Arsip:

Rilis

Penderita Afasia Pascastroke Perlu Transformasi Diri

Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam hidup manusia. Ia menjadi alat bantu utama individu untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikis, serta sosial mereka. Individu yang mengalami sejumlah gangguan berbahasa akan menghadapi sejumlah masalah besar dalam hidup mereka. Keadaan ini terjadi pada individu yang mengalami gangguan afasia. Afasia adalah gangguan bahasa pada individu yang disebabkan oleh adanya gangguan fungsional pada jaringan otak pada area tertentu pada daerah hemisfer serebri.

“Gangguan afasia dapat ditandai oleh adanya gangguan pemahaman dan pengutaraan bahasa, baik lisan maupun tertulis,” papar Musdalifah Dachrud pada ujian terbuka program doktor Fakultas Psikologi UGM, Senin (10/11) di Fakultas Psikologi.

Dalam disertasinya berjudul "Pengalaman Kesepian Pada Penderita Afasia Pascastroke", Musdalifah menjelaskan bahwa penderita afasia pascastroke seringkali menjadi pribadi yang mudah tersinggung, impulsif, marah atau agresif terhadap orang lain. Secara khusus, keterisolasian secara fisik dan sosial secara psikis dapat mereka hayati sebagai perasaan terbuang dari orang lain.

“Dampaknya mereka akan merasa kesepian. Mereka merasa sepi dan sedih akibat kerinduan untuk berhubungan dengan orang lain,” tutur dosen tidak tetap pada STIKES Muhammadiyah Manado itu.

Ia mengatakan kesepian yang dirasakan subjek mencakup kesepian fisik, kesepian emosional, kesepian sosial, maupun kesepian eksistensial. Keterbatasan fisik menyebabkan subjek mengalami kesepian fisik, merasa jengkel, marah, dan sedih adanya ketidaksejalanan antara dorongan psikis dan respon tubuhnya.

Salah satu mekanisme yang ditempuh individu untuk keluar dari pengalamannya tersebut adalah dengan melakukan transformasi diri. Individu berusaha mengubah pandangan-pandangan mengenai diri, hidup, dan gangguan yang dijalani.

“Proses transformasi diri menjadikan individu menemukan dirinya yang baru. Mereka menjadi pribadi yang lebih matang,” katanya.

Di akhir paparan Musdalifah menyarankan agar penderita afasia terus optimis dan berusaha agar penyakitnya dapat pulih. Terbukti ada beberapa subjek yang awalnya mengalami gangguan afasia sangat parah, mereka dapat pulih dengan tingkat kepulihan yang sangat baik.

Selain itu bagi kelompok yang peduli dengan penderita afasia, perlu dibentuk komunitas peduli afasia pada level lokal dan nasional. Hal ini perlu dilakukan untuk mengedukasi masyarakat mengenai gangguan afasia dan cara penangannya.

“Dalam proses pemulihan itu dukungan sosial menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan,” pungkasnya. (Humas UGM/Satria)

sumber: ugm.ac.id

Psikologi UGM Rebut Juara 3 Lomba Debat Psikologi Universitas Padjajaran

Untuk menyiapkan generasi muda, khususnya mahasiswa psikologi, dalam menghadapi AFTA (Asean Free Trade Area), BEM Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran menyelenggarakan Psyweek 2014. Psyweek 2014 merupakan serangkaian acara yang berlangsung selama tiga hari, mulai tanggal 6-8 November 2014. Acara tersebut dilaksanakan di Jatinangor, Bandung dan terdiri dari tiga rangkaian acara: Napsyional (kumpul bareng mahasiswa psikologi Indonesia), Psyferia, dan Semnas (Seminar Nasional).

Pada Psyweek 2014 yang terbuka bagi mahasiswa psikologi di seluruh Indonesia ini, tiga orang mahasiswa psikologi UGM turut berpartisipasi. Mereka bertiga unjuk gigi dalam lomba debat yang merupakan bagian dari Psyferia. Tidak tanggung-tanggung, piala juara tiga dapat mereka gondol menuju Yogyakarta.

Perjuangan meraih juara tiga tidaklah mudah. Semua ini berawal dari Ditta, mahasiswi psikologi UGM 2012, yang mengetahui adanya lomba debat psikologi UNPAD. Ia mengajak teman-temannya untuk menjadi satu tim debat bersamanya. Akan tetapi, sampai tiga hari ditunggu, tidak ada satu pun yang ingin ikut. Akhirnya, Ditta mengajak dua orang teman satu angkatannya, Anggrelika dan Annisa, yang menurutnya potensial.

Dita, Anggrelika, dan Annisa menempati posisi yang berbeda, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Annisa bertanggung jawab pada posisi pembicara pertama yang bertugas untuk membuka, mengarahkan jalannya debat, menegakkan argumen dan sikap. Posisi pembicara kedua ditempati oleh Anggrelika yang siap menganilisis dan memberikan pernyataan sikap yang disertai data dan bukti ilmiah. Pembicara tiga yang harus mampu mengambil celah untuk menjatuhkan lawan dan melakukan serangan sekaligus menegaskan sikap tim diamanahkan kepada Ditta.

Pertandingan berjalan sengit pada tahap semi final antara tim UGM (Ditta dkk) melawan tim UI. Sampai-sampai dewan juri yang berasal dari UNPAD, alumni UI, tim debat ITB, dan Maranata harus berunding selama 30 menit. Akhirnya, diputuskan bahwa UI lah yang akan melenggang untuk memperebutkan jura 1 dan juara 2. Tim Ditta cs sempat tidak menerima keputusan tersebut karena tim UI dirasa sangat minim data dan menyerang tanpa solusi. Walaupun begitu, akhirnya tim psikologi UGM harus berbesar hati menjadi juara ketiga setelah berhasil mengalahkan UIN Sunan Kalijaga.

Pada penutupan acara keseluruhan terjadi hal yang menarik. Bukannya menghampiri juara 1 (UNPAD) dan juara 2 (UI), dewan juri malah mengahampiri tim UGM. Yang lebih mengejutkan, dewan juri mengatakan bahwa sebenarnya tim UGM bisa menjadi jura 1. Menurut pengakuan Ditta, apa yang dilakukan dewan juri ini adalah suatu kehormatan bagi Ditta dan dua teman satu timnya, Anggrelika dan Annisa.

Sepulang dari perlombaan, Ditta dkk berpendapat bahwa perlu adanya suatu komunitas di psikologi UGM yang mewadahi minat mahasiswa dalam mengikuti perlombaan psikologi. Hal itu sangat penting mengingat prestasi merupakan salah satu indikator keberhasilan sebuah universitas. Oleh karena itu, mereka berharap Fakultas Psikologi UGM dapat mendukung dan merealisasikan komunitas tersebut. Memang, Ditta, Anggrelika, dan Annisa berkeyakinan kuat bahwa hardskill saja tidak cukup untuk menghadapi masa depan. Sudah saatnya mahasiswa mengembangkan softskill. [Marsa]

Raih Doktor Usai Teliti Literasi Awal Anak Dalam Keluarga

Kemampuan literasi atau kemampuan baca-tulis, merupakan kemampuan yang penting dalam proses perkembangan anak sekolah. Kemampuan membaca yang rendah diasosiasikan dengan rendahnya prestasi sekolah, kurangnya kemampuan literasi saat dewasa, serta meningkatnya masalah perilaku dan tingkat putus sekolah.

“Membaca itu merupakan satu keterampilan terpenting dalam budaya modern saat ini. Oleh karena itu stimulasi pencapaian kemampuan literasi mulai dari awal sejak usia prasekolah penting dilakukan,” tutur Lisnawati Ruhaena pada ujian terbuka program doktor Fakultas Psikologi UGM, Senin (3/11) di F. Psikologi.

Dalam disertasinya berjudul "Faktor-Faktor Penentu Kemampuan Literasi Awal Dalam Konteks Keluarga", Lisna menilai keyakinan literasi holistik orang tua, rutinitas keluarga serta penggunaan teknologi multimedia ternyata tidak menjadi faktor penentu kemampuan literasi awal seorang anak. Selain itu aktivitas literasi di rumah juga belum berfungsi optimal untuk mengembangkan literasi awal anak. Literasi keluarga (family literacy) belum berkembang sedangkan paradigma keluarga sebagai aset atau modal bagi pengembangan potensi literasi awal anak (strength-based approach) belum tercipta.

“Stimulasi pencapaian kemampuan literasi awal anak lebih berfokus pada sekolah daripada rumah,” kata Lisnawati.

Lisnawati menambahkan subjek penelitian ini sebanyak 206 orang tua yang memiliki anak prasekolah usia 5-7 tahun di Surakarta. Menurut Lisna data tentang penggunaan teknologi multimedia, rutinitas keluarga, keyakinan holistik orang tua, dan aktivitas literasi di rumah dikumpulkan dengan empat skala yang diisi oleh ibu sedangkan data kemampuan literasi awal dikumpulkan dengan pengetesan terhadap anak.

“Aktivitas literasi awal anak di rumah juga tidak berperan sebagai mediator antara orang tua dengan kemampuan literasi awal anak prasekolah,” kata staf pengajar di Fakultas Psikologi UGM itu.

Hasil penelitian yang dilakukannya juga terungkap bahwa pemahaman orang tua tentang cara pengembangan literasi awal anak sejak dini di rumah tergolong tinggi. Hanya saja pemahaman ini masih belum mendorong orang tua untuk melakukan aktivitas literasi yang kontekstual seperti bermain dan membaca buku tetapi lebih banyak mengajar langsung. Sementara itu frekuensi penggunaan teknologi multimedia televisi dan komputer berada pada kategori cukup, namun belum banyak digunakan untuk mengembangkan potensi literasi awal.

“Menonton tv yang bersifat pasif menerima rangsang lebih sering dilakukan anak daripada aktivitas interaktif dalam komputer. Namun, rutinitas terkait percakapan lebih sering dilakukan sehingga membuat orang tua lebih banyak memberikan arahan verbal daripada stimulasi,” urai Kepala Program Studi Magister Psikologi Profesi UMS itu.

Di akhir paparan Lisnawati berharap kepada orang tua maupun pendidik untuk menekankan kepada anak bahwa membaca buku dan bermain terkait literasi perlu lebih dimanfaatkan sebagai aktivitas literasi yang memberi pengalaman menyenangkan. Hal tersebut penting dilakukan untuk mengembangkan literasi awal agar permasalahan kurangnya minat dan kebiasaan membaca dan menulis anak dapat diatasi. (Humas UGM/Satria)

sumber: ugm.ac.id

Ali Ghufron: Tugas Berat Menkes Nila Moeloek, Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Anak

YOGYAKARTA – Mantan Wamenkes RI, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., mengatakan salah satu tugas berat yang dipikul oleh Prof Nila Moeloek selaku Menteri Kesehatan (Menkes) yang baru dilantik adalah menekan angka kematian ibu dan anak. Pasalnya jumlah angka kematian ibu dan anak saat ini makin tinggi dalam lima tahun terakhir. Bila sebelumnya jumlah angka kematian ibu dan anak hanya 228 per 100.000 kelahiran hidup, namun pada tahun 2013 lalu melonjak menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Ghufron, banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan anak ini yakni, tidak berjalannya penerapan program kebijakan kesehatan di tingkat daerah, minimnya fasilitas dan tenaga kesehatan, buruknya infrastruktur dan makin banyaknya perempuan yang menikah dibawah umur 19 tahun. “54 persen perempuan menikah dibawah 19 tahun,” kata Ghufron kepada wartawan usai membuka konferensi Neuropsychologi di Grha Sbaha Pramana UGM, Rabu (29/10).

Menurut Ghufron, umumnya perempuan yang meninggal saat melahirkan disebabkan tiga faktor utama. Pertama keterlambatan pembuatan keputusan untuk menentukan tempat kelahiran yang masih ditentukan oleh orang tua. Kedua, hambatan akses jalur transportasi dan keterlambatan penanganan tenaga bidan dan dokter. “Sebagian besar kematian ibu dan anak karena akibat pendarahan, infeksi,terlalu muda menikah, sering melahirkan, terlalu dekat melahirkan dan usia terlalu tua saat hamil,” tandasnya.

Di samping itu, minimnya kantong darah di rumah sakit saat si ibu mengalami pendarahan saat melahirkan. “Jangankan kantong darah, dokter pun kadang tidak siap di tempat,” ujar Guru Besar FK UGM ini.

Menurutnya persoalan tingginya angka kematian ibu dan anak ini menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian Kesehatan di samping masih minimnya alokasi anggaran kesehatan yang hanya 2,5 % dari APBN. “Amanat Undang-undang seharusnya 5 persen dari APBN dan 10 % dari APBD di daerah,” terangnya.

Ghufron mengharapkan program Indonesia Sehat yang dicanangkan oleh presiden Joko Widodo seharusnya bisa mendorong pemerintah daerah untuk mulai betul-betul memeperhatikan persoalan kesehatan di pelosok daerah. Di samping mengevaluasi penggunaan BPJS dan pelayanan rumah sakit dalam melayani pasien dari keluarga miskin.

Sementara Dekan Fakultas Psikologi, Supra Wimbarti, M.Sc., Ph.D., dalam sambutannya pada Konferensi Neuropsikologi mengatakan tujuan digelarnya konferensi neuropsikologi dalam rangka mengejar ketertinggalan pendidikan Indonesia dari neuropsikologi dari luar. Menurutnya neurosains merupakan cabang ilmu baru yang bersifat multidisipliner yang menggabungkan ilmu psikologi, kedokteran, biologi dan ilmu instrumentasi serta ilmu pemasaran. “Kita ingin membentuk asosiasi neuropsikologi Indonesia, lewat asosiasi ini saya yakin cabang ilmu ini akan berkembang lebih pesat,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

sumber: ugm.ac.id

Fakultas Psikologi UGM Luluskan 21 Ilmuwan dan 18 Psikolog

 

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada  kembali menyelenggarakan acara pelepasan wisudawan pascasarjana (23/10/2014). Jumlah lulusan dari Program Magister Psikologi  sebanyak 21 ilmuwan dan 18 psikolog dari Magister Psikologi Profesi. Hingga saat ini, keseluruhan lulusan pascasarjana dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada berjumlah 2052 orang.

Magister Psikologi
Pada periode awal tahun ajaran ini tiga orang meraih predikat cumlaude  . Pertama, Dita Rachmayani dengan indeks prestasi kumulatif (IPK)     3,88 ditempuh selama 1 tahun 11 bulan. Kedua, Hermeilia Megawati dengan IPK 3,83    ditempuh selama 2 tahun 5 bulan. Terakhir, Flavia Norpina Sungkit dengan IPK 3,76    ditempuh selama 2 tahun.
Magister Psikologi Profesi

Fakultas Psikologi kali ini memberikan penghargaan kepada Dita Rachmayani dan Kumala Windya Rochmani sebagai lulusan dengan naskah publikasi tesis terbaik. Tesis Dita berjudul literasi digital sebagai mediator hubungan antara ciri kepribadian extraversion, neuroticism dan openness to experience dengan psychological well-being pada remaja pengguna teknologi bimbingan Dr. Neila Ramdhani, M.Si., M.Ed. Sedangkan tesis karya Kumi panggilan akrab  Kumala Windya Rochmani berjudul online autism literacy to enhance parental acceptance yang juga bimbingan Dr. Neila.

Prosesi pelepasan wisuda pascasarjana bertempat di ruang auditorium fakultas.  Sumpah profesi psikolog bagi lulusan Magister Psikologi Profesi mengawali acara. Para rohaniawan turut menyaksikan prosesi sebut. Penandatangan sumpah psikolog diwakili oleh Tri Winarsih. Selanjutnya penyerahan transkrip kepada para lulusan, sambutan, pemberian penghargaan dan kenang-kenangaan. Acara terakhir pelepasan wisudawan pascasarjana pun ditutup dengan doa.

Fakultas Psikologi UGM Menuju Sertifikasi AUN-QA

Pada 2014, Fakultas Psikologi UGM bersama tiga fakultas lain di UGM mengajukan diri untuk dinilai oleh AUN-QA. Proses penilaian tersebut dilaksanakan pada 21-23 Oktober 2014. Ada dua asessor yang bertugas menilai Fakultas Psikologi, yaitu Mr. Johnson Ong Chee Bin dan Assoc. Prof. Dr. Brian Canlas Gozun.

AUN-QA (ASEAN University Network-Quality Assurance) adalah program yang diinisiasi oleh ASEAN University Network sejak tahun 1998. Misi program tersebut adalah untuk menyelaraskan standar pendidikan sekaligus mencari peningkatan berkelanjutan dalam kualitas akademik Universitas di ASEAN. Asesmen AUN-QA pertama dibuka pada Desember 2007, hingga 2012 telah berhasil menilai sebanyak tujuh universitas di empat negara dengan 37 program studi.

Di hari pertama penilaian, pihak rektorat yang diwakili Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D selaku wakil rektor bidang kerjasama dan alumni membuka acara secara resmi di gedung pusat UGM. Kemudian disusul presentasi dari dekan Fakultas Psikologi, Supra Wimbarti., M.Sc., Ph.D. Setelah itu, kedua assessor bergerak ke Fakultas Psikologi, dengan mengadakan pertemuan bersama pihak dosen disusul dari peserta mahasiswa secara terpisah.

Mahasiswa yang hadir pada saat penilaian AUN berasal dari angkatan 2011-2014. Pada sesi pertemuan dengan mahasiswa, asessor mengajukan beberapa pertanyaan evaluatif seputar kehidupan kampus dan proses belajar mengajar. Diantaranya adalah cara penilaian tugas mata kuliah, fungsi DPA (Dosen Pembimbing Akademik), prospek setelah lulus kuliah.

Pada hari kedua, kedua assessor bertemu dengan tenaga kependidikan, alumni, dan pengguna dari pihak masyarakat, serta berkunjung ke sudut-sudut ruang unit-unit fakultas. Di hari terakhir, mereka kembali ke gedung pusat UGM bertemu pihak rektorat, mempresentasikan temuan untuk pengembangan kualitas mutu pendidikan Fakultas Psikologi.

Tujuan Fakultas Psikologi mengikuti penilaian AUN adalah untuk mengetahui berapa nilai Fakultas Psikologi UGM di kancah ASEAN saat ini. Tidak hanya itu, salah satu manfaat dari penilaian AUN adalah munculnya peluang bagi mahasiswa psikologi untuk melakukan student exchange. Oleh karena itu, Supra Wimbarti menghimbau agar di dalam proses penilaian tidak perlu “membagus-baguskan”, karena tujuan dari AUN untuk improvisasi kualitas Fakultas Psikologi UGM.

Alifah Fajariah | Marsa Amalia Aniq | Sussanti

Empat Prodi di UGM dinilai Tim AUN-QA

Tim dari ASEAN University Network-Quality Assurance (AUN-QA) kembali melakukan penilaian terhadap empat program studi milik UGM. Penilaian untuk Program Studi Kedokteran Hewan, Anthroplogi, Psikologi dan Teknik Mesin, ini berlangsung selama tiga hari (21-23/9).

Prof. Dr. L. Hartanto Nugroho, M.Agr selaku ketua pelaksana kegiatan mengungkapkan penilaian Tim AUN-QA kali ini merupakan suatu penilaian guna mendapatkan semacam bench marking. Bahwa program-program studi yang ada di UGM dinilai sesuai standar milik AUN-QA.

"Jadi bukan akreditasi tetapi sertifikasi yang intinya pada bench marking, prodi-prodi di ukur dengan standarnya AUN-QA dan akan menempati posisi seberapa", ujarnya di ruang Multimedia, Selasa (21/10).
Hasil dari penilaian tersebut, menurut Hartanto Nugroho, berupa masukan-masukan kualitas dan sertifikat. Sertifikat yang diperoleh berlaku selama 4 tahun, dan setelah itu prodi-prodi idealnya akan mendapat penilaian kembali untuk mendapat sertifikasi.

Sebagai contoh Fakultas Kedokteran UGM untuk Program Studi Pendidikan Dokter. Program studi ini di tahun 2015 akan kembali di assesment oleh AUN-QA untuk mendapatkan sertifikasi.
"Program Studi Pendidikan Dokter di assesment tahun 2009 dan akan di re-sertifikasi lagi tahun depan", paparnya.

Hartanto Nugroho menjelaskan untuk tahun 2014, AUN-QA melakukan visitasi dua kali di UGM. Sebelumnya di bulan September 2014, AUN-QA telah melakukan penilaian untuk tiga program studi, yaitu Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan (Fakultas Pertanian), Teknologi Industri Pertanian (Fakultas Teknologi Pertanian) dan Matematika (Fakultas MIPA).

Dijelaskannya, untuk sekali melakukan visit AUn-QA hanya sanggup melakukan penilaian maksimal 4 program studi. Penilaian tersebut meliputi 15 standar yang telah ditetapkan AUN-QA, antara lain kompetensi lulusan, spesifikasi program studi, program pembelajaran, kualitas dosen, kualitas karyawan, kualitas mahasiswa, sarana dan prarasarana, program peningkatan kualitas yang meminta masukan dari stake holder, alumni dan mahasiswa, evaluasi program pembelajaran dan output-outputnya.

"Itu standar yang telah ditentukan. AUN-QA ini khusus untuk program S1, dan di UGM ada 68 program studi. Sejak tahun 2009 hingga 2014 baru 17 program studi yang mendapat penilaian. Jadi masih banyak yang belum, karena memang adanya keterbatasan assesor", jelasnya.

Disamping menyiapkan SDM untuk menuju komunitas Asean di tahun 2015, penilaian AUN-QA bertujuan peningkatan kualitas secara berjenjang. Jika secara nasional berturut-trut mendapat akreditasi A, maka artinya institusi siap go internasional.

"Arahnya go internasional, itu langkah paling strategis dengan mengukur sesuai standar Asean. Jika nantinya di Asean sudah baik, menginjak ke Eropa", tambahnya.

Prof. Dr. Nantana Gajaseni, Direktur Eksekutif AUN mengatakan UGM merupakan satu-satunya universitas yang paling banyak memiliki program studi yang tersertifikasi diantara universitas-universitas anggota AUN-QA. Dalam penilaian UGM terus melakukan upaya-upaya dan telah membuktikan dengan berbagai prestasi-prestasi yang diraih.

"Saya menyaksikan progres kualitas kemajuan di UGM. UGM yang paling banyak mendapat sertifikasi dari semua perguruan tinggi di Asean anggota AUN-QA", tuturnya. (Humas UGM/ Agung)

sumber: https://ugm.ac.id

Hidup Kesehatan Mental di Indonesia

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada menjadi tuan rumah lokakarya penutup program Inter-University, program kolaboratisi  Universitas Gadjah Mada, Universitas Syiah Kuala, dan Harvard Medical School yang didanai United States Agency International Development (USAID). Lokakarya tersebut membahas pengembangan kerjasama penelitian aksi untuk pengembangan sistem layanan kesehatan mental masyarakat. Turut hadir Prof. Byron Good, Ph.D. dan istrinya Prof. Mary Jo Good, Ph.D. Peserta sekitar 200 orang berasal dari puskesmas dan dinas kesehatan se-DIY, psikiater, kader dan peneliti kesehatan mental (8-9/9).

Byron Good dalam sambutannya mengatakan telah 16 tahun meneliti dan turut mengembangkan sistem kesehatan mental di Indonesia. Di Yogyakarta, ia sering berkunjung ke rumah-rumah yang anggota keluarganya mengalami masalah kesehatan mental dari yang tidak diobati sampai yang dipasung. Di Aceh, turut membantu menangani gangguan kesehatan mental pasca tsunami. "Kami berharap dari proyek ini ada kerjasama dari universitas, puskesmas, rumah sakit, kader kesehatan tidak hanya melakukan penelitian tapi membentuk komunitas untuk membangun sistem kesehatan mental yang lebih baik terutama bagi ibu dan anak di Indonesia. Kami menyambut positif adanya UU Keswa dan semoga akan ada kerjasama lagi di tahun yang akan datang", paparnya.

Dr. dr. Carla Marchira, Sp.KJ (K) yang juga tim inti dari proyek USAID ini merasa terharu atas perhatian profesor luar negeri (Byron Good dan Mary Jo Good) yang begitu tinggi. "Lokakarya penutup ini semoga menjadi salah satu starting point bagi kita orang Indonesia untuk serius dan selamat datang para pejuang-pejuang kesehatan mental. Hidup Kesehatan mental di Indonesia.", cetusnya.

Program yang telah berlangsung selama tiga tahun terhitung Juli 2011 s/d Juli 2014, didasarkan pada hubungan yang unik dan khas para akademisi di ketiga universitas yang terlibat, serta kerjasama dengan Kementrian Kesehatan di tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten untuk membangun dan melakukan pengujian atas model-model yang inovatif bagi penyediaan layanan kesehatan mental masyarakat di Indonesia.

Tujuan pokok lokakarya tersebut sebagai ajang presentasi hasil penelitian dari setiap kelompok peneliti berupa rangkaian aktivitas-aktivitas penelitian, hasil penelitian, dan dokumentasi lain yang dihasilkan. Melalui acara ini harapkan adanya komitmen dari stake holders kesehatan mental untuk mengurusutamakan isu pengembangan dan perbaikan layanan kesehatan mental di Indonesia yang terjangkau oleh semua kalangan.

Informasi detail terkait acara tersebut dapat dilihat di kerangka acuan berikut, silakan unduh.

Memasuki Usia ke-50, Fakultas Psikologi Bangun Gedung Baru

Memasuki usia ke-50 tahun, Fakultas Psikologi UGM akan memiliki gedung baru berlantai 6. Pencanangan dimulainya pembangunan dilaksanakan hari Jum’at (5/9), bersamaan pembukaan Lustrum X Fakultas Psikologi UGM.

"Pembangunan Gedung D dan pembukaan Lustrum ke-10, ini sungguh amat membanggakan Fakultas Psikologi UGM. Ini merupakan perwujudan mimpi kita untuk mendapatkan ruang yang lebih banyak guna melaksanakan tugas utama yakni Tri Dharma pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat," ungkap Dekan Fakultas Psikologi UGM, Dr. Supra Wimbarti.

Dikatakannya, jumlah ruang yang dimiliki Fakultas Psikologi saat ini sudah tidak memadai lagi untuk melaksanakan kegiatan pendidikan. Terlebih dengan proyeksi 10 tahun kedepan. Dijelaskannya pula, gedung baru yang akan dibangun memiliki luasan lebih kurang 4.500 m2 dengan panjang 38 m dan lebar 15 m. Pembangunan diperkirakan menghabiskan biaya 25,5 miliar dan akan selesai dalam waktu delapan bulan.

"Bulan April 2015 diharapkan selesai. Kami mohon maaf bila selama pembangunan gedung terjadi ketidaknyamanan yang disebabkan oleh bising dan debu, terutama mahasiswa dan pegawai yang belajar dan bekerja di kawasan kluster Sosial Humaniora," katanya.

Terkait lustrum, kata Supra Wimbarti, usia 50 tahun bagi manusia adalah usia tengah baya. Namun, untuk ukuran usia sebuah perguruan tinggi, terlebih institusi yang sama di sebuah negara maju, usia tersebut belum apa-apa.

"Karena itu, dengan semangat pembangunan gedung dan semangat lustrum semoga setengah abad Fakultas Psikologi UGM, bisa sepenuh hati menjadikan Indonesia tangguh dan bahagia," paparnya.

Pencangan pembangunan dan pembukaan Lustrum X Fakultas Psikologi UGM dilakukan Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset, Prof. Dr. Ir. Budi Santoso Wignyosukarto, Dip.HE. Pembukaan dimeriahkan dengan senam sehat bersama, flashmob, pelepasan balon berhadiah, musik, dan pembagian aneka doorprize.

Drs. Maryono, M.Si, ketua panitia mengatakan berbagai rangkaian kegiatan akan dilaksanakan meramaikan Lustrum X Fakultas Psikologi UGM. Disamping kompetisi flashmob, akan digelar pentas wayang spesial dengan menampilkan tiga dalang dalam satu panggung.

"Seperti Psikologi Perkembangan, maka dalang yang akan manggung adalah dalang anak-anak, dalang dewasa dan dalang lansia. Semoga dengan lustrum ini Indonesia menjadi tangguh dan bahagia," tuturnya. (Humas UGM/ Agung)

sumber: ugm.ac.id

Dosen UIN Maliki Malang Raih Doktor di UGM

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maliki Malang, Ali Ridho, M.Si., berhasil meraih gelar doktor dari Fakultas Psikologi UGM, Rabu (27/8). Pria kelahiran Pati, 36 tahun lalu ini dinyatakan lulus pada ujian promosi doktor usai mempertahankan disertasi berjudul “Differential Item Functioning Pada Tes Multidimensi”. Bertindak sebagai promotor Prof. Dr. Saifuddin Azwar, M.A.Sementara ko-promotor oleh Prof. Djemari Mardapi., M.Pd., Ph.D.

Dalam kesempatan itu Ali memaparkan bahwa hasil penelitian tentang Differential Item Funtioning (DIF) yang dilakukan pada Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (SPMB-PTAIN) tahun 2012. Penelitian difokuskan pada mata uji potensi akademik.

Dari eksplorasi dengan instrumen DIMTEST, DETECT, dan HCA/CCPROX diketahui respon peserta tes terhadap tes potensi akademik bersifat multidimensi. Adapun struktur dimensi yang terbentuk dalam tes potensi akademik ini bersifat sederhana yang hanya terdiri dari empat dimensi yaitu kosakata, verbal, kuantitatif, dan simbol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa DIF multidimensi terjadi pada sembilan aitem dalam masing-masing komponen analogi, analitik, aritmatika, dan geometri yang menguntungkan laki-laki. Sedangkan terdapat tujuh aitem pada komponen aritmatika dan komparasi yang menguntungkan perempuan. Lalu lima pada komponen analogis, logis, dan aritmatika yang emnguntungkan semua siswa lulusan SMA.

“Sementara itu adanya perbedaan multidimensionalitas antara kelompok fokal dan referensi tidak memicu munculnya DIF pada aitem. Kemudian pada aitem-aitem yang terdeteksi DIF multidimensi mempunyai karakteristik sensitivitas daya beda yang tidak sama pada kelompok fokal dan referensi,” urainya. (Humas UGM/Ika)

sumber: ugm.ac.id