Tim peneliti Fakultas Psikologi UGM akan meneliti kondisi job flourishing, gambaran kesehatan mental positif di tempat kerja, pada dosen di Indonesia. Riset ini merespons meningkatnya perhatian global terhadap kesehatan mental pekerja. Data WHO menunjukkan tingginya beban depresi, kecemasan, dan stres harian yang berdampak pada produktivitas. Dalam konteks Indonesia, indikator gangguan mental pada populasi bekerja juga memerlukan pemetaan yang lebih presisi di level organisasi. Penelitian menitikberatkan pada bagaimana kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial di tempat kerja berhubungan dengan keterlibatan kerja, kinerja, burnout, kecemasan, dan depresi, sekaligus menawarkan potret berbasis bukti untuk perencanaan intervensi di lingkungan kampus.
job flourishing
Flourishing sering dikaitkan sebagai kesejahteraan yang sempurna, meliputi aspek psikologis, emosi, dan sosial. Rizqi menjelaskan, “Seseorang dapat dikatakan flourish jika secara emosi merasa senang dan dalam peran yang dijalankan dapat berfungsi secara optimal. Contoh keberfungsian yang baik adalah memiliki gairah yang besar untuk senantiasa belajar, bekerja, dan berkembang”.
“Jadi, jika ada individu yang merasa senang namun tidak produktif atau sebaliknya produktif tetapi tidak merasakan kebahagiaan. Maka individu ini belum dikatakan sebagai individu yang flourish”, lanjut Rizqi.
Rizqi memaparkan dua alasan utama mengapa flourishing sangat dibutuhkan dalam dunia kerja, “Flourishing dapat menjadi faktor protektif seseorang terhadap berbagai macam persoalan psikologis. Selain itu, flourishing juga bisa meningkatkan produktivitas. Berbagai faktor eksternal yang tidak menguntungkan seperti salah satu contohnya stres kerja tidak akan terlalu memberikan efek negatif bagi seseorang yang memiliki tingkat flourishing tinggi”.
Job flourishing