), dan Assessing Psychological Strengths and Well Being Cross Cultural Adaptation.
Hari kedua, event ICICP tidak kalah meriah. Kemeriahan bahkan sudah ditunjukkan ketika awal acara, dimana seluruh pembicara tampil mengesankan dengan menggunakan pakaian adat khas nusantara. Opening Ceremony menjadi awal secara resmi gelaran ICICP. Selain itu acara dibuka dengan sambutan dari ketua pelaksana yaitu Wahyu Jati Anggoro, S.Psi., M.A. serta Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, MMedSc., Ph.D. sebagai Wakil Dekan Fakultas Psikologi. Penampilan budaya baik musik dan tari juga menjadi salah satu bagian yang menambah kedahsyatan acara. Acara dilanjutkan dengan keynote address dan presentasi penelitian dari para peserta.
Sementara hari ketiga sekaligus merupakan hari penutupan ICICP, tetap diisi dengan beberapa keynote address dari para ahli di bidangnya serta penampilan para peserta dalam mempresentasikan hasil penelitian mereka. Setelah itu acara ditutup dengan persembahan budaya berupa tarian yang menjadi saksi kesuksesan acara.
Jumat (28/6) mahasiswa Fakultas Psikologi UGM angkatan 2017 dan 2018 mengadakan pembukaan acara “empowering leadership” yang dikhususkan untuk anak-anak sekolah dasar. Perwakilan mahasiswa angkatan 2017 dan 2018 yaitu Dina Arifka sekaligus juga merupakan ketua pelaksana acara menjelaskan bahwa acara ini merupakan salah satu program nuansa Fakultas Psikologi UGM.
Acara ini merupakan salah satu dari dua program besar Nuansa yang diselenggarakan oleh mahasiswa Fakultas Psikologi UGM yang didominasi dari angkatan 2017 dan 2018. Sebanyak 57 orang peserta mengikuti acara ini. Dina pun menyampaikan bahwa acara ini diselenggarakan selama 3 hari 2 malam dengan mengambil tempat di Kaliboyong Camping Down, Turi, Yogyakarta. Para orang tua juga turut dihadirkan di acara tersebut dan mengantarkan anaknya selama pembukaan acara.
Dina, ketua pelaksana “Empowering Leadership”, mengaku ia bersedia menjadi ketua pelaksana karena program Nuansa. Karena ketertarikannya terhadap hal tersebut akhirnya ia mencoba untuk bisa mempresentasikan program tersebut dihadapan pengurus Nuansa. Dina menjelaskan bahwa ini adalah kali pertama dirinya menjadi ketua pelaksana dalam sebuah acara yang cukup besar.
Pada hari Jumat berlangsung acara pembukaan. Kemudian di hari kedua yaitu hari Sabtu acara outbound dan juga penyampaian materi berlangsung. Sementara hari terakhir yaitu hari Minggu acara outbound masih berlanjut dan diakhiri dengan seminar parenting serta persembahan anak-anak untuk orang tua.
Tujuan diselenggarakannya acara ini sendiri adalah agar anak tetap dapat produktif walaupun sedang menjalani masa liburan. Anak yang dilibatkan dalam acara ini adalah anak Sekolah Dasar (SD). Panitia mengambil judul “Petualangan Gunung Saudara” tujuannya adalah agar anak-anak mampu memiliki kemampuan empowering leadership.
Dina berharap acara ini dapat membuat generasi muda dapat memimpin mulai dari dirinya sendiri, sehingga mereka dapat menjadi pemimpin yang bijak dan disiplin di kemudian hari.
Selasa (2/4), Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Research and Publication’s Day. Acara ini merupakan tindak lanjut representasi dari penyerahan proposal hibah penelitian Kelompok Bidang Keilmuan (KBK), Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), dan unit Fakultas Psikologi pada 2019. Ada sekitar 27 penelitian disetujui.
Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M. MedSC., Ph.D. membuka acara ini dengan penjelasan lebih lanjut tentang proses kelanjutan dari hibah penelitian. Acara berikutnya adalah kelanjutan penjelasan Prof. Subandi, M.A., Ph.D. Dari sisi penelitian publikasi akan diadakan setelah selesai, juga didukung rincian dalam penelitian.
Acara ini dihadiri oleh unit penelitian pembangunan, publikasi, dan pengabdian masyarakat (UP4) dalam hal ini sebagai unit yang memiliki tanggung jawab proses hibah penelitian, PKM, dan unit dengan pengelolaan penelitian publikasi temuan.
Acara selanjutnya menyambut semua peserta, disaat acara ini didominasi oleh Dosen Fakultas Psikologi UGM, untuk memulai penulisan penelitian. Acara ini akan dimulai pukul 9 pagi sampai jam 3 sore di A-203 Fakultas Psikologi UGM.