Psikodrama: Wadah Eksplorasi Mahasiswa untuk Berani Mengenali dan Mengekspresikan Diri

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) berkesempatan mengundang seorang praktisi Psikodrama, Retmono Adi, S.Psi,. P.si. yang juga alumni Fakultas Psikologi UGM.  Pada kesempatan ini, mas Didik, demikian panggilan akrab beliau, berbagi pengetahuan dan pengalaman serta memperkenalkan teknik Psikodrama kepada mahasiswa S1 Mata Kuliah Konseling Kelompok. Kuliah tamu Psikodrama yang berdurasi 200 menit ini menggabungkan pemahaman teoretik pendekatan Psikodrama yang mahasiswa peroleh melalui presentasi kelompok mahasiswa, penjelasan dosen, dan dikuatkan dengan metode experiensial oleh dosen tamu.

Adalah J.L Moreno, inisiator pengembang Psikodrama sebagai psikoterapi kelompok di Amerika Serikat sejak tahun 1925.  Moreno berpandangan bahwa tidak semua aspek dalam kondisi internal seseorang dapat diterjemahkan atau dipahami dalam bentuk kata-kata.  Beberapa pengalaman psikologis termasuk emosi, lebih dapat diekspresikan dan karenanya lebih mudah dipahami melalui action, interpersonal interaction, imagery, atau improvisational theater.  Moreno mendapat julukan “pria yang membawa tawa bagi psikiatri”.

Konsisten dengan pemahaman tersebut, kuliah tamu Psikodrama tidak diawali dengan penjelasan teoretikal, namun pemateri mengajak mahasiswa untuk langsung mengalami (praktik) bagian-bagian dalam psikodrama, dimana secara berkala pemateri berhenti sejenak untuk menyampaikan penjelasan teoretik tentang apa yang sedang mereka alami (lakukan). Ada tiga tahap dalam Psikodrama, warming up, action dan reflection/integration. Hollande menggambarkan ketiga tahap ini dengan pengandaian gambar sebuah kurva.

Tahap awal psikodrama adalah warming up. Pada tahap ini, pemateri yang berperan sebagai director psikodrama, mengajak mahasiswa menyelami spontanitas dan kreativitas agar lebih siap saat melakukan peran-peran psikodrama. Pada tahapan ini mencakup pula sosiometri, locogram, spectrogram dan permainan peran. Mahasiswa belajar untuk memahami bahwa seluruh aktivitas dalam tahap ini merupakan tahap awal (initial stage of group counseling) untuk mempersiapkan setiap inidividu dalam kelompok untuk menjadi siap sebagai anggota kelompok dan berproses dalam kelompok.

Mahasiswa membentuk entitas kolektif dalam kelompok

Setelah kelompok terbangun (‘mahasiswa siap untuk mengambil peran’), director membawa mahasiswa ke tahap selanjutnya yaitu action. Action adalah kegiatan inti dari proses psikodrama. Pada tahapan ini mahasiswa mendapat kesempatan untuk mengalami peran dan teknik dalam psikodrama, antara lain protagonist, doubling, mirroring, dan role reversal. Mahasiswa diminta baik secara mandiri maupun berkelompok untuk mengekspresikan dirinya dengan personifikasi objek dalam setting skenario yang telah diatur oleh director (terapis atau group leader dalam hal ini dosen tamu). Mahasiswa mengalami proses-proses internal dengan cara-cara yang menyenangkan dan bermakna, saat mengekspresikan diri dalam berbagai bentuk entitas tunggal maupun kolektif, misalnya pohon (individu) atau kereta Bhagavad Gita (kolektif).

Akhir dari kurva dalam psikodrama adalah reflection atau integration. Tahap ini berfungsi sebagai penutupan dan diskusi sesi. Pemateri mengajak mahasiswa untuk mendiskusikan bagaimana sesi yang telah dilaksanakan tadi dapat membawa kemanfaatan dalam kehidupan keseharian. Aplikasi Psikodrama merentang di dalam ranah klinis (psikoterapi) sampai non-klinis (self-enhancement). Hal tersebut membuat ranah penerapan psikodrama menjadi sangat luas.

Pada akhir kuliah psikodrama yang tampil beda ini, mahasiswa tampak refreshed dan menunjukkan respon positif. Pembelajaran teori dan pemahaman teknik dengan cara mengalami kali ini, banyak melibatkan tawa sekaligus air mata. Mahasiswa yang pada mulanya masih malu dan ragu untuk berekspresi, di akhir acara menjadi lebih berani serta mampu memaknai psikodrama dalam kehidupan mereka sehari-hari. (Humas Psikologi UGM/Jehna)