Arsip:

psikologi ugm

Fakultas Psikologi UGM dan USU Jalin Kerja Sama untuk Peningkatan Akademik

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Sumatera Utara (USU) menjalin kerja sama dan studi banding terkait Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) program studi sarjana dan penelitian di magister psikologi, Selasa (10/7) di ruang A-203 Fakultas Psikologi UGM. Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dilakukan oleh Dekan Fakultas Psikologi UGM, Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D., dan Wakil Dekan III Bidang Penelitian, Pengabdian pada Masyarakat, dan Kerjasama USU, Hasnida, Ph.D., Psikolog.  read more

Fakultas Psikologi UGM dan Pusat Psikologi TNI Jalin Kerja Sama Pengembangan Psikologi

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Pusat Psikologi Tentara Nasional Indonesia (Puspsi TNI) menjalin kerja sama di bidang pendidikan, penelitian, dan asesmen psikologi. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang berlangsung Senin (8/7) di ruang A-203 Fakultas Psikologi UGM. Seremonial penandatanganan PKS ini dilakukan oleh Dekan Fakultas Psikologi UGM, Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D., dan Kepala Puspsi TNI, Laksamana Muda TNI Dr. Wiwin D. Handayani, M.Si., Psikolog.   read more

Fakultas Psikologi UGM Terapkan Kebijakan Penyajian Konsumsi Ramah Lingkungan

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) mengambil langkah konkret dalam upaya mengurangi limbah dengan menerapkan kebijakan baru mengenai penyajian konsumsi yang lebih ramah lingkungan. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Rektor UGM nomor 6627/UN1.P4/PL.00.00/2024 yang mengatur tentang pengurangan limbah dalam penyajian makanan dan minuman. read more

Satu dari Lima Mahasiswa Baru Fakultas Psikologi UGM Jalur SNBP Peroleh Beasiswa UKT 100%

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) menegaskan komitmennya dalam mendukung akses pendidikan yang adil dan inklusif melalui penerapan Kebijakan Beasiswa UKT. Pada tahun akademik 2024/2025, sebanyak 22% mahasiswa baru yang diterima melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) di Fakultas Psikologi UGM mendapatkan subsidi UKT 100%. Sementara itu, 32% mahasiswa baru lainnya menerima subsidi UKT dengan besaran 75%, 50%, dan 25%.

Sebanyak 33 Mahasiswa Fakultas Psikologi UGM Raih Beasiswa IISMA 2024

Sebanyak 33 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) telah meraih prestasi sebagai penerima beasiswa Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) 2024. IISMA merupakan salah satu inisiatif Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk meningkatkan mobilitas mahasiswa Indonesia ke berbagai universitas bergengsi di dunia. read more

Tim Debat Psikologi UGM Raih Juara Ketiga di Psychology Village 2024

Tim mahasiswa Fakultas Psikologi UGM berhasil meraih prestasi sebagai juara ketiga pada ajang Lomba Debat Psychology Village 2024 yang diselenggarakan oleh Universitas Pelita Harapan pada 19-25 April 2024 lalu.

Tim yang beranggotakan Nadia Puti Dianesti (2021), Seravin Afra Secunda (2022), dan Alya Nur Faiza (2022) ini telah mengikuti rangkaian perlombaan yang terbagi dalam tiga babak, sebelum akhirnya dinobatkan menjadi juara ketiga pada Kamis (25/4).

“Kami menang pada setiap babak penyisihan dan lolos ke quarterfinal dengan skor tertinggi kedua dari 12 tim,” terang Seravin Afra Secunda semangat, Rabu (22/5).

Timnya terus melaju ke babak semifinal setelah mengalahkan tim UPH pada quarterfinal, namun sayangnya saat menghadapi Universitas Krida Wacana pada babak semifinal, Seravin dan tim harus merelakan kemenangan.

“Kami memasuki babak pre-final melawan Universitas Sanata Dharma. Kami memenangkan babak tersebut dan meraih juara tiga,” lanjutnya.

Seravin menjelaskan Psychology Village 2024 merupakan perlombaan untuk mahasiswa tingkat nasional yang diselenggarakan setiap tahun. Lomba Debat Psychology Village 2024 mempertemukan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia untuk menunjukkan keahliannya dalam mengemukakan argumentasi kritis terhadap mosi tentang tema lomba “Self-Exploration”.

“Lomba debat psikologi sangat membantu dalam meningkatkan pengetahuan serta kemampuan berlogika dan berbicara di depan umum,” tutur Seravin.

Tim di bawah bimbingan Ardian Rahman Afandi, S.Psi., M.Psi., Psikolog, ini mengaku telah melakukan persiapan dari dua bulan sebelum lomba diadakan, yaitu bulan Februari. Persiapan lomba termasuk penentuan peran sebagai speaker pertama, kedua, dan ketiga, serta berbagai diskusi mengenai mosi yang akan muncul terkait tema lomba.

“Dari mosi-mosi yang dikumpulkan, kami berlatih dengan berbagai variasi strategi. Tiga minggu sebelum perlombaan, panitia merilis prepared motion yang akan keluar saat babak penyisihan. Kami berfokus mencari argumen yang berbobot baik pada sisi pro maupun kontra untuk ketujuh mosi yang diberikan. Kami juga berlatih menyampaikan pidato kami untuk memastikan bahwa durasinya tidak melebihi waktu yang ditentukan,” terang Seravin.

Sebelum mengikuti Psychology Village 2024, tim ini juga pernah menjuarai berbagai perlombaan debat lainnya seperti Psychology Fair Universitas Katolik Widya Mandala (4-6 Mei 2023) dan Psyferia Universitas Padjajaran (1-8 Oktober 2023).

Setelah meraih juara tiga di Psychology Village 2024, tim debat Psikologi UGM berharap dapat terus berprestasi dalam bidang debat psikologi maupun cabang lomba lainnya. Mereka bertekad untuk mengembangkan diri lebih lanjut dan membawa nama baik Psikologi UGM di berbagai kompetisi.

 

Penulis: Erna

kajian-ramadan-Ratna Syifaa Rachmahana

Kajian Ramadan: Menggali Makna Metamorfosa Menuju Hidup Lebih Berwarna

Di penghujung bulan Ramadan, Fakultas Psikologi UGM menggelar Kajian Ramadan 1445 H terakhir secara bauran pada Jumat (5/4). Kajian keempat kali ini menghadirkan Ratna Syifa’a Rachmahana, S.Psi., M.Si., Psikolog, dari Dharma Wanita Persatuan Unsur Pelaksana Fakultas Psikologi UGM yang menyampaikan materi bertajuk “Metamorfosa Ramadan Menuju Hidup Lebih Berwarna”.

Dalam kajian tersebut, Ratna mengejak peserta untuk kembali memahami makna metamorfosa kaitannya dengan Ramadan, yang dimaknai sebagai proses seorang muslim menjadi lebih baik.

“Proses metamorfosa adalah i’tibar bagi kita, bahwa siapapun kita bisa menjadi lebih daik, dengan proses belajar di madrasah Ramadan,” terang Ratna.

Ratna menjelaskan proses metamorfosa dari ulat menjadi kupu-kupu sebagai dua hal yang berbeda. Ulat cenderung dihindari karena dianggap merugikan, sedangkan kupu-kupu indah dan dianggap mulia. Perbedaan ini dianalogikan dengan diri manusia, sebuah himbauan untuk tidak merusak dan merugikan orang lain layaknya ulat, serta menghindari kerakusan layaknya kupu-kupu.

“I’tibar apa kepada diri kita? Bahwa kita itu sebagai manusia jangan sampai merugikan orang lain,” tegasnya.

Melalui fase metamorfosis, ulat akan berubah menjadi kepompong, yang menjauhkan diri dari makan dan minum, serta menutup diri dari dunia luar. Fase ini dianalogikan dengan muslim yang i’tikaf di bulan Ramadan.

“Ramadan melatih kita untuk menahan diri dari nafsu, banyak bermuhasabah, memohon ampun dengan memperbanyak sunnah, serta memberikan sebagian kenikmatan sedekah dan zakat,” jelas Ratna.

Ratna menyampaikan bahwa terdapat dua bentuk ibadah, yaitu ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah.

“Ibadah mahdhah, Ibadah yang segala tata caranya diatur oleh Allah dan Rasul. Kita tidak boleh mengotak-atik aturan lainnya, misalnya salat. Sebaliknya ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang semua boleh, kecuali yang dilarang,” jelasnya.

Ibadah puasa Ramadan, lanjut Ratna, telah diatur oleh Allah SWT. Sebagaimana tertuang pada surat At-Tin ayat 4-6, Ratna menjelaskan bagaimana kedudukan manusia sebagai sebaik-baiknya ciptaan Allah. Kedudukan manusia juga dapat menjadi rendah bila tidak berhati-hati. Namun, hal tersebut tidak akan terjadi pada orang yang beriman dan beramal saleh.

Puasa dimaknai sebagai perisai, dalam ilmu psikologi dikenal dengan istilah kontrol diri yang menjadi pelindung dari hal-hal negatif.

“Bulan Ramadan diharapkan mampu menjadi perisai kita untuk lebih baik kualitasnya, meningkatkan kualitas diri kita sehingga menjadi pribadi yang lebih menyenangkan seperti kupu-kupu,” lanjutnya.

Selanjutnya, Ratna menjelaskan tiga kriteria muslim yang disayang Allah SWT, yaitu orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati, orang yang mendidikan salat lima waktu dan salat tahajud di malam hari sebagai wujud syukur kepada Allah, dan orang yang berhasil dalam puasanya.

“Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah, senantiasa bermetamorfosis lebih baik kepada ketaaatan kepada Allah Azza wa Jalla untuk meraih ridha-Nya,” pungkas Rita menutup materinya.

 

Penulis: Erna

Nadia Puti Dianesti Mahasiswa Berprestasi Tigas UGM

Nadia Puti Dianesti Terpilih sebagai Mahasiswa Berprestasi Tiga UGM

Prestasi kembali dicatat oleh mahasiswa Fakultas Psikologi UGM, Nadia Puti Dianesti (2021), dalam ajang Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmapres) tingkat Universitas Gadjah Mada 2024.

Ia berhasil meraih juara tiga Pilmapres UGM kategori Sarjana setelah bersaing dengan 26 peserta yang diumumkan pada Sabtu (30/3). Sebelum memperoleh prestasi ini, Nadia telah dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi tingkat satu Fakultas Psikologi UGM. read more

DWP UP Fakultas Psikologi UGM Selenggarakan Seminar Kiat Mendampingi Generasi Milenial & Gen Z

Masih dalam suasana Dies Natalis ke-59 Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Dharma Wanita Persatuan (DWP) Unsur Pelaksana (UP) Fakultas Psikologi UGM menyelenggarakan Seminar bertajuk “Kiat Mendampingi Generasi Milenial & Gen Z” pada Jumat (12/01). Tema ini menekankan peran orang tua khususnya Ibu dalam proses pengasuhan anak.

Dr. Rita Eka Izzaty, S.Psi., M.Si., selaku Ketua DWP UP Fakultas Psikologi UGM membuka seminar.  Dalam sambutannya Rita bercerita bagaimana maraknya kasus negatif terjadi di kalangan generasi milenial dan gen Z. Menurutnya, hal ini perlu diperhatikan orang tua untuk mengetahui pendampingan yang tepat bagi anak yang berbeda generasi darinya.

“Ternyata prevalensinya atau data-data untuk bunuh diri ini semakin lama semakin memprihatinkan. Pertanyaan yang mendasar, ini ada apa dengan anak-anak kita, bagaimana hubungannya dengan keluarga, bagaimana hubungannya dengan Ibu dengan Ayah,” tutur Rita.

Melalui seminar ini Rita juga berharap, Ibu dan Ayah dapat mengidentifikasi ciri generasi milenial dan gen Z sehingga mampu memberikan perlakuan dan menerapkan pendekatan yang sesuai.

“Kalau saya simpulkan dari hasil-hasil kajian riset, sebenarnya kesalahan pendidikan dan pengasuhan terletak dari perspektif yang salah dari orang tuanya, menggunakan perspektif ala orang tua untuk diterapkan pada anak-anak,” tambah Rita.

Diwakili Dr. Rita Eka Izzaty, S.Psi., M.Si., Ratna Syifa’a Rahmahana, S.Psi., M.Si., Psikolog, dan Widi Ariyani Sudarsono, M.Psi., Psikolog, DWP UP Fakultas Psikologi UGM pada kesempatan yang sama juga menyerahkan bantuan pendidikan kepada penerima dari unsur tenaga kependidikan,  tenaga outsource keamanan, dan tenaga outsource kebersihan Fakultas Psikologi UGM.

“Walaupun memang ini tidak seberapa tapi kami harapkan dapat dipakai untuk membantu dan mendukung proses pendidikan yang dijalani oleh Ananda, jadi bukan besarnya sekali lagi tetapi di sini spirit dari Dharma Wanita itu adalah berbagi, tagline kita dari kita untuk kita,” harap Rita.

 

Seminar dan Diskusi

Seminar dimoderatori oleh Dosen Fakultas Psikologi UGM, Zahra Frida Intani, S.Psi., M.Psi., Psikolog.

“Hal yang menarik adalah saya dan mungkin di sini ada beberapa ibu Dharma Wanita yang juga sebenarnya masih dalam generasi milenial, jadi nanti mungkin kami juga sambil belajar mengenali diri sendiri,” kata Zahra membuka sesi seminar.

Mengawali pemaparan materinya, dr. Ida Rochmawati, M.Sc., Sp.KJ (K), menceritakan berbagai peran seorang perempuan, dari seorang Ibu yang mendampingi anaknya hingga berkarir sebagai profesional dengan segudang kesibukan. Peran-peran tersebut bahkan dilaksanakan secara bersamaan, yang kemudian tidak dapat dipungkiri dapat memicu berbagai kerentanan.

“Ternyata perempuan itu rentan mengalami stres, melansir dari Women’s Agenda menurut studi terbaru itu ternyata 50% di dunia ini mengalami burn out, jadi perempuan itu selain strong woman ternyata juga punya potensi untuk mengalami burn out. Ternyata lebih dari 8% orang dewasa berusia di atas 20 tahun melaporkan mengalami depresi selama periode dua minggu, hampir dua kali lebih mungkin mengalami depresi dibanding laki-laki,” ucap Ida.

Ida Rochmawati, M.Sc., Sp.KJ (K), merupakan seorang psikiater di RSUD Wonosari Gunungkidul Yogyakarta, dan penggiat suicide prevention, Ida juga merupakan seorang penulis buku serta giat membagikan beragam video edukasi di media sosial Instagramnya.

Seminar ini membahas topik perempuan sebagai perempuan, perempuan dalam ikatan pernikahan, perempuan sebagai Ibu, pendekatan pada milenial dan gen Z.

“Depresi itu ada tiga gejala utama, murung, hilang minat, mudah lelah. Ada tujuh gejala tambahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan nafsu makan, harga diri rendah, perasaan bersalah atau menyalahkan diri berlebihan, pikiran tentang masa depan yang suram, ide kematian sampai percobaan bunuh diri. Dua gejala utama dua gejala tambahan minimal dua minggu disebut depresi ringan, dua gejala utama tiga gejala tambahan disebut sebagai depresi sedang, tiga gejala utama empat gejala tambahan disebut depresi berat,” terang Ida.

Melanjutkan pemaparannya, Ida menyampaikan pentingnya sebagai seorang Ibu untuk mengetahui kondisi diri sebelum mendampingi anak, “Perempuan perlu mengenal kondisi mentalnya, menolong dan merawat dirinya sendiri agar bisa menjalankan perannya sebagai Ibu, istri dan anggota masyarakat”.

Idealnya, suami dan istri dalam mengasuh anak harus menjadi satu tim dan bertanggung jawab bersama. Realitanya ketimpangan terjadi, seolah-seolah mengasuh menjadi tanggung jawab Ibu seorang, “Banyak kasus di dalam pernikahan saya bisa katakan 90% lebih rumah tangga itu tidak ada yang benar-benar mulus baik-baik saja.”

Pendekatan sebagai orang tua kepada anak khususnya Ibu, harus dilakukan dengan memahami karakter milenial dan gen Z. Kunci dalam pendekatan generasi milenial menurut Ida ada tiga, yang pertama asertif, kedua empati, dan ketiga adalah equal.

“Kita belajar untuk melihat anak-anak kita sebagai manusia, bukan sebagai milik kita,” tegas Ida.

 

Penulis: Erna