Memahami Tazkiyatun Nafs dan Muhasabah Diri: Refleksi Kajian Ramadan 1445 H bersama Ustaz K.H. Syatori Abdul Rauf

Fakultas Psikologi kembali menggelar Kajian Ramadan 1445 H untuk ketiga kalinya secara bauran pada Kamis (28/3). Kajian kali ini menghadirkan Ustaz K.H. Syatori Abdul Rauf, Al Hafidz, yang membawakan materi bertajuk “Tazkiyatun Nafs: Muhasabah Diri Menjadi Pribadi Mulia”.  

Membuka pemaparannya, Ustaz K.H. Syatori mengajak peserta untuk memahami makna dari tazkiyah dah muhasabah. Tazkiyah diibaratkan layaknya cermin untuk mengenal diri sendiri, sedangkan muhasabah merupakan upaya introspeksi atau evaluasi diri.  

“Cermin itu dihadirkan oleh Allah melalui Ramadan, sepanjang kita memahami pesan moral yang ada di bulan Ramadan. Pesan moral itu menjadi hal yang sangat penting, Allah SWT menyampaikan kepada kita di Surat Ar-Rum ayat ke-30. Jadi Allah SWT memerintahkan kita untuk menghadapkan hidup kita ini kepada agama Allah, agama Islam,” terang Ustaz K.H. Syatori.  

Dikatakan bahwa fitrah manusia yang diciptakan oleh Allah SWT adalah mengarahkan hidup kepada agama Allah. Begitu pula, Ramadan merupakan salah satu nilai dalam ajaran agama Allah. 

“Jadi sebenarnya pesan moral dari Ramadan ini, kesempatan untuk kita kembali kepada fitrah. Bahwa hidup ini hanya akan selamat kalau kita kembali kepada agama Allah,” tegasnya.  

Bulan suci Ramadan mengajak umat Islam untuk kembali kepada fitrahnya. Kekacauan dalam kehidupan terjadi karena manusia tidak mengenal fitrahnya, yang menyebabkan ketidaksesuaian dan berbagai permasalahan.  

“Kita oleh Allah diciptakan dengan fitrah yang sama. Kalau diciptakan dengan fitrah yang sama tentunya dalam hidup kita ini akan selalu ada kesesuaian, kesesuaian dalam fitrah. Tapi karena tidak mengenal, tidak mengetahui fitrah atau bahkan mengabaikan fitrah, maka hidup ini banyak masalah,” tambahnya.  

Ustaz K.H. Syatori juga menguraikan tentang tiga golongan manusia dalam menjalani kehidupan, yaitu merantau, keluyuran, dan minggat. Merantau mengacu pada pergi untuk tujuan dan harapan yang jelas baiknya, sementara keluyuran adalah pergi tanpa tujuan yang jelas atau manfaat yang nyata, dan minggat adalah pergi dengan tujuan dan harapan yang jelas akan dampak buruknya. 

“Kalau kita lihat tiga golongan ini, yang betul-betul sesuai dengan fitrah menjalani hidup di alam dunia ini, adalah merantau, bukan keluyuran, apalagi minggat”, ujarnya.  

Dengan penjelasan tentang tiga jenis perjalanan hidup tersebut, Ustaz K.H. Syatori mengundang peserta untuk melakukan muhasabah tentang bagaimana mereka menjalani hidup selama ini, apakah termasuk dalam golongan yang merantau atau tidak.  

Melalui berbagai contoh teladan yang ia berikan, K.H. Syatori menjelaskan bagaimana sebuah amal tidak hanya mendapatkan ridha Allah, tetapi juga memperoleh pujian dari-Nya. 

“Mendahulukan orang lain, walau diri sendiri membutuhkan. Ini amal yang mengundang pujian luar biasa dari Allah SWT,” ujarnya.  

Terkadang teladan ini tidak diindahkan oleh umat Muslim, mencari ridha Allah memang berat, namun hal tersebut dapat diperoleh melalui upaya keras untuk mendapatkan rahmat Allah. 

“Karena Ramadan itu kan bulan yang penuh rahmat. Jadi ibaratnya sebulan ini kita terus menerus dihujani rahmat Allah SWT. Lewat puasa, tarawih, tilawah Quran, Itu sudah rahmat semua itu,” pungkasnya.  

 

Penuli & Foto: Erna