Center for Public Mental Health (CPMH) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar pertunjukan seni bertajuk A Visual Symphony for Mental Health di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, Kamis (15/2). Bekerja sama dengan jaringan Arts for Mental Health Advocacy (AMHA), pertunjukan ini merupakan upaya CPMH dalam mengadvokasi kesehatan mental melalui seni. AMHA sendiri merupakan kolaborasi penelitian antara Universitas Gadjah Mada, Universitas Warwick, Universitas Essex, Universitas Ghana, dan Universitas Middlesex London.
Berjumlah 500 undangan, pertunjukan ini dihadiri oleh perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dosen, praktisi, seniman, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum. Tokoh-tokoh kesehatan mental dari Ghana dan United Kingdom turut juga hadir disini, Prof. Erminia Colucci, Dr. Ursula Read, Dr. Lily Kpobi, Dr. Sarah Dorgbadzi, Esenam Drah, James Leadbitter, dan Zelda Solomon.
“Berawal dari CPMH kita mengenal AMHA, sebuah jejaring yang ingin menjadikan seni sebagai media untuk mempromosikan kesehatan mental. Kesehatan mental adalah salah satu isu yang menjadi prioritas di Fakultas Psikologi UGM, oleh karenanya kami berharap kolaborasi ini akan terus berjalan sehingga dapat semakin berkembang dan berguna bagi masyarakat,” ucap Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, Dr. Wenty Marina Minza, M.A.
“Kita berada disini menunjukkan bahwa kesejahteraan lahir batin masyarakat Indonesia harus terus diperjuangkan. Kesehatan mental adalah hal yang tidak dapat terpisahkan dari kesehatan fisik, kita perlu intens memperhatikan sebagaimana kita memedulikan kesehatan fisik. Acara ini menjunjung tinggi motto CPMH, mental health is everyone business,” ujar direktur CPMH, Diana Setiyawati, M.HSc.Psy., Ph.D., Psikolog.
“Hari ini nanti kita akan mendengar berbagai kisah bagaimana masyarakat Ghana dan Indonesia masih mendiskriminasi individu dengan penyakit mental. Kami berharap jaringan AMHA akan menjangkau lebih dari Ghana dan Indonesia untuk membawa manusia ke arah perubahan dan menceritakan cerita baru tentang bagaimana mereka melawan stereotip dan diskriminasi terhadap penyakit mental di lingkungan sosial tempat mereka tinggal,” ucap dosen sekaligus peneliti Universitas Essex United Kingdom, Dr. Ursula Read.
“Selama menjalankan projek, kami mempelajari cara-cara untuk mengekspresikan diri melalui seni kreatif. Saya merasa takjub karena ada begitu banyak kesamaan antara Ghana dan Indonesia,” kata Dr. Lily Kpobi dalam sambutan.
Selanjutnya, sambutan dari seniman asal United Kingdom yang tergabung dalam AMHA, James Leadbitter, “Saya telah berjuang dengan kondisi mental saya selama 27 tahun, dan selama 15 tahun di antaranya saya sudah menekuni dunia seni tentang kesehatan mental. Saya suka membuat aktivitas terkait kesehatan mental, karena terkadang lingkungan sosial menilai kita berdasarkan bagaimana orang lain melihat kekurangan, sakit, dan disabilitas yang kita miliki”.
Pertunjukan soundscape yang diiringi oleh teater gerak menjadi pembuka pada sesi pentas seni. Dilanjutkan dengan dialog pengalaman penyintas gangguan jiwa yang dibacakan oleh Prof. Dra. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med.Sc., Ph.D., Psikolog dan Dr. Sarah Dogbadzi. Selanjutnya, penonton menikmati sajak puisi dari Kwadwo Kwarteg sekaligus vidio persembahan dari youtuber asal Ghana, Esenam. Tidak kalah menarik, pertunjukan monolog penuh emosi ditampilkan oleh tujuh penyintas gangguan jiwa. Pertunjukan diakhiri dengan menyanyi bersama lagu berjudul “Nada Jiwa” oleh anggota AMHA.
Kegiatan International Arts Performance: A Visual Symphony for Mental Health ditutup dengan pemutaran film “Harmoni: Healing Together”.
Penulis : Relung Fajar Sukmawati