Jum’at (17/5) pukul 09.30-11.30 di auditorium G-100 diselenggarakan bedah buku format seminar bertajuk ‘Motivasi dengan Perspektif Psikologi Islam’ karangan Dr. Bagus Riyono, M.A. Buku tersebut merupakan bentuk lain dari disertasi beliau pada bulan Mei 2011. Acara ini diketuai oleh seorang dosen muda, Lu’luatul Chizanah, M.Si. Seminar juga dimeriahkan oleh tari Aceh dari komunitas SEPAT. Acara berjalan lancar.
Kerja sama dari Asosiasi Psikologi Islami (API) menggandeng Islamic Psychological Learning Forum dari BKM KMP pun membuahkan hasil. Peserta seminar mencapai 100 orang. Selain peserta berasal dari mahasiswa dan karyawan Psikologi UGM, juga datang dari fakultas lain baik S1 maupun S2, serta dari Universitas Islam Indonesia. Turut hadir di acara, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia, Sus Budiharto, M.Si., Psi.
Tiga pembicara dalam seminar ini yaitu Dr. Bagus Riyono, M.A., Fathul Himan, M.Psi., M.A., Ph.D, dan K.H. Hasan Abdullah Sahal. K.H Hasal Abdullah Sahal sendiri merupakan Pimpinan Pondok Modern Gontor saat ini. Perspektif bedah buku ini, berusaha mengkaji psikologi yang bernafas Islam. Psikologi Islam berusaha menganalisis konstrak motivasi tidak hanya di ranah Psikologi, namun juga perspektif Islam. Dasarnya, keilmuan dan agama sifatnya saling mendukung.
Mengajukan konstrak teori baru, yaitu teori R.U.H, motivasi terdiri dari risk, uncertainty, dan hope. Apabila dibandingkan dengan konstrak Islam, R.U.H mirip dengan raja’. Dalam bukunya, beliau juga menegaskan bahwa anchor sebagai inti dari pencarian motivasi tanpa henti. Terutama bagi Indonesia, yang masih berkembang secara perekonomian dan pendidikan. Seperti yang ditulis oleh harian Bernas Jogja di tahun 2010, anchor yang dimaksud oleh beliau memiliki dinamika paradoks antara kebebasan yang dinamis, dengan kecenderungan untuk mencapai kestabilan.
“Sangat suka buku ini, bandingkan teori barat dan Islam, bukti bagaimana teori barat ada yang terlewat dan bagaimana teori-teori baru itu muncul, diambil dari Al-Qur’an,” ujar pembicara undangan, Prof. Djamaludin Ancok, saat seminar. Beliau juga mengatakan bahwa perspektif dasar keduanya sangat berbeda. Perspektif Islam sangat positif, optimis dengan kemampuan psikologis manusia. Sebaliknya, pengambilan data teori barat, diambil dari subjek yang mengalami gangguan jiwa.
“Psikologi sangat subjektif. Seperti gosip. Saling melempar gosip dan kita meyakininya,” terang Dr. Bagus Riyono, M.A. Psikologi penuh dengan opini. Teori psikologi adalah opini pribadi dari pemilik yang diakui. “Jangan percaya pada opini. Percaya pada faktanya,” tegasnya.
“Pemikiran pribadi tidak bisa menjadi pegangan karena bersifat relatif,” imbuh Fathul Himan, M.Psi., M.A., Ph.D. Beliau juga menambahkan bahwa walaupun saat ini lama-kelamaan kita belajar untuk memaklumi ilmu psikologi yang sekarang.
Paparan dari K.H. Hasan Abdullah Sahal pun menggelitik. Ilmu psikologi ternyata bukan hal yang baru dalam Islam. “Asal muasal psikologi di Islam namanya ilmu nafs (diri-red),” ujar beliau. Melalui video call, beliau mengakhiri sesinya dengan mengatakan bahwa semua ilmu pasti punya asumsi dasar, termasuk psikologi. Psikologi Islam pun berasumsi, yang berasal dari Al-Qur’an, hadits, dan pakar ilmu nafs, seperti Al-Ghazali.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS.At-Tiin [95:4])