Center for Life-Span Development (CLSD) Fakultas Psikologi UGM menyambut kedatangan Prof. Emiko Kashima dari La Trobe University, Australia, pada tanggal 3 Juli hingga 10 Juli 2024. Kedatangan Prof. Emiko Kashima merupakan salah satu agenda visiting professor CLSD dalam rangka kolaborasi riset internasional. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah terjalinnya kerja sama dan kolaborasi riset dengan mitra internasional, publikasi manuskrip penelitian, serta penyusunan proposal riset yang akan diajukan untuk mendapatkan pendanaan internasional di tahu mendatang. Kegiatan ini dilaksanakan di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan dipimpin oleh Sutarimah Ampuni, S.Psi., M.Si., MPsych., Ph.D., Psikolog selaku kepala CLSD serta peneliti utama, Zahra Frida Intani, S.Psi., M.Psi., Psikolog dan Smita Dinakaramani, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku dosen Fakultas Psikologi UGM, dan para interns (mahasiswa magang) CLSD.
fakultaspsikologi
“Psikologi Menyapa Mahasiswa Program Studi Sarjana (Reguler dan IUP)” pada hari Jumat (10/3), pukul 15.00 – 17.00 WIB. Kegiatan ini dilakukan secara berkala untuk membuka kesempatan berinteraksi secara terbuka antara pengelola fakultas, pengelola program studi, dan mahasiswa.
Case Competition yang diselenggarakan selama ini didominasi oleh topik-topik yang berhubungan dengan bisnis saja, “Keingintahuan kami dalam case competition adalah salah satu alasan kami dalam mengikuti lomba. Apalagi case competition kali ini pada bidang organisasi”. Selain karena kedua alasan tersebut, tim ARLOJI memutuskan mengikuti lomba untuk mencari pengalaman terkait mempelajari berbagai bentuk analisis yang belum ditemui pada sesi kelas di perkuliahan.
“Sekaligus menggabungkan pengetahuan serta pengalaman kami sebagai pengurus Lembaga Mahasiswa Psikologi Universitas Gadjah Mada (LM Psi UGM) dan passion di bidang psikologi industri dan organisasi”. Saat ini, Pahru dan Gloria sedang menjalankan tanggung jawabnya sebagai Staf Ahli di Biro PSDMO LM Psikologi UGM, sementara Alvin sebagai Wakil Ketua di organisasi yang sama
Untuk Gloria, pengalaman lomba kali ini menjadi yang pertama, sementara untuk Alvin dan Pahru sebelumnya pernah tergabung dalam tim lomba terkait penulisan esai bersama terkait bagaimana menjaga well-being pada employee yang melakukan remote working. “Harapannya, setelah mengikuti perlombaan ini jadi bisa mengimplementasikan apa yang kami pelajari dimana pun kami berada”. Selain itu, tim ARLOJI juga berharap dapat mengikuti lomba yang serupa di lain waktu.
Terkait persiapan lomba, tim ARLOJI mengawali dengan memelajari materi yang diberikan pada pre-event workshop. Tim ARLOJI mengaku bahwa workshop menjadi momen yang sangat insightful karena dapat mempelajari berbagai macam bentuk analisis guna keperluan identifikasi masalah dan potensi sebuah organisasi. Setelah workshop, panitia lomba merilis kasus yang kemudian dibaca oleh masing-masing anggota sesuai dengan pemahaman dan solusi yang dipahami. “Berikutnya, kami bertemu secara daring beberapa kali untuk melakukan brainstorming dan saling memberikan sudut pandang mengenai kasus”. Selain itu, tim juga menggunakan beberapa bentuk analisis yang dipelajari Ketika workshop serta beberapa sumber di internet maupun jurnal. Persiapan pun ditutup dengan tahapan memindahkan coretan ide masing-masing anggota ke dalam presentasi dan berlatih untuk memapaparkan.
Namun, sebelum memulai menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah masuk, Nurul kembali mengingatkan para partisipan yang hadir dalam KulOn mengenai empat pilar penopang, “Jadi, ketika kita berbicara tentang kesehatan jiwa, maka kita berbicara empat pilar penopang dan empat pilar penopang tersebut bersifat aktif dan harus diupayakan agar tetap berdiri”.
Selain meningatkan tentang empat pilar penopang, Nurul juga mengingatkan tentang salah satu faktor protektif yang dapat dikembangkan dan diupayakan adalah literasi kesehatan mental. Semakin tinggi literasi kesehatan mental, maka semakin tinggi kemampuan memahami diri sehingga lebih peka dan dapat melakukan deteksi dini terkait gangguan kesehatan mental. “Literasi kesehatan mental yang minim sekali di masyarakat menyebakan kesenjangan penanganan yang begitu besar”, ungkap Nurul.
Setelah menjelaskan beberapa hal terkait gangguan mental dan perilaku bunuh diri, para narasumber mulai menjawab satu per satu pertanyaan yang masuk. Salah satunya mengenai kenapa individu bisa sampai memiliki keinginan untuk bunuh diri dan Wirdatul menjawab dengan menganalogikan sebuah tiang yang menopang suatu beban. “Individu yang memiliki keinginan atau pikiran bunuh diri ibaratnya sedang menghadapi beban yang besar, tetapi tiang yang menyokong beban itu sedang rapuh”, jelas Wirdatul.
Beberapa faktor yang membuat tiang itu rapuh disampaikan oleh Wirdatul seperti, faktor sosial, memiliki pengalaman yang traumatis, memiliki diagnosis gangguan mental tunggal maupun komorbid, penyalahgunaan zat-zat dan alcohol, ketidakmampuan dan keengganan dalam meminta bantuan, serta tingkat religiusitas seseorang.
Di akhir sesi, ditutup dengan pertanyaan tentang bagaimana kiat sederhana untuk memiliki mindfull agar tidak mudah terpecah pikirannya dan kembali teringat untuk melakukan bunuh diri. “Punya rutinitas dan catatan. Jadikan diri sendiri sebagai individu yang membutuhkan catatan supaya yang dilakukan tersistematis”, jawab Nurul.
“Pikiran itu liar dan seseorang bisa saja mengalami kemunculan pikiran negative yang tiba-tiba. Sekalinya satu pikiran negatif muncul, maka akan memancing pikiran negatif lainnya untuk muncul. Oleh karena itu, menulis dan memiliki catatan adalah salah satu cara untuk menata dan merapikan pikiran-pikiran (liar) itu serta meminimalkan melakukan aktivitas multitasking”, tambah Wirdatul.
Photo by National Cancer Institute on Unsplash
Menurut penelitian pada tahun 2022 oleh Wang dan kawan-kawan menemukan bahwa remaja perempuan dan laki-laki memiliki kecenderungan yang berbeda dalam melakukan NSSI dan secara statistic perilaku NSSI lebih banyak terjadi pada perempuan. “Kami ingin sampaikan warning ke perempuan bahwa kita lebih rentan untuk melakukan NSSI. Jadi, mohon lebih waspada”, himbau Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog sebagai salah satu pembicara di KulOn kali ini.
Selain itu, Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog juga menjelaskan bahwa perilaku NSSI dapat menyebabkan candu. “Oleh karena itu, perilaku melukai diri sendiri tidak dilihat dari motifnya, tetapi dilihat dari keinginan orang tersebut melukai diri sendiri tanpa ada niat bunuh diri”. Untuk individu yang tidak memiliki gangguan mental, tetapi kemudian menyelesaikan masalahnya dengan melakukan NSSI sebagai salah satu bentuk mengatasi masalah yang instan maka akan berpotensi mengarah pada gangguan mental, depresi, maupun gangguan kecemasan jika dibiarkan terus menerus.
Melalui topik KulOn ini juga dijelaskan tentang kondisi apa saja yang dapat menyebabkan individu rentan terhadap perilaku NSSI atau disebut sebagai faktor resiko. Hal-hal yang dapat menjadi faktor resiko adalah pengalaman buruk di masa kanak-kanak, rendahnya kemampuan dalam mengelola emosi, ketidakmampuan mengungkapkan pikiran atau perasaan, keberhargaan diri yang rendah, toleransi stres yang rendah, kurangnya kemampuan dalam menyelesaikan masalah, anggota keluarga atau teman sebaya melakukan NSSI, penggunaan media sosial, memiliki gangguan mental, dan pengetahuan yang rendah mengenai kesehatan. “Bukan berarti kemudian faktor resikonya lebih banyak kok faktor protektifnya lebih sedikit seolah-olah faktor protektifnya kalah, tidak. Akan tetapi, kami ingin menunjukkan bahwa banyak kondisi yang harus diwaspadai dan dicermati supaya bisa diantisipasi”, jelas Nurul.
Sementara untuk faktor protektif sebagai sebuah kondisi yang dapat melindungi atau mengurangi kerentanan individu terkait perilaku NSSI disampaikan oleh Wirdatul. Faktor protektif yang dimaksud terdiri dari 3 hal, yaitu dukungan sosial, memiliki positive coping, dan regulasi emosi yang matang.
“Apa yang harus kita lakukan ketika melihat atau menemukan orang sekitar kita melakukan NSSI? Pertama, tingkatkan literasi mengenai perilaku NSSI mengenai bahaya, konsekuensi, dampak yang tidak terduga yang tidak diketahui sebelumnya karena pelaku NSSI tidak mengetahui bahwa NSSI bisa menjadi sesuatu yang berbahaya”, jelas Nurul disela-sela penyampaian materi.
Photo by Warren Wong on Unsplash
BKM Expo 2022 dilaksanakan agar mahasiswa baru dapat mengenal setiap BKM dan Komunitas di bawah naungan Fakultas Psikologi UGM. Terdapat beberapa BKM yang mengikuti ketigatan expo tahun ini, seperti PMK, KMK, KMP, LM Psi, Repsigama, Palapsi, KRST, BPPM Psikomedia. Sementara untuk komunitas yang tergabung pada expo 2022 adalah Basket, Futsal, Badminton, OpteamA, Psikolens, YES! CPMH, dan Triba.
Selain untuk memperkenalkan BKM dan komunitas yang berada di bawah naungan Fakultas Psikologi UGM, BKM Expo 2022 juga dilaksanakan sebagai wadah sekaligus kesempatan untuk BKM dan komunitas unjuk gigi melalui berbagai macam kegiatan yang telah dijalankan. “Pada awalnya, saya selaku ketua sempat kebingungan bagaimana bentuk kepanitiaan yang paling pas sebab baru kali ini transisi dari acara daring menjadi luring”, tutur Aufa.
Ketika ditanya mengenai apa perbedaan BKM Expo 2022 dengan tahun sebelumnya, Aufa menjelaskan bahwa dua tahun sebelumnya BKM Expo dilaksanakan secara daring dan baru di tahun 2022 BKM Expo Kembali dijalankan secara luring seperti ketika terakhir kali terlaksana pada tahun 2019. Melalui tema yang diusung, “The Sky is where your dream lies, it’s time for you to fly and reach them”, BKM Expo 2022 ingin menyampaikan pesan bahwa langit selalu menjadi sumber keajaiban yang tiada habisnya, zona segala macam inspirasi, sekaligus tempat memperoleh mimpi dan menemukan tujuan. “Ini adalah Langkah awal bagi mahasiswa Fakultas Psikologi untuk terbang dan mencapai semua mimpinya melalui BKM Expo 2022”, jelas Aufa.
Selain itu, harapannya mahasiswa baru Fakultas Psikologi UGM dapat menjadi versi terbaik dari dirinya dengan jalannya masing-masing melalui berbagai macam kegiatan BKM dan komunitas. Harapannya, kegiatan yang ada di BKM dan komunitas dapat membantu para mahasiswa baru untuk berproses, berprogres, mengeksperesikan diri, mewujudkan impian, serta meraih punyak pencapaian.
“Meskipun saya dan seluruh panitia merasa lelah mempersiapkan expo, namun terbayar ketika melihat antusiasme mahasiswa Psikologi 2022 berkeliling setiap stand. Bahkan, energi dari setiap jeritan dan hentakan di puncak acara berupa penampilan dari Trisula Purba (Triba) membuat kami bersemangat menyambut mereka di berbagai organisasi, kegiatan, dan kepanitiaan di Fakultas Psikologi UGM,” terangnya. Aufa saat ditanya bagaimana perasaannya saat mempersiapkan acara BKM Expo 2022.
Photo by Naassom Azevedo on Unsplash
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi pada periode wisuda kali ini diraih oleh Hijriyahningrum Fifkoputri dengan 3.9 dari Program Sarjana yang sekaligus meraih predikat cumlaude. Selain Hijriyahningrum, terdapat 47 mahasiswa program Sarjana yang juga memeroleh predikat cumlaude pada pelepasan wisuda periode ini. Kemudian, IPK tertinggi pada program IUP diraih oleh Rifka Annisa Puspitasari sekaligus mendapatkan predikat cumlaude, yaitu 3.83. Selain Rifka, terdapat 5 mahasiswa lainnya yang juga mendapatkan predikat cumlaude pada periode wisuda kali ini.
Selanjutnya, penghargaan mahasiswa berprestasi juga diberikan oleh Fakultas Psikologi kepada wisudawan/wisudawati berprestasi secara akademik maupun kemahasiswaan. Prestasi akademik ditandai dengan 54 mahasiswa yang mendapatkan predikat cumlaude. Sementara untuk prestasi kemahasiswa diraih oleh 17 mahasiswa, yaitu Almeira Hadi, So Wey Thao, Kautsar Muhammad Wiroto, Dea Rifda Fauzia, Iqbal Setya Nugraha, Aisyah Noor Ridha, Dina Arifka, Hijriyahningrum Fifkoputri, Lu’luul Jannah, Yasmin Naaima, Ahmad Iqbal Zimamul Hawa, Azmi Subha Adil Paramarta, Nabila Rosa Damayanti, Pratihata Dinar Rivaldo, Rahadian Dandyaswara Hidayat, Yuniar Septya Rahmawati Qurrota A’yun, dan I Gusti Agung Dyah Cahyaninggrat.
Selain itu, acara dilanjutkan dengan sambutan-sambutan, salah satunya sambutan yang diberikan oleh Aurellia Winda Fatika Azzahra sebagai perwakilan dari wisudawan/wisudawati. “Oleh karena itu, mari kita berikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya bagi seluruh keluarga Fakultas Psikologi UGM. Terima kasih telah memberikan sapaan hangat pertama kali kami berada jauh dari keluarga”, ucap Aurellia.
Sambutan juga diberikan oleh orang tua dari Yasmin Naaima, Dr. Bagus Sarnawa S.H., M.HUM sebagai perwakilan dari orang tua wisudawan/wisudawati. “Para wisudawan/wisudawati yang diwisuda pada hari ini adalah generasi yang mampu beradaptasi dengan kondisi eksternal yang mengalami perubahan drastis”. Perubahan yang dimaksud adalah adanya pandemi yang mengubah proses perkuliahan dari luring menjadi daring.
“Selamat atas kelulusan adik-adik semuanya. Adik-adik yang inshaaAllah akan segera menjadi rekan-rekan, rekan sejawat, dan juga partner kami semua berkarya untuk Indonesia. Selamat atas kelulusannya dan terima kasih atas perjuangannya”, ucap Kumala Windya Rochmani, M.Psi., Psikolog selaku perwakilan dari Keluarga Alumni Psikologi Gadjah Mada (KAPSIGAMA).
“Ini adalah saat yang sangat berbahagia dan saat yang bermakna untuk kita semuanya”, ujar Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D selaku Dekan Fakultas Psikologi UGM melalui sambutan yang diberikan. Selain itu, Rahmat juga menyampaikan bahwa gelar yang saat ini tersemat di belakang nama wisudawan/wisudawati adalah hasil dari perjuangan, tekad yang kuat, kemampuan bernalar yang tinggi, mengelola diri, emosi, serta motivasi.
Tidak ingin disimpan sendiri, Silih mencoba berbagi pengalamannya tersebut dengan para wisudawan/wisudawati melalui acara Pembekalan Wisuda Program Sarjana Psikologi Periode IV T.A 2021/2022 (22/8). Topik yang diangkat pun tidak jauh dari keahlian yang dimiliki oleh Silih, yaitu branding sebagai salah satu bentuk dari ilmu psikologi terapan. Oleh karena itu, branding menjadi hal yang tidak bisa terpisahkan dari keilmuan psikologi.
Sebelum memasuki materi, hadir Ketua Program Studi Sarjana Psikologi, Indrayanti, Ph.D., Psikolog yang memberikan sambutan kepada wisudawan/wisudawati. “Karena ini (lulus sebagai sarjana) bagian dari perubahan kan? Klo perubahan, langkah pertama memang harus menerima. Jangan diingkari, apalagi cari-cari rasionalisasi biar dapat status sudah jadi S1 mahasiswa psikologi gitu ya. Semoga ini menjadi takdir kalian dan ini adalah babak baru dari kehidupan kalian untuk berjuang dan berkontribusi sesungguhnya”, ucap Indrayanti
Kemudian acara dilanjutkan oleh Silih yang mulai memberikan materi terkait pengalamannya selama 28 tahun menekuni ilmu terapan psikologi. “Sebetulnya sampai seberapa jauh sih psikologi bermanfaat untuk branding?”, tanya Silih di awal sesi. Menurut Silih, psikologi sangat bermanfaat untuk branding bahkan penting. Tujuan branding adalah membangun citra, keyakinan, jaminan kualitas, dan prestise yang bermuara pada munculnya hal tersebut muncul pertama kali di otak/pikiran.
Salah satu hal yang juga berkaitan dengan branding dan menjadi salah satu kunci untuk membentuk perubahan perilaku adalah Behavior Change Communication. Hal itu berkaitan dengan bagaimana seseorang mampu mengubah perilaku orang lainnya melalui komunikasi. Teori lain yang juga berkaitan dengan behavior change communication adalah teori yang disampaikan oleh Ivan Pavlov dalam membentuk perilaku. “Hal menariknya adalah kebiasaan-kebiasaan yang kita lakukan tersimpan di DNA dan DNA bersifat genetis”, jelas Silih.
Selain itu, Silih juga menyampaikan tentang rentang perhatian hanya bertahan maksimal 3 bulan. Hal itu yang menyebabkan ada beberapa merk yang mengganti kemasannya untuk mempertahankan loyalitas konsumen terhadap produknya. “Saya berharap, setelah ini teman-teman tertarik untuk berkarier di dunia marketing, branding, atau kreatif dengan keilmuan Psikologi yang dimiliki”, ujar Silih.
Photo by Patrik Michalicka on Unsplash
Melalui perlombaan ini, Zaadila mengaku bahwa alasan berpartisipasi pada perlombaan adalah untuk menantang diri karena perlombaan ini belum pernah diikuti sebelumnya, yaitu lomba siniar (podcast). Selain itu, Zaadila juga beralasan mengikuti perlombaan ini untuk mengisi waktu sebagai mahasiswa tingkat akhir dan tetap menghasilkan karya bermanfaat untuk masyarakat.
Perlombaan yang diikuti oleh Zaadila merupakan lomba siniar atau bisa juga disebut dengan podcast. Karya yang dikirimkan Zaadila untuk mengikuti lomba dalam bentuk video berdurasi pendek yang merekam 2 orang sedang berbincang. Dalam hal ini yang berbincang adalah Zaadila dan rekannya Annisa. Perbincangan yang dibahas adalah tentang “Tips Menjaga Kesehatan Mental di Masa Pemulihan COVID-19”.
Terkait hal-hal yang dilakukan untuk perlombaan, Zaadila mengungkapkan membutuhkan waktu 1 pekan untuk persiapan. Diawali dengan melakukan riset tema, dilanjutkan mencari data. Setelah mencari data diikuti dengan menyusun narasi dan penyuntingan. Kemudian diakhiri dengan mengunggah siniar tersebut pada akhir pekan.
Selain menyusun skripsi secara berkala, Zaadila juga sedang berdinamika di Keluarga Muslim Psikologi sebagai Majelis Musyawarah. “Akan terus mengisi waktu luang dengan hal bermanfaat”, jawab Zaadila ketika ditanya soal harapan atau keinginan setelah berhasil menjuarai lomba. Hal bermanfaat yang dilakukan bertujuan untuk menambah pengalaman dan menantang diri agar tetap produktif di akhir masa perkuliahan.
Pembicara pertama pada acara ini adalah Dr. Bagus Riyono, M.A., Psikolog yang menjelaskan grounded theory secara filosofis terlebih dahulu. “Sebelum kita bahas tentang grounded theory sebagai metode atau sebagai teknik, saya ingin menyampaikan dulu secara filosofis kerena ketika kita hanya menganggap grounded theory sebagai teknik dan tidak menghayati filosofinya. Saya takutnya nanti mekanistis ketika melakukan studi grounded theory”.
Selanjutnya, Bagus menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan adalah usaha manusia untuk memahami apa yang terjadi dan realitas. “Realitas itu kenapa harus dipahami karena sebetulnya karena kita ingin tahu sebetulnya yang sebenarnya itu seperti apa atau lebih umumnya, sebetulnya ilmu pengetahuan, sains itu tujuannya untuk mengetahui kebenaran dalam berbagai levelnya dan level yang paling permukaan itu sering disebut realitas”. Akan tetapi, realitas terkadang terhalang oleh tabir-tabir, seperti persepsi, prejudice, dan sebagainya dan ilmu pengetahuan bertujuan untuk menguak tabir-tabir itu supaya kita mendapatkan realitas yang sesungguhnya.
Untuk bisa mengungkap realitas atau membuka tabir-tabir realitas itu, ada 3 sumber atau pendekatan. Pendekatan yang cukup populer selama ini adalah pendekatan kuantitatif. yang didukung oleh filsafat positivisme yang menganggap realitas itu adalah sesuatu yang bisa diukur. Pendekatan yang kedua, tidak melalui pengukuran, tetapi melalui penggalian atau secara umum disebut sebagai fenomenologi. Terakhir, pendekatan ketiga adalah wahyu sebagai petunjuk dari Tuhan yang disampaikan melalui kitab-kitab suci. “Itu menjadi sumber kebenaran karena sudah terbukti bahwa perjalanan hidup dan pengalaman manusia sudah tertulis di kitab suci sampai nanti kiamat dengan bahasa/istilahnya masing-masing”, jelas Bagus
Sesi kedua pada acara ini disampaikan oleh Prof. Drs. Subandi, M.A., Ph.D., Psikolog. Sehingga berteori muncul sebagai proses alami untuk memahami dunia dan realitas di sekitar mereka. Jadi semua orang bisa membuat teori. Akhirnya teori bisa dibedakan menjadi teori awam (masyarakat umum), teori pseudo ilmiah dan teori ilmiah”, terang Subandi. Selain itu, Subandi juga menerangkan bahwa teori itu sifatnya tidak tetap, bisa berubah karena adanya kejadian atau fenomena baru”.