Arsip:

Rilis

Psmilechology: Stand Fakultas Psikologi di UGM Expo 2015

expoUGM kembali mengadakan rangkaian UGM Expo (28 Sept- 2 Okt) untuk menyambut Dies Natalies ke-66 di Grha Sabha Pramana. Fakultas Psikologi pun turut memeriahkan acara bekerja sama dengan unit Center for Public Mental Health. Dalam pelaksanaannya, stand diisi oleh 35 orang volunteer yang berasal dari mahasiswa Fakultas Psikologi  angkatan 2013-2015.

Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental yang jatuh pada tanggal 10 Oktober, Fakultas Psikologi pun mengangkat isu tersebut mengingat pentingnya kesehatan mental bagi masyarakat. Selaras dengan tema  “Psmilechology”, Fakultas Psikologi mengajak masyarakat untuk mengingat pentingnya kesehatan mental dengan cara berbahagia melalui senyum. “Salah satu wujud sehat mental adalah berbahagia dan langkah sederhana untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut adalah dengan tersenyum”, ujar Anggit Nursasmito selaku Wakil Ketua Pelaksana.

Para pengunjung stand disuguhkan layanan Psmilechology:  Stand Fakultas Psikologi  di UGM Expo 2015 konseling, deteksi dini kecemasan dan depresi serta game big five personality dan gaya percintaan. Menurut Anggit, pengunjung sangat antusias dan ingin berkonsultasi lebih lanjut mengenai kondisi psikologis mereka. Pengunjung yang datang kami tawarkan untuk mengikuti tes BAI (Beck Anxiety Inventory) dan BDI (Beck Depression Inventory)  kemudian mereka berkonsultasi mengenai hasil tes”, tutur Anggit. Selesai mengikuti serangkaian tes dan berkonsultasi, pengunjung diarahkan menuju corner photobooth dan menuliskan arti bahagia bagi mereka masing-masing. Hal ini dimaksudkan sebagai langkah sederhana untuk mewujudkan kebahagiaan dengan mengetahui makna bahagia.

Selama lima hari acara UGM Expo, stand Fakultas Psikologi telah dikunjungi lebih dari 500 orang dari berbagai lapisan masyarakat, diantaranya pelajar, mahasiswa, akademisi, dan lain-lain. Tampaknya masyarakat mulai meningkatkan awareness terhadap kesehatan mental dengan mencoba berkonsultasi kepada psikolog. “Semoga Fakultas Psikologi lebih sering mangadakan acara yang berhubungan langsung kepada masyarakat karena di luar sana masih banyak yang membutuhkan”, ungkap Anggit. Mari kita wujudkan bersama masyarakat Indonesia yang sehat mental! (Alifah)

Fakultas Psikologi Gelar Workshop Ketahanan Keluarga

Banyak faktor mengancam ketahanan keluarga Indonesia. Salah satu faktor berpengaruh adalah media elektronik, seperti televisi. Berbagai kerapuhan dalam membangun keluarga dipertontonkan, semisal kekerasan dalam rumah tangga.

“Dalam diri anak-anak sekarang ini dipertontonkan pembunuhan di televisi, sebenarnya kekerasan di dalam keluarga berawal dan paling besar mempengaruhi adalah media elektronik. Entah itu televisi atau media elektronik lainnya”, kata GKR Hemas di Fakultas Psikologi UGM, Jum’at (11/9) pada Workshop  Penentuan Indikator Ketahanan Keluarga: Perspektif Akademis, Pemangku Kebijakan dan Pakar Keluarga.

Sebagai anggota DPD RI, GKR Hemas mengungkapkan bila saat ini DPD RI sedang merancang UU Kerasan terhadap Perempuan dan Anak. Dengan legislasi UU ini diharapkan menjadi acuan nantinya baik untuk pemerintah maupun masyarakat.

GKR menambahkan berbagai kasus kehamilan anak-anak saat ini semakin tahun semakin maju. Jika di tahun 1980-an terjadi pada anak-anak usia SMA, maka di tahun 1990an merambah anak-anak SMP. Bahkan, di tahun 2000-an sudah semakin lebih kecil lagi.

“Dan sekarang mengakhiri tahun 2000 ini, bukan hanya kehamilan, tetapi juga kekerasan seksual pada anak-anak. Di tahun 1990an, saya sudah mengusulkan perubahan sistim pendidikan, bahwa pendidikan bukan hanya secara formal saja, namun harus disisipi pendidikan seksual. Karena kita harus bisa memberikan pemahaman pada masyarakat, khususnya anak-anak kita”, tuturnya.

Hal yang sama disampaikan Hj Tri Kirana Muslidatun, S.Psi, istri Walikota Jogja. Banyak ancaman terhadap ketahanan keluarga dengan berbagai kasus yang ada. Dari mulai penyimpangan seks dalam keluarga hingga kekerasan ibu terhadap anak, penyalahgunaan narkoba dan lain-lain.

Karena itu, Tri Kirana berharap masyarakat membangun kesadaran bagi terwujudnya keluarga yang tangguh. Bahwa ketahanan dan ketangguhan dalam keluarga dapat dilakukan dengan aksi yang nyata.

“Banyak tantangan dihadapi keluarga, diantaranya informasi seks bebas yang ada di internet. Saya sesungguhnya berharap Indonesia memiliki bank data, seperti di Singapura, Malaysia bahkan Cina. Melalui face book saja yang berbau porno bisa masuk, karena itu pemerintah jangan hanya membuat planning, tapi tidak terealisasi”, ujarnya (Humas UGM/ Agung).

Sumber: https://ugm.ac.id

Permainan Tradisional Tingkatkan Kompetensi Sosial Anak

Dewasa ini agen-agen sosialisasi yang berpengaruh terhadap perkembangan sosial tidak hanya keluarga dan sekolah, melainkan televisi dan video games juga menjadi agen penting yang mempengaruhi perkembangan sosial anak. Hal ini menandakan bahwa budaya sekarang yang banyak didominasi oleh teknologi digital turut memberi sumbangan terhadap perkembangan anak.

“Perolehan kemampuan sosial anak dari agen-agen yang serba instan dan kurang memperhatikan nilai-nilai edukasi akan mengarah kepada terbentuknya kompetensi sosial yang juga instan,” kata Dra. Iswinarti, M.Si dalam ujian terbuka program doktor Fakultas Psikologi UGM, Senin (7/9) di Auditorium Fakultas Psikologi UGM.

Iswinarti menambahkan penelitian tentang pengaruh teknologi digital seperti video game dan komputer terhadap perkembangan anak telah menunjukkan hasil yang konsisten. Penggunaan internet dalam bermain game atau game online secara potensial akan menimbulkan bahaya kesehatan fisik dan mental. Agresivitas merupakan salah satu efek yang berarti dari bermain video game tersebut.

“Sebagian besar game digital mengandung elemen kekerasan seperti perkelahian dan pengrusakan yang menyebabkan kematian atau kecelakaan orang lain,”katanya.

Dalam disertasinya berjudul “Pengaruh Permainan Tradisional melalui Metode Expermiental Learning terhadap Kompetensi Sosial Anak Usia Sekolah”, Iswinarti melihat permainan tradisional yang berupa game punya nilai manfaat terhadap perkembangan fisik-motorik, intelektual, sosial ekonomi, emosional dan kepribadian anak.  Ia mengatakan permainan tradisional punya nilai-nilai sosial dan psikologis yang tinggi tetapi ada beberapa kendala yang akan dialami dalam menerapkan kembali permainan ini pada anak.

“Tidak adanya pewarisan, tidak adanya lahan, dan anak lebih tertarik permainan lain yang lebih modern,” imbuh dosen Universitas Muhammadiyah Malang itu.

Pada penelitiannya ini Iswinarti mengemukakan metode BERLIAN, yaitu Bermain, ExpeRiential, LearnIng, Anak. Metode ini berfungsi membantu anak menemukan makna dari pengalaman ketika mereka bermain permainan tradisional. Salah satu hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak SD di Malang ini menunjukkan bahwa anak-anak yang bermain permainan tradisional disertai metode BERLIAN lebih mengalami peningkatan kompetensi sosial dibandingkan anak-anak yang bermain permainan tradisional tapi tidak disertai dengan metode BERLIAN. (Humas UGM/Satria)

Sumber: https://ugm.ac.id

Khasanah Psikologi Nusantara dalam Sekolah Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram (KAS)

Untuk ketiga kalinya Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Sekolah Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram (KAS). Sekolah KAS diselenggarakan  pada 3-6 September 2015 oleh Fakultas Psikologi UGM bekerja sama dengan unit CICP (Center for Indigenous and Cultural Psychology).

Sekolah Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram (KAS) adalah serangkaian kegiatan dengan konsep sekolah dengan seminar, diskusi dan workshop yang mengaplikasikan ajaran kawruh jiwa Ki Ageng Suryomentaram. Kegiatan yang berlangsung selama empat hari bertururt-turut ini diisi oleh narasumber yang telah berpengalaman di bidangnya untuk membantu peserta memahami ajaran kawruh jiwa dan meningkatkan kualitas hidup dalam keseharian.

Pembukaan sekolah KAS dihadiri oleh Dekan Fakultas Psikologi, Dr. Supra Wimbarti M.Si dan Ketua CICP, Dr. Wenty Marina Minza, S.Psi., M.A. Selain kehadiran pihak Fakultas Psikologi, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat DIY, H Yoeke Indra Agung L membuka kegiatan dengan pemukulan gong. Di dalam sambutannya Yoeke menyebutkan bahwa ajaran Ki Ageng Suryomentaram dapat menjadi salah satu keistimewaan DIY. “Mungkin saja kedepannya dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan DPR DI”, tutur Yoeke.

Sekolah KAS mengajarkan ajaran kawruh jiwa dari Ki Ageng Suryomentaram, anak ke-55 dari Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Beberapa di antara ajaran Kawruh Jiwa tersebut yaitu kawruh begja, aku-karep-kramadhangsa, dan manungsa tanpa tenger. Sekolah KAS tidak hanya mengajarkan teori kawruh jiwa, tetapi juga dari sisi aplikatif, misalnya mulur mungkret sebagai metode strategi coping dan aplikasi dalam community development. Materi tersebut disampaikan dengan metode ceramah dan diskusi, persis seperti di sekolah. Sang guru alias narasumber dari berbagai dosen dan praktisi psikologi yang berpengalaman di bidangnya.

Selain teori dan aplikasi, di tahun ketiga Sekolah KAS mengadakan inovasi sebagai praktek atau implikasi dari pembelajaran di kelas. Peserta yang berasal dari kalangan akademis dan praktisi akan berkunjung ke dukuh Balong, Sewon, Bantul. “Dalam kegiatan ini peserta berkesempatan untuk berinteraksi dengan masyarakat yang mengaplikasikan ajaran Ki Ageng Suryomenataram dalam kehidupannya”, ungkap Rahmat F Tuasikal, S.Psi., MT selaku ketua panitia.

Layaknya sekolah, di akhir rangkaian kegiatan (6/9) peserta menerima ‘ijazah’ dari ketua panitia dan Dewan kurikulum Sekolah KAS. Acara ditutup dengan pekikan jargon oleh peserta dan panitia, yaitu “Langgeng Bungah-Susah” yang berarti kesenangan dan kesedihan akan datang silih berganti secara terus menerus. Dengan demikian berakhirlah kegiatan Sekolah Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram angkatan III, harapannya agar ilmu yang diterima dapat diapikasikan dan bermanfaat dalam kehidupan serta semakin melestarikan ajaran psikologi yang berorientasi kearifan lokal. “Semoga ajaran KAS tidak hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga luar negeri”, harap Wenty. [Marsa, Alifah]

Partisipasi Masyarakat Berkontribusi Pada Kesiapsiagaan Tsunami

Indonesia merupakan negara yang rawan tsunami dan berada pada urutan pertama korban meninggal akibat tsunami. Tsunami merupakan salah satu bencana alam yang tidak bisa diprediksi waktu dan tempat kejadiannya. Ini berarti bahwa tsunami dapat terjadi kapan saja dan dimana saja serta mengakibatkan kerugian yang sangat besar.

Beberapa teori perubahan perilaku yang memiliki kredibilitas ilmiah diterapkan untuk melihat efektivitasnya dalam mempengaruhi kesiapan individu menghadapi bencana alam, seperti teori sosial kognitif dan teori perilaku terencana.

“Kesiapsiagaan tidak hanya di tingkat rumah tangga tetapi juga tingkat masyarakat,”papar Any Nurhayati pada ujian terbuka program Pendidikan Doktor, Fakultas Psikologi UGM, Selasa (1/9).

Dosen di Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Lampung itu menegaskan adanya pengembangan model kesiapsiagaan tsunami di negara dengan latar belakang budaya individualistik kota Kodiak di Alaska Amerika Serikat. Model kesiapsiagaan tsunami yang dikembangkan oleh Paton ini akan berbeda jika dikembangkan di Indonesia yang punya keterikatan kuat satu dengan lainnya.

“Rasa keterikatan dengan tempat tinggal dan lingkungan ini cerminan dari rasa kemasyarakatan masyarakat Indonesia. Ini bisa dilihat di masyarakat Parangtritis,”urainya.

Dalam disertasinya berjudul Model Kesiapsiagaan Terhadap Bencana Tsunami Pada Masyarakat di Daerah Rawan Tsunami, Any menjelaskan rasa kemasyarakatan, partisipasi masyarakat, dan efikasi kolektif memiliki kontribusi yang sangat signifikan pada pemberdayaan dalam model kesiapsiagaan terhadap tsunami di budaya kolektif yang tingkat ketergantungannya tinggi jika dibandingkan dengan model kesiapsiagaan terhadap tsunami di budaya individualistik yang tingkat ketergantungannya rendah.

“Ini menunjukkan bahwa masyarakat pada budaya kolektif perlu diberdayakan untuk menjadi percaya dan berniat untuk bersiap-siap menghadapi bencana,”pungkasnya (Humas UGM/Satria)

Sumber: https://ugm.ac.id

Kegiatan Mahasiswa Fakultas Psikologi Ramaikan BKM Fair 2015

BKM fair akhirnya tiba juga! Acara yang berlangsung pada Jumat (28/8) di hall Gedung D dipenuhi antusiasme para mahasiswa baru Fakultas Psikologi UGM. BKM fair dimeriahkan oleh 7 BKM (Badan Kegiatan Mahasiswa), 3 unit fakultas, dan 2 komunitas yang bersemangat memperkenalkan masing-masing kegiatan.

BKM Fair merupakan rangkaian acara HALO PRK yang bekerja sama dengan FORKOM (Forum Komunikasi)  ketua angkatan 2012-2014. Kegiatan ini merupakan sarana bagi mahasiswa baru untuk mengenali apa saja kegiatan di fakultas yang dapat mereka ikuti selama berkuliah. “Kegiatan ini untuk memperkenalkan BKM dan komunitas yang ada di psikologi,” ungkap Ardiyan Rahman, ketua Steering Comitee Halo PRK 2015, ketika ditanya mengenai latar belakang BKM Fair.

Tidak hanya mahasiswa baru yang memperoleh keuntungan dari adanya BKM fair. para pengurus BKM, komunitas, maupun unit berkesempatan mempromosikan berharap banyak gamada yang tertarik mendaftar di open recruitmen mereka. “Sekalian promosi biar ada yang tau tentang komunitas yang baru”,  ujar Agni, anggotaPsychorale, paduan suara fakultas yang baru beberapa bulan terbentuk. Tiap wadah kegiatan memiliki cara promosi yang berbeda-beda, misalnya Psikomedia yang membagi-bagikan kalender dan KMK yang mengajak para maba bernyanyi bersama. “Tiap BKM punya tema sendiri. Kami bebaskan asal tidak mengandung SARA,” tutur Ardiyan.

Dibanding BKM fair pertama pada 2014 silam, BKM Fair tahun kedua ini jauh lebih baik dari segi lokasi dan jumlah kegiatan mahasiswa yang ikut berpromosi. Harapannya agar pihak Fakultas Psikologi terus mendukung kegiatan mahasiswa dan membantu menyalurkan minat bakat mahasiswa untuk terus berprestasi. [Marsa, Alifah]

CICP Mengirimkan Delegasi dalam Konferensi AASP ke-11 di Cebu, Filipina

AAICP Filipina
CICP mengirimkan lima delegasi dalam the 11th Biennial Conference of Asian Association of Social Psychology di Cebu City, Filipina pada 19-22 Agustus 2015.  Delegasi CICP dalam konferensi yang bertemakan “Psychology and Asian Societies in the Midst of Change” ini beranggotakan dua dosen, dua mahasiswa S2, dan satu mahasiswa S1. Dosen yang menjadi delegasi tersebut adalah Dr. Wenty Marina Minza, M.A. & Haidar Buldan Thontowi, M.A. Sedangkan mahasiswa S2 yang juga merupakan associate researcher di CICP ini adalah Akhmad Fatoni Budi Rahajo (S2 Sains) &  Hanifah Latif (S2 Sains). Selain itu, sebagai bentuk pembelajaran dan pengalaman lapangan, tidak lupa untuk mengikutsertakan mahasiswa S1 dalam konferensi ini. Adapun mahasiswa S1yang masih duduk di semester lima tersebut adalah Norma Suci Prihartini.

Dalam konferensi ini, Dr. Wenty Marina Minza, M.A. mempresentasikan hasil penelitiannya yang berjudul Dynamics of Polyculturalism among Lower Class Migrants in Indonesia, disusul oleh mahasiswa bimbingan penelitiannya Norma Suci Prihartini dengan judul The Role of Family Socialization in Understanding Concept of Polyculturalism among Sundanese Migrants in Yogyakarta. Penelitian ini menarik banyak perhatian, mengingat polikulturalisme merupakan konsep baru yang sedang dikembangkan. Salah satu peminat dari penelitian ini adalah keynote speaker dalam konferensi ini yaitu Prof. Fathali Moghaddam dari Georgetown University yang juga merupakan editor pada Peace and Conflict: Journal of Peace Psychology (American Psychological Association Journals).

Tidak kalah menarik dari konsep polikulturalisme, Haidar Buldan Thontowi, S.Psi, M.A. mempresentasikan hasil penelitiannya berjudul Acculturation Orientations of Moeslem Majority Group Members towards Minority Chinese in Indonesia. Sedangkan Akhmad Fatoni Budi Raharjo mempresentasikan karyanya yang berjudul Do We Need Neighbour? Social Relation Motives in Neighbourhood Relationship.

Sedangkan Hanifah tidak hanya mengirimkan satu judul, namun beberapa buah judul penelitiannya dalam konferensi ini. Salah satunya berjudul School Effort to Improve Reading-readiness Ability on Kindergarten Children to Prepare Student-selection Into Elementary School in Yogyakarta.

Tidak hanya perwakilan dari CICP, Dra. Esti Hayu Purnamaningsih, M.S. juga turut berpartisipasi dalam konferensi ini. Dengan adanya perwakilan keluarga besar Fakultas Psikologi dalam konferensi ini menunjukkan bukti nyata eksistensi, keaktifan serta andil dalam pengembangan ilmu psikologi dari UGM di kancah internasional.

Fakultas Psikologi UGM Luluskan 68 Sarjana

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada kembali meluluskan 68 sarjana pada wisuda periode 20 Agustus 2015. Wisudawati berjumlah 48 perempuan dan wisudawan berjumlah 20 laki-laki. Acara pelepasan wisudawan bertempat di ruang auditorium fakultas.

Sebanyak 28 lulusan dinyatakan cumlaude. Mereka adalah Nabila Puspakesuma, Nadia Palupi Ayuningtyas, Nisrina Nafi’ah, Anggra Nur Cahyo, Ezra Dessabela Isnannisa, Belinda, Indriawati Kusuma Dewi, Stefani Seravina Venti Maharani, Annisa Fitria, Almas Safira Arjani, Christine Berliana Pradipta Manurung, Sarah Cikal Annisa Utama, Ika Rizki Ramadhani, Riska Rahmananda, Tatya Arawinda, Kania Astika Sari, Galuh Adnindya, Triani Wulandari, Debby Wyne Simatupang, Vidya Nindhita, Ni Made Rai Kistyanti, Heny Nor Aisiyah, Kristina Juliani Gulo, Annisa Galuh Anindita, Rifqi Fauzia Nurhayati, Alfi Fatima Yudani, Delfian Tri Bandoro, Anindya Pritanadhira.

Pada kesempatan tersebut, fakultas memberikan piagam penghargaan kepada wisudawan berprestasi. Kategori penghargaan akademik perolehan IPK tertinggi 3,76 diraih oleh Raiza Jayanti Hanum. Kategori lulusan tercepat dengan masa studi 3 tahun 8 bulan diraih oleh  Bagus Budiwiyanto. Terakhir, kategori lulusan termuda  21 tahun 2 bulan yakni Vidya Nindhita.

Selamat dan sukses.

Kurangi Angka Gangguan Jiwa di DIY, UGM Rintis Kader Keswa

YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Harvard Medical School tengah mengembangkan program penguatan layanan kesehatan jiwa berbasis kearifan budaya dengan melibatkan ribuan kader kesehatan jiwa (keswa) yang tersebar di lima lokasi Puskesmas yang tersebar di empat kabupaten dan kota di Provinsi DIY. Koordinator program Prof. Subandi, Ph.D., mengatakan penguatan sistem layanan kesehatan jiwa yang berbasis puskesmas ini sebagai rintisan awal untuk menanggulangi para penyandang gangguan jiwa. Seperti diketahui Yogyakarta menduduki peringkat pertama di Indonesia sebagai daerah yang memiliki penyandang gangguan jiwa berat (skizofrenia). Menurut data riset kesehatan dasar tahun 2013, Yogyakarta memiliki sekitar 16 ribu orang yang hidup dengan skizofrenia dengan prevalensi skizofrenia 4,6 per 1000 penduduk.

Guru Besar Fakultas Psikologi UGM ini mengatakan untuk menyelesaikan masalah kesehatan gangguan jiwa di DIY, pihaknya juga bekerja sama dengan berbagai profesi diantatanya psikiater, psikolog, dokter, perawat, kader dan keluarga. Untuk penguatan kader keswa, pihaknya melibatkan kader kesehatan di lima puskesmas di setiap kabupaten dan kota yakni puskesmas Kalasan Sleman, Puskesma Kasihan 2 Bantul, Puskesma Galur 2 Kulonprogo, Puskesmas Wonosari 2 Gunung Kidul dan Puskesmas Kota Gede 1 Kota Yogyakarta.

Menurut Subandi, setiap puskesmas ini memiliki puluhan kader di setiap dusun akan dilatih untuk mendeteksi dan menangangi pasien yang memeiliki gejala gangguan jiwa. “Para kader ini bisa membantu para psikiater, dokter dan psikolog yang amat terbatas sehingga penanganan kesehatan gangguan jiwa ini bisa terintegrasi dengan masyarakat,” kata Subandi ditemui di Fakultas Psikologi UGM, Senin (10/8).

Selama satu bulan, kata Subandi, para kader keswa ini akan dilatih untuk memahami perilaku pasien gangguan jiwa, menegtahui gejala yang nampak, metode penanganan, dan pemberian pertolongan pertama pada pasein gangguan jiwa.

Sehubungan dengan tingginya angka penderita gangguan jiwa berat di Yogyakarta, Subandi mengatakan data tersebut mengindikasikan sistem pendataan kesehatan di Yogyakarta sudah berjalan dengan baik sehingga mendeteksi jumlah penderita pasien gangguan jiwa. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang terkena gangguan jiwa, katanya, disebabkan mereka tidak mampu mensikapi dan mengatasi persoalan hidup dengan baik. “Banyak persoalan dan perubahan sosial dan ekonomi di tengah masyarakat apabila tidak disikapi dengan baik bisa berisiko menimbulkan gangguan jiwa,” ujarnya.

Dikatakan Subandi, untuk mencegah gangguan jiwa, seseorang perlu memperkuat diri menghadapi setiap persoalan baik pribadi, keluarga, kantor, dan di masyarakat.”Kehidupan kita akan selalu menghadapi semua itu, namun bagaimana mensikapi persolan itu, tidak membebani kita, tapi sebaliknya memperkuat pribadi kita,” terangnya

Kepala Bagian Psikiatri Fakultas  Psikologi UGM Dr. Mahar Agusni, SpKJ mengatakan masyarakat menurutnya harus ambil bagian dalam layanan kesehatan pasien gangguan jiwa dan tidak sepenuhnya menyerahkan ke pemerintah. “Apalagi pasien setelah sembuh harusnya dikembalikan ke masyarakat bukan ditinggal di rumah sakit jiwa,” paparnya.

Berdasarkan hasil penelitian, kata Agus, tingkat kesembuhan pasien gangguan jiwa di negara berkembang sebenarnya jauh lebih baik dibandingkan dengan negara maju meski di negara maju memiliki fasilitas dan sistem layanan kesehatan yang relative lebih baik. Hal itu dikarenakan di negara berkembang memiliki kateristik dan budaya kearifan lokal yang mendukung tingkat kesembuhan. “Ada variabel karalkteristik masyarakat kita dan budaya kearifan lokal, kadang kita sering berpikir (pengananan kesehatan) dengan cara barat, tapi yang dihadapi pasien dengan cara berpikir dan berperilaku orang timur,” katanya

Mahar mencontohkan kebiasaan menjenguk pasien di rumah sakit atau datang berkunjung ke rumah tetangga yang sedang sakit bisa mendorong tingkat kesembuhan seseorang. “Masyarakat kita memperhatikan kerabatnya yang sakit dengan membawa buah tangan ataupun bantuan berupa uang,” terangnya.

Meski begitu, Mahar menilai pasien yang pernah mengalami gangguan jiwa justru sering mengalami stigmatisasi di tengah masyarakat. “Kita mudah memberikan label sakit jiwa, padahal label itu susah dihapus di sepanjang hidup si pasien. Tidak heran banyak keluarga pasien lebih memilih datang ke dukun karena ada destigmatisasi karena dukun akan mengatakan hanya kena ‘guna-guna’,” katanya.

Menurut Mahar perlu ada pemahaman dan pengetahuan yang sebaiknya ditularkan ke masayrakat  untuk selalu memberikan dukungan pada pasien dan keluarga pasien gangguan jiwa berat. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Sumber: https://ugm.ac.id

Psikologi UGM Luluskan 12 Ilmuwan dan 19 Psikolog

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada sukses menyelenggarakan acara pelepasan wisudawan pascasarjana (29/07/2015). Jumlah lulusan dari Program Magister Psikologi  sebanyak 12 ilmuwan dan 19 psikolog dari Magister Psikologi Profesi. Hingga saat ini, keseluruhan lulusan pascasarjana dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada berjumlah 2.158 orang.

Pada Program Magister Psikologi Profesi, predikat cumlaude dipegang oleh I Putu Ardika Yana (IPK 3,88), Taufik Achmad Dwi Putro (IPK 3,8), Rica Andini Rachman (IPK 3,78), dan M. Rifzanniardi (IPK 3,76). Indeks prestasi kumulatif tertinggi 3,88 I diraih oleh Putu Ardika Yana. Rata-Rata IPK lulusan yakni 3,63. Lulusan berpredikat  sangat memuaskan ada 11 orang dan 4 orang berpredikat memuaskan. Masa studi terpendek selama 2 tahun 5 bulan ditempuh oleh I Putu Ardika Yana.

Beralih pada Program Magister Psikologi,  Darmawan Muttaqin tampil sebagai satu-satunya lulusan berpredikat cumlaude dengan IPK tertinggi 4,00. Rata-rata IPK lulusan adalah 3,51. Lulusan berpredikat  sangat memuaskan ada 5 orang dan 6 orang berpredikat memuaskan. Masa studi terpendek selama 1 tahun 10 bulan ditempuh oleh Zulian Fikry dan Darmawan Muttaqin.

Prosesi pelepasan wisuda pascasarjana bertempat di ruang auditorium fakultas.  Sumpah profesi psikolog bagi lulusan Magister Psikologi Profesi mengawali acara. Para rohaniawan turut menyaksikan pelafalan sumpah tersebut. Penandatangan sumpah psikolog diwakili oleh  . Selanjutnya penyerahan transkrip kepada para lulusan, sambutan, pemberian penghargaan dan kenang-kenangaan. Acara terakhir pelepasan wisudawan pascasarjana pun ditutup dengan doa.

Fakultas Psikologi kali ini memberikan penghargaan kepada Afrina Eka Sri Ulina Br Sagala dan Darmawan Muttaqin sebagai lulusan dengan naskah publikasi tesis terbaik. Tesis Afrina berjudul “Emphatic Love Therapy To Reduce Depression On People Living With HIV/AIDS. Afrina merupakan psikolog klinis bimbingan Prof. Dra.Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med.Sc., Ph.D. Selanjutnya, Tesis Darmawan berjudul Pembentukan Identitas Remaja Pada Konteks Indonesia. Darmawan merupakan ilmuwan Psikologi bimbingan Prof. Dr. Endang Ekowarni.

Selamat dan sukses.