International Guest Lecture Series #5: Supporting Diverse Learners in Early Childhood Education Setting: A Global Perspective

Jumat (6/11), International Guest Lecture Series (IGLS) kembali diselenggarakan. Xie Huichao, Ph.D, dosen di National Institue of Education Singapore menjadi pemateri pada acara IGLS episode lima ini. Sebanyak 51 peserta mengikuti kegiatan ini secara daring.

“Supporting Diverse Learners in Early Childhood Education Setting: A Global Perspective” menjadi topik yang disampaikan oleh Huichao pada kuliahnya kali ini. Ia mengawali kuliahnya dengan memberikan gambaran terkait pendidikan inkulsi pertama untuk anak usia dini yang didirikan pada tahun 1970 di Amerika Serikat. Menurutnya pendidikan inklusi pada tahun tersebut tantangannya sangat berat dikarenakan masyarakat belum paham mengenai pendidikan inklusi. Yang mereka pahami, anak mereka yang tidak berkebutuhan khusus akan tertular dan mengidap down syndrom atau autisme jika berada dalam satu kelas dengan anak berkebutuhan khusus.

Seiring berjalannya waktu, pengetahuan terkait pendidikan inklusi terus berkembang termasuk kurikulum dan model intervensi yang digunakan di sekolah inklusi. Huichao yang berkecimpung dalam pendidikan inklusi di Singapura mengemukakan bahwa pada tahun 2016 untuk pertama kalinya Singapura memiliki sekolah inklusi untuk anak usia. Kindle Garden, menjadi pionir sekolah inklusi di Singapura. “Orang cukup kaget mengetahui fakta jika Singapura yang terkenal dengan sistem pendidikan yang sangat bagus, baru saja  memiliki sekolah inklusi untuk anak usia dini pada tahun 2016” ungkap Huichao.

Huichao mengungkapkan ada sedikitnya lima manfaat dari sekolah inklusi usia dini, manfaat tersebut diantaranya yaitu akan mendapat pekerjaan yang baik di usia dewasa, kurikulum individual dengan kesetaraan yang lebih tinggi, lebih sedikit ketidakhadiran di kelas dan masalah perilaku, hasil akademis yang lebih baik, dan meningkatkan keterlibatan siswa di kelas.

Namun, untuk mencapai tujuan tersebut ada tiga hal yang perlu diperhatikan agar hasil pembelajaran di sekolah inklusi dapat tercapai. “Tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu akses, partisipasi dan dukungan. Tanpa tiga hal ini sekolah inklusi tidak akan sukses.”

Menurut Huichao dukungan memegang peranan penting dari tiga hal tersebut. Dukungan yang diberikan tidak hanya dari satu pihak, namun dari semua pihak yang terlibat dalam terselenggaranya sekolah inklusi, diantaranya orang tua, guru, psikolog, maupun terapis. Sistem dukungan yang diterapkan merupakan sistem dukungan bertingkat. “Sistem dukungan bertingkat dibedakan berdasarkan tujuannya. Tingkat pertama digunakan untuk dukungan umum kepada semua orang, tingkat kedua untuk dukungan yang lebih fokus, tingkatan ketiga merupakan dukungan intensif,” jelas Huichao.

“Selanjutnya adalah tanggung jawab kita, kita adalah generasi baru dan menjadi tanggung jawab kita untuk memikirkan dan menjawab pertanyaan pada agenda berikutnya untuk menjembatani antara penelitian dan praktik. Pastikan penelitian tersebut diterapkan dalam praktik kelas sehari-hari, untuk membantu anak-anak berkembang lebih baik,” ujar Huichao pada akhir kuliahnya.