Life Reconstruction post Disaster
Constructing positive Self-sufficiency in the community
Gempa yang melanda wilayah Jogja dan sekitarnya pada hari Sabtu, 27 Mei 2006 lalu menyisakan kerusakan yang parah. Para korban bencana alam ditinggalkan oleh keluarga yang dicintai dan harta benda yang telah dikumpulkan dengan susah payah. Hal ini mengakibatkan kondisi psikologis yang buruk pada korban bencana alam.
Bencana gempa ini menempatkan korban pada posisi “kalah dan tidak berdaya“. Meskipun secara fisik mereka tidak berdaya, namun keadaan psikologis korban jangan sampai mengalami kondisi yang sama. Posisi subordinate dari alam ini membuat korban membutuhkan penguat. Jika bantuan didistribusikan secara tidak hati – hati, korban akan menempatkan posisi penguat pada bantuan tersebut. Jika ketergantungan ini berlanjut, akan berakibat pada menurunnya self sufficiency dalam diri mereka. Self sufficiency adalah kemampuan diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan dirinya menggunakan kemampuan pribadi.
Pada masyarakat Indonesia yang memiliki budaya kolektif, self sufficiency ini relatif lebih rendah dibandingkan pada kelompok budaya individual, seperti yang banyak dijumpai di negara-negara Barat. Nilai – nilai yang terkandung di dalam self sufficiency seperti self confidence (kepercayaan diri), self inisiative (inisiatif) maupun self responsibility (tanggung jawab pribadi) “dilempar“ ke kelompok, bukan lagi merupakan nilai –nilai pribadi.
Dengan adanya bencana yang dialami, serta dengan dropping sembako tanpa komunikasi yang motivatif, kemungkinan akan menjadikan self sufficiency semakin rendah. Indikatornya dapat diungkap dari kata – kata yang tertangkap di lapangan, misalnya “Wah nggak tahu ya habis ini mau apa….“; “Wah, bantuannya masih kurang. Nggak ada yang ke sini“ atau “Kalau ada dana, kami minta cepat salurkan ke kami karena kami masih sangat membutuhkan”. Kata – kata semacam itu menunjukkan bahwa mereka lebih menyandarkan bantuan dari pihak lain dibandingkan pada kemampuan diri sendiri. Self sufficiency yang rendah akan berdampak pada keinginan untuk bangkit dari bencana juga rendah, motivasi hidup menurun dan tidak ada rencana hidup ke depan.
Karena itulah, sangat dibutuhkan adanya pendekatan yang mengarah pada pengembangan self sufficiency pada masyarakat korban bencana untuk stimulating life reconstruction. Program Life Construction ini ditujukan agar masyarakat mampu bangkit secara psikologis sehingga dapat membangun hidup dari awal lagi. Pulihnya kondisi psikologis pasca bencana akan berakibat juga pada pulihnya kondisi fisik.
BUMN dengan program intinya yang membantu masyarakat korban gempa dalam pemenuhan kebutuhan logistik dan kebutuhan-kebutuhan primer terkait lainnya, meskipun belum secara official, telah berkoordinasi dengan tim dari Fakultas Psikologi UGM untuk bersama-sama menjalankan program Life Construction di daerah-daerah yang membutuhkan sebagai agen perubahan. Dari sisi Psikologi, program ini pada intinya mengajak masyarakat untuk tetap punya “obor hidup” dan semangat dalam menghadapi bencana ini.
BUMN menyediakan bantuan secara fisik, dari bahan makanan, pakaian sampai pada bahan material bangunan untuk membangun kembali rumah yang hancur akibat gempa. Bahan material untuk pembangunan rumah sangat dibutuhkan para korban bencana karena dalam konsep masyarakat Jawa, fungsi rumah sangat besar bagi kehidupan. Untuk membangun hidup mereka kembali, harus pula diiringi dengan membangun rumah lagi. Life Construction dalam bidang psikologis merupakan kegiatan pendampingan bagi korban bencana secara informal. Para relawan bergabung dalam kegiatan yang sedang terjadi di masyarakat korban bencana dan berbincang tentang rencana hidup mereka selanjutnya. Awalnya, program pendampingan ini akan diberikan dalam bentuk self help group namun kondisi lapangan yang tidak memungkinkan menyebabkan berubahnya bentuk pendampingan menjadi informal. Indikator keberhasilan program akan dilihat dari tiga komponen self sufficiency seperti self confidence (kepercayaan diri), self inisiative (inisiatif) maupun self responsibility (tanggung jawab pribadi). Pendekatan informal dalam kemasan komunikasi yang positif dan pembentukan kemandirian akan dilakukan secara rutin dengan kelompok-kelompok yang telah diidentifikasi bersama oleh tim gabungan Psikologi dan BUMN.
Program ini berharap akan menarik perhatian para distributor logistik ataupun bantuan yang lain untuk juga memperhatikan teknik “delivery” bantuan, bukan “hanya” dropping bantuan. Dengan demikian, dropping bantuan untuk para korban bencana gempa bumi ini terhindar dari efek negatif yang kontra penguatan diri atau penguatan komunitas dalam kemandirian, percaya diri dan tanggung jawab diri. Program yang direncanakan akan berlangsung selama 2 bulan ini masih pada tahapan awal (masuk minggu pertama). Pada dasarnya program ini memakai pendekatan riset aksi dan sangat terbuka pada masukan dan pengembangan program pengembangan diri dan atau pengembangan komunitas (community development).
Tim Program LR
Fak Psikologi & BUMN Peduli
Contact person:
Kwartarini WY (Psikologi) 081804227402
Yemo Wakulu (BUMN)