Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM gelar webinar online tentang perundungan sebanyak dua sesi. Sesi pertama membahas bagaimana mindset masyarakat yang pasif menjadi pembela pada saat menghadapi perundungan, Jumat (9/8). Dilanjutkan sesi kedua pada Jumat (30/8), mengenai pertolongan pertama psikologis pada perilaku bullying. Webinar ini dilatarbelakangi oleh masih maraknya isu perundungan yang terjadi di masyarakat Indonesia.
Pemberian kasus dilakukan oleh narasumber pertama, Nurul Kusuma H., M.Psi., Psikolog, sebagai pemanasan sebelum masuk di pemaparan materi. Nurul meminta para peserta yang mayoritas berprofesi sebagai pendidik dan praktisi untuk berpendapat apakah tiga kasus yang telah diberikan telah memenuhi syarat pengkategorian kasus perundungan atau masih sebatas candaan.
Nurul menjelaskan berbagai kondisi yang membuat perilaku tertentu sudah termasuk perundungan, “Suatu perilaku bisa dikatakan sebagai bentuk perundungan jika sengaja menjadikan seorang individu sebagai target, tetap melanjutkan perilakunya meskipun individu tersebut sudah terlihat tidak menyetujui atau terlihat kesal, tetap melanjutkan perilakunya karena individu tidak menunjukkan protes padahal sudah merasa tidak nyaman, dan mengabaikan keberatan atau protes yang individu tersebut ajukan”.
“Perundungan bukan hanya yang terlihat secara fisik saja, namun ada pula perundungan verbal, non verbal, cyberbullying, dan bullying dalam berhubungan dengan orang lain seperti mengabaikan keberadaan seseorang, menyebarkan isu dengan maksud memojokkan, dan memengaruhi orang lain untuk membenci,” lanjut Nurul.
Narasumber kedua, Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog, menjelaskan alasan di balik orang lain yang masih sering tidak merespons masalah perundungan, “Perundungan masih dianggap masalah yang wajar, ketakutan akan menjadi korban perundungan jika menolong, status sosial yang lebih rendah dari pelaku, keraguan tentang kemampuan untuk menghentikan perundungan, dan tidak memiliki kepercayaan bahwa mengambil tindakan merupakan tanggung jawab moral”.
Perundungan bisa terjadi kapan saja, Nurul memberikan tips dan trik yang dapat dilakukan jika terjadi perundungan baik ketika menjadi korban, saksi, maupun pelaku, “Ketika menyadari bahwa kita menjadi objek perundungan, maka segeralah mengambil tindakan, jangan balik melawan, tetap bersikap tenang, katakan hentikan, dan tidak memberikan tanggapan atau membuat bahan candaan atas perilaku perundungan sehingga pelaku merasa perundungannya tidak berhasil. Saat menjadi saksi, tetaplah berada di lokasi dan berdiri di tengah kejadian untuk merelai. Terakhir bagi seluruh institusi, seluruh pihak harus sepakat untuk tidak menormalisasi perilaku bullying, hindari menceramahi pelaku maupun korban, dan berikan apresiasi yang tinggi pada seluruh pihak jika perundungan dapat diselesaikan dengan cara persaudaraan”.
Penulis : Relung Fajar Sukmawati
Foto: https://www.freepik.com