Sarasehan Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus

Career Center Fakultas Psikologi Universitas Gadjah (UGM) Mada mengadakan Sarasehan Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus pada hari  Jumat (31/3), pukul 13.30 – 15.00 WIB. Acara yang dilakukan secara daring ini dimoderatori oleh Yasmin Nida Firdausi, Staff Advokasi Lembaga Mahasiswa Psikologi (LM Psi) UGM dan Anggota Satuan Tugas Pencegahan & Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UGM. Turut hadir sebagai pembicara, Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M (HR), Ph.D., Dosen Fakultas Hukum UGM dan Ketua Satgas PPKS UGM. 

Kekerasan seksual adalah kejahatan kemanusiaan yang perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat dampak psikis maupun fisik yang dirasakan oleh korban dapat berlangsung lama bahkan seumur hidup. Langkah awal pencegahan kekerasan seksual dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan kepada para mahasiswa tentang perilaku-perilaku (verbal maupun non verbal) yang masuk di dalam kategori kekerasan seksual. 

Sri berharap mahasiswa berani melaporkan kasus kekerasan seksual ke Satgas PPKS UGM, “Jangan khawatir, kalau ada masalah laporkan saja dulu. Penanganan lanjutan pada kasusnya nanti tergantung hasil diskusi dengan penyintas dan pihak-pihak terkait. Pelapor tidak harus penyintas, pihak-pihak lain yang mengetahui juga boleh melaporkan. Jangan khawatir, semua data dan proses penanganan sangat terjaga kerahasiaannya”.

Selanjutnya, Sri memaparkan prosedur pelaporan kekerasan seksual, “Pelaporan dapat dilakukan di kanal Satgas PPKS UGM dan melalui email atau SMS, link aduan sangat rahasia dan hanya dapat diakses oleh pihak-pihak tertentu. Laporan yang masuk akan segera ditindaklanjuti”. 

Pentingnya melapor ke pihak berwenang salah satunya adalah untuk menjaga stabilitas emosi penyintas, berikut penjelasan Sri, “Mengamati realita di lapangan banyak sekali penyintas yang menceritakan masalahnya ke teman. Apabila teman tidak memiliki pengetahuan, maka dia cenderung meminta penyintas untuk bersabar dan melupakan. Awalnya mungkin baik-baik saja, namun pada akhirnya saat penyintas merasa tidak ada yang memahaminya dan belum mendapatkan bantuan profesional. Maka ia bisa merasa jengah, pikirannya kalut, bertumpuk, sampai akhirnya meledak”. 

“Kebutuhan psikolog untuk korban kekerasan seksual itu tinggi sekali, dimana-mana kami kekurangan psikolog yang memiliki perspektif korban. Saya berharap mahasiswa Psikologi yang nanti mengantongi izin praktik sebagai psikolog dapat turut serta membantu kami.” pesan Sri di akhir sesi sarasehan.  

 

Penulis: Relung