Makna Menjadi Lansia dan Bagaimana Dukungan Sosial Bisa Membuat Lansia Lebih Sejahtera

Masa lansia dimulai pada usia 60 tahun, suatu periode yang juga ditandai dengan pergeseran peran sosial dan sering kali diwarnai dengan peningkatan kebutuhan dukungan kesehatan. Masa ini memiliki ciri khas yang unik, seperti munculnya isu-isu kesehatan fisik, potensi kehilangan peran sosial, dan penyesuaian psikologis yang intensif. Meningkatnya populasi lanjut usia, sebagaimana di Indonesia saat ini, mencerminkan perubahan demografis yang signifikan dan membawa tantangan serta peluang dalam mendukung kesejahteraan dan partisipasi aktif lansia di dalam masyarakat. Lansia dapat memberikan kontribusi berharga melalui pengalaman hidup dan pengetahuan yang telah mereka kumpulkan, sekaligus menghadapi tantangan yang muncul dari perubahan sosial, fisik, dan psikologis yang berkaitan dengan proses penuaan. Oleh karena itu, memahami konteks sosial dan psikologis lansia menjadi penting dalam rangka mendukung kesejahteraan mereka yang berkelanjutan.

Dukungan sosial untuk kesejahteraan lansia

Kebutuhan dukungan sosial bagi lansia dapat diperoleh dari jaringan sosial seperti keluarga, teman sebaya, dan komunitas. Dukungan dari orang-orang terdekat dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis dan memperkuat ketahanan fisik lansia dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari. Sejalan dengan teori dukungan sosial, lansia yang menerima dukungan dari lingkungan sosialnya akan lebih mampu mengatasi stres yang berkaitan dengan perubahan fisik dan psikologis yang mereka alami (Antonucci, 1985). Sebagai contoh, lansia yang aktif terlibat dalam kelompok masyarakat, baik melalui kegiatan keagamaan, kelompok olahraga, atau perkumpulan lainnya, menunjukkan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang terisolasi (Derkx et al., 2020).

Interaksi sosial tidak hanya memberikan manfaat psikologis, tetapi juga menjadi sumber vital bagi kesehatan fisik lansia. Lansia yang merasa memiliki keterikatan sosial yang kuat memiliki risiko lebih rendah terhadap berbagai penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung, dan depresi (Lee & Oh, 2020). Dalam konteks ini, komunitas yang mendukung lansia dalam partisipasi aktif memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan secara keseluruhan, baik dari sisi fisik maupun psikologis.

Lansia dan pengembangan identitas dalam konteks peran sosial

Penelitian yang dilakukan oleh tim Center of Lifespan Development (CLSD) Fakultas Psikologi UGM menemukan bahwa peran lansia dalam lingkup sosial, seperti sebagai seorang kakek-nenek, pensiunan, ketua paguyuban, atau anggota komunitas, turut memengaruhi pembentukan identitas diri yang positif. Meski begitu, transisi peran sering kali membawa tantangan tersendiri, terutama jika mereka merasa kehilangan peran-peran yang sebelumnya sangat berarti. Misalnya, pensiunan yang sebelumnya memegang posisi penting di tempat kerja mungkin merasa kehilangan makna dan identitas ketika mereka tidak lagi bekerja. Hal ini dapat berdampak pada pemaknaan mereka tentang hidup, terutama jika mereka tidak mampu menemukan peran atau aktivitas baru yang memberi mereka makna dan tujuan hidup. Partisipasi dalam aktivitas sosial dapat menjadi jalan untuk mencapai integritas dan meraih perasaan keberhasilan dalam hidup (Erikson, 1994).

Untuk mendukung lansia dalam menjalani kehidupan yang bermakna, diperlukan fasilitasi yang memungkinkan lansia tetap terhubung dengan komunitas dan relasi interpersonal yang positif. Negara-negara lansia seperti Jepang telah menerapkan berbagai kebijakan proaktif untuk meningkatkan kesejahteraan lansia, termasuk pengembangan pusat aktivitas lansia, dukungan sosial, termasuk penyediaan layanan kesehatan geriatri yang ramah lansia. Di Indonesia, kebijakan serupa dapat diterapkan dengan pendekatan yang mempertimbangkan kebutuhan budaya dan sosial lansia.

Kebijakan yang mendukung lansia juga perlu mencakup pelibatan mereka dalam aktivitas komunitas dan program intergenerasi, seperti mendirikan pusat-pusat kegiatan lansia dan menciptakan program kerelawanan yang melibatkan lansia sebagai mentor. Dengan menciptakan ruang bagi lansia untuk berkontribusi secara aktif, mereka tidak hanya merasa diakui, tetapi juga memiliki kesempatan untuk terus berkembang dan menginspirasi generasi muda.

Kesimpulan

Masa lansia bukan hanya sekadar periode menua, tetapi juga merupakan fase perkembangan yang penting dalam konteks sosial dan psikologis. Dengan mendapatkan dukungan dari keluarga, komunitas, dan kebijakan yang tepat, lansia dapat menjalani kehidupan yang bermakna dan tetap terhubung dengan lingkungan sosialnya. Peran lansia dalam konteks masyarakat, melalui kontribusi dan keterlibatan aktif mereka, dapat memberikan manfaat baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi masyarakat luas, menciptakan harmoni sosial yang memperkuat solidaritas antargenerasi. Untuk mendorong keterlibatan keluarga dan komunitas dalam perawatan lansia, diperlukan pendekatan kolaboratif yang tidak hanya fokus pada dukungan langsung, tetapi juga pada peningkatan kapasitas keluarga dan komunitas dalam merespons kebutuhan lansia. Keluarga dapat didorong untuk terlibat aktif dalam perawatan lansia melalui edukasi tentang kesehatan mental dan fisik pada lansia. Ini akan memampukan anggota keluarga, terutama yang berperan sebagai perawat (caregiver), dapat lebih percaya diri dan mampu memberikan pendampingan untuk lansia. Selain itu, menciptakan lingkungan komunitas yang inklusif bagi lansia—seperti pusat kegiatan lansia atau program intergenerasi—dapat memperkuat interaksi sosial dan mengurangi perasaan isolasi yang kerap dialami oleh lansia.

Referensi

Antonucci, T. C. (1985). Social support: Theoretical advances, recent findings and pressing issues. Social support: Theory, research and applications, 21-37.

Derkx, P., Bos, P., Laceulle, H., & Machielse, A. (2020). Meaning in life and the experience of older people. International Journal of Ageing and Later Life, 14(1), 37–66. https://doi.org/10.3384/ijal.1652-8670.19467

Erikson, E. H. (1994). Identity and the life cycle. WW Norton & company.

Lee, M. K., & Oh, J. (2020). Health-related quality of life in older adults: Its association with health literacy, self-efficacy, social support, and health-promoting behavior. Healthcare, 8(4), 407.