Selasa (26/10) tim Humas Fakultas Psikologi UGM mewawancarai I Gusti Agung Dyah Cahyaninggrat, mahasiswa Fakultas Psikologi UGM semester tujuh yang pada tahun ini turut berlaga di Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua. Cahya mewakili Provinsi Bali di event PON tahun ini pada cabang olahraga beladiri Judo.
Cahya adalah satu dari dua mahasiswa Fakultas Psikologi UGM yang berlaga di PON XX Papua 2021. Bersama Aliffa Milanisty di cabang olahraga Karate, Cahya turut merasakan atmosfer kompetisi empat tahunan yang mempertemukan atlet-atlet terbaik di Indonesia ini.
Cahya menggeluti olahraga Judo sejak kelas 3 SD. Ia mengenal beladiri Judo dari kakak sepupunya. Cahya juga medapat dukungan penuh dari keluarganya ketika orang tuanya mendaftarkan ke klub Judo di Denpasar.
“Karena waktu kecil tuh saya kayak nakal banget gitu. Terus sering main ke luar rumah sama teman-teman. Terus pulang-pulang itu sering luka karena mainnya di luar kan. Terus pulang-pulang bawa luka jatuh dari sepedalah, jatuh di jalanlah atau gimana makanya terus orang tua mungkin was-was juga gitu kan, terus akhirnya didaftarin Judo,” cerita Cahya mengenang masa kecil awal perkenalannya dengan Judo.
Judo sudah menjadi bagian hidup sehari-hari Cahya. Latihan keras dan luka memar yang didapatnya seusai latihan tidak menyurutkannya untuk berhenti berlatih. Beberapa kali sempat berhenti berlatih usai cidera namun pada akhirnya kembali berlatih lagi, kini Cahya sudah memegang sabuk hitam Dan Satu Judo.
Beberapa kompetisi baik lokal, kejuaraan nasional, maupun kejuaraan internasional sudah pernah diikuti Cahya. Dalam keikutsertaannya pada kompetisi-kompetisi tersebut Cahya sering mendapatkan medali dan naik ke podium juara. Beberapa kompetisi Judo internasional yang pernah diikutinya adalah di Singapura dan Malaysia.
Keikutsertaannya pada PON XX Papua di tahun ini merupakan satu pencapaian terbaik Cahya selama karirnya sebagai atlet judo profesional. Tahun ini atlet peserta PON hanya dipilih delapan besar terbaik nasional pada tiap cabang olah raga yang dipertandingkan.
“Untuk mencapai PON tahun ini itu harus dari perangkingan. Jadi hasil dari juara-juara kemarin dikumpulin selama empat tahun. Jadi yang bisa ikut PON ini cuman delapan besar saja,” jelas Cahya.
Pada saat berlaga di PON XX Papua, Cahya bertemu dengan atlet-atlet tangguh yang usianya jauh lebih senior darinya. Walau belum bisa mempersembahkan medali karena kalah dari Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta, Cahya tetap menampilkan performa terbaiknya. Terbukti pada penampilan pertama Cahya berhasil mengalahkan kontingen tuan rumah Papua.
“Legendnya di kelas 48 kg ini ya emang tiga orang ini dari, yang juara satu itu Jawa Timur, Jawa Barat, sama DKI,” cerita Cahya.
Ketika ditanya tentang karir judo setelah masa kuliah nanti, awalnya Cahya seperti sudah berpikir untuk menyudahi karirnya setelah PON XX Papua 2021 ini. Tapi setelah mengikuti pertandingan sampai selesai semangat dan optimisme Cahya untuk menyambut perhelatan PON berikutnya menjadi bertumbuh. Pengalaman yang didapatnya di PON tahun ini dan juga lawan bertanding yang tentunya terus berganti karena ada pembatasan usia atlet akan membuat peluangnya meraih podium di PON berikutnya semakin besar.
“Sekarang mungkin memang belum giliran saya menjadi juara, tapi kayaknya empat tahun lagi udah bisa nih,” ujar Cahya sambil tersenyum optimis.