Arsip:

Rilis

Mahasiswa Rentan Alami Kecemasan Sosial

Gangguan kecemasan bisa menyerang siapa saja. Rasa khawatir ini  bisa dengan mudah dialami banyak orang, termasuk mahasiswa. Tidak sedikit mahasiswa yang mengalami kecemasan sosial saat menjalani masa kuliah. Dampak yang muncul akibat rasa cemas sangat berpengaruh terhadap kehidupan mahasiswa. Sejumlah penelitian menyebutkan dampak kecemasan pada mahasiswa antara lain memengaruhi kemampuan mengingat, penyesuaian diri di perguruan tinggi yang rendah, performansi akademik yang buruk, bahkan hingga putus kuliah. Selain itu, juga berdampak pada hubungan sosial, kesuksesan pekerjaan, pendidikan, serta aktivitas lainnya. Kecemasan sosial merupakan sindrom cemas saat berada dalam situasi sosial. Banyak faktor yang berperan terhadap berkembangnya kecemasan sosial. “Salah satunya konstrual diri sebagai faktor terkait budaya berkontribusi terhadap tinggi rendahnya kecemasan sosial melalui efikasi diri dan strategi regulasi emosi,” ungkap Cahyaning Suryaningrum, Selasa (29/1) saat ujian terbuka program doktor di Fakultas Psikologi UGM. Konstrual diri merupakan sikap seseorang menempatkan diri dalam hubungannya dengan orang lain didasarkan pada asumsi-asumsi yang berlaku dalam budayanya. Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang ini menyampaikan konstrual diri interdependensi juga berpengaruh terhadap tingginya tingkat kecemasan sosial melalui efikasi diri dan supresi. Selain itu, konstrual diri indepensi juga berpengaruh terhadap rendahnya tingkat kecemasan sosial melalui efikasi diri dan strategi penilaian kognitif. Hasil penelitian Cahyaning terhadap 341 mahaisswa di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa juga menunjukkan bahwa dukungan sosial tidak berperan sebagai penentu efek mediasi efikasi diri. Hal tersebut berlaku baik pada pengaruh konstrual diri maupun independensi terhadap kecemasan sosial. (Humas UGM/Ika)

Raih Doktor Usai Teliti Komunikasi Risiko Persepsi Isu Perubahan Iklim Global

Komunikasi risiko masih menjadi persoalan dominan di Indonesia karena efektivitas menajemen risiko sering terhambat oleh adanya kesenjangan persepsi risiko antara publik dan otoritas. Kesenjangan dapat diatasi dengan memahami bagaimana individu menilai risiko. Sementara kondisi geografis Indonesia yang rawan terhadap bencana alam masih memengaruhi persepsi individu dan masyarakat soal isu perubahan iklim global sebagai risiko yang nyata, meskipun belum tentu ditindaklanjuti dengan tindakan antisipatif karena ada risiko-risiko lain yang harus diperhatikan. Hal itu dikemukan oleh Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,  Aquilina Tanti Arini, saat mempertahankan disertasinya dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Psikologi UGM, Senin (28/1). Aquilina mengatakan penelitiannya yang mengulas pengaruh teori kultural pandangan dunia terhadap persepsi risiko perubahan iklilm global, membuktikan bahwa dalam satu risiko perubahan iklim global terdapat beberapa dimensi risiko yang menjadi perhatian setiap isu pandangan global. Ia menerangkan, penyajian infromasi yang dikemas dengan cara tertentu dapat menonjolkan risiko sesuai dengan pandangan global. Informasi dapat dikemas bisa berisiko untuk mendukung atau mengancam kesejahteraan pribadi (individualisme), kesejahteraan kolektif (egalitarianisme), norma sosial dan tradisi (hierarki), serta pemberdayaan (fatalisme). Ia menambahkan individualisme umumnya merupakan kultur yang banyak diadopsi oleh orang muda atau laki-laki. Adapun hierarki kebanyak terjadi banyak pada orang tua. Lalu egalitarianisme terjadi pada usia yang lebih tua, berpendidikan tinggi dan kaum perempuan. “Sedangkan fatalisme banyak terjadi pada usia muda atau kelompok  masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah,” katanya. Studi ini  memberikan bukti baru tentang hubungan fatalisme dan persepsi risiko perubahan iklim global. Sebab, fatalisme cenderung skeptis dengan risiko. Bahkan, memiliki hubungan negatif dengan persepsi risiko perubahan iklim global. Ketidakberdayaan fatalisme, menurutnya, kemungkinan berkaitan dengan perhatian selektif mereka terhadap informasi bencana alam yang disampaikan oleh ilmuwan baik yang pro maupun kontra. “Ketidakberdayaan biasanya tercermin dalam sikap skeptis dan apatis,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Komunikasi Orang Tua Pengaruhi Perilaku Berpacaran Remaja

Komunikasi orang tua dengan remaja terkait pacaran berpengaruh langsung terhadap perilaku berpacaran remaja. Hal ini diutarakan oleh Farida Harahap saat mengikuti ujian terbuka program doktor, Senin (28/1) di Fakultas Psikologi UGM. “Komunikasi orang tua terbukti masih sangat dibutuhkan remaja karena secara langsung memengaruhi perilaku berpacaran remaja,” ujarnya. Perilaku berpacaran remaja pertengahan yang berusia 15-18 tahun, menurutnya, berada pada tahap perkembangan hubungan romantis remaja yang bersifat intimasi. Pada tahap tersebut, perilaku berpacaran remaja adalah melakukan interaksi bersama dengan pacar (couple dating) sehingga kegiatan dilakukan bersifat romantis, yaitu kegiatan merayu atau mengucapkan kata-kata sayang, berkencan, dan intimasi fisik. “Perilaku berpacaran berpasangan atau couple dating pada remaja pertengahan ini sudah memasuki tahap perilaku berpacaran seperti pada tahap akhir remaja yaitu berfokus pada keintiman dengan pasangan,” terang Farida. Ia menjelaskan, komunikasi orang tua yang diterima remaja secara positif berkaitan dengan konteks, yaitu bagaimana orang tua mengondisikan dirinya menjadi lebih meyenangkan untuk berkomunikasi, serta frekuensi, yaitu seringnya orang tua berkomunikasi dengan remaja mengenai pacaran. Ketiadaan keduanya menyebabkan komunikasi orang tua tidak tepat waktu serta tidak bersifat membimbing karena norma, sikap, dan aturan orang tua tidak tersampaikan. Selain orang tua, teman sebaya juga berpengaruh terhadap perilaku romantis remaja yang berpacaran melalui sikap, kontrol perilaku yang dipersepsi, dan intensi berpacaran, meski pengaruhnya lebih kecil dibandingkan dengan komunikasi orang tua. Teman sebaya berpengaruh tidak langsung terhadap tinggi rendahnya perilaku berpacaran remaja melalui sikap terhadap pacaran, kontrol perilaku eksternal, dan intensi berpacaran. “Perilaku teman sebaya yang dianggap berpengaruh oleh remaja adalah norma injunktif atau sikap teman sebaya,” imbuhnya. Melihat hasil temuan ini, orang tua perlu meningkatkan konteks dan frekuensi komunikasi, termasuk jika perlu orang tua dapat menerima pendampingan untuk komunikasi tersebut. Remaja yang berpacaran perlu memahami tahap perkembangan hubungan romantis remaja sehingga mengetahui apa yang terjadi selama menjalani hubungan romantisnya serta pengetahuan apa yang dibutuhkan untuk mencapai tugas-tugas perkembangan, seperti identitas diri, intimasi yang sehat, pengelolaan emosi, serta bagaimana menjaga diri untuk tidak melakukan perilaku berpacaran yang intens dan intim yang bisa mendorong ke arah perilaku berpacaran yang berisiko. Guru Bimbingan Konseling serta pihak sekolah juga perlu memberikan pendampingan pada remaja yang berpacaran mengenai relasi yang sehat dalam berpacaran dan pendidikan seksual dalam rangka menjaga diri dari perilaku berpacaran yang berisiko. (Humas UGM/Gloria)

Mahasiswa Psikologi Raih Gelar Puteri Indonesia Intelegensia DIY 2019

Puteri Indonesia merupakan kontes kecantikan yang diselenggarakan setiap tahun oleh Yayasan Puteri Indonesia. Kandidat Puteri Indonesia disaring dari provinsi-provinsi yang ada di Indonesia, salah satunya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Brain, Beauty, and Behavior merupakan slogan utama dalam memilih kandidat yang akan diajukan sebagai perwakilan Indonesia pada kegiatan serupa bertaraf internasional. Kontes Puteri Indonesia DIY 2019 telah dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2019 di Atrium Hartono Mall Yogyakarta. Dua puluh satu puteri mengikuti rangkaian seleksi yang terdiri dari seleksi public speaking, modelling, dan pengalaman aksi sosial. Penghargaan yang diberikan dalam acara tersebut diantaranya Top 3 (yang mewakili DIY dalam ajang nasional), Puteri Intelegensia, Puteri Persahabatan, Puteri Berbakat, dan Puteri Favorit. Zahwa Islami, merupakan salah satu kontestan yang merupakan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia berhasil meraih gelar Puteri Indonesia Intelegensia DIY 2019. Gelar tersebut merupakan sebuah penghargaan dari kecerdasan Zahwa menjawab pertanyaan, pengalaman prestasi, serta aksi sosial yang nyata. Walaupun Zahwa maju dengan tinggi badan yang hanya 161 cm dan busana hijabnya, ia tetap mampu menunjukkan bahwa arti cantik tidak hanya pada tampilan fisik melainkan dari kecerdasan dan aksi nyata. Tentu ini menjadi sebuah pencapaian tersendiri dan kebanggaan bagi para peserta lain yang merasa terwakilkan melalui kemenangan Zahwa. Menurut Zahwa terdapat tiga semangat juang yang ia deklarasikan sebagai motto hidupnya saat perkenalan di awal acara. Hal tersebut lahir dari pengalaman serta pembelajaran yang dilalui sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi UGM. Tiga semangat itu diantaranya Empati, Aksi, dan Arti. Empati ada dikala melihat sebuah permasalahan dari berbagai kaca mata, sehingga terhindar dari kesalahpahaman dan bersumber dari hati nurani. Aksi adalah hasil dari sebuah renungan empati yang memberikan kontribusi nyata pada sesama. Dan Arti ada dikala aksi dan empati yang bersumber dari hati serta ketulusan mampu memberikan inspirasi dan semangat untuk berjuang bersama. Zahwa merasa pencapaiannya ini juga berkat dukungan berbagai pihak yang selama ini ia terima, “terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan untuk terus berprestasi di akhir masa-masa perkuliahan. Kepada orangtua dan sahabat yang telah memberikan dukungan serta kasih sayang selama berlaga di kontes Puteri Indonesia. Dan juga kepada Fakultas Psikologi UGM yang telah memberikan banyak pengalaman serta sudut pandang untuk melihat keberagaman yang harmonis” ucap Zahwa.

11 Mahasiswa Psikologi Menjadi Relawan Bencana Tsunami di Lampung Selatan

Bencana alam tsunami yang terjadi pada 22 Desember 2018 lalu di Banten dan Lampung Selatan menelan cukup banyak korban. Tak kurang dari 400 jiwa meninggal dunia akibat bencana alam yang disebabkan oleh erupsi gunung Anak Krakatau ini. Sejak tsunami terjadi, banyak bantuan dan dukungan datang untuk para korban. Universitas Gadjah Mada (UGM) juga turut serta memberikan bantuan dengan mengirimkan para relawan untuk membantu korban tsunami yang selamat dari bencana. Relawan UGM yang diterjunkan merupakan gabungan dari beberapa kelompok relawan yaitu Departemen Pengabdian Kepada Masyarakat (DPKM) UGM, DERU UGM dan Repsigama. Relawan yang diterjunkan sebanyak 17 orang ini berasal dari berbagai fakultas di UGM, diantaranya dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK), Fakultas Farmasi, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Sekolah Vokasi dan Fakultas Psikologi. Para relawan akan terjunkan di daerah Dusun Kenali, Desa Sukaraja, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung pada tanggal 22 Januari 2019. Mahasiswa Fakultas Psikologi yang ikut dalam kelompok relawan ini adalah Kusuma Amir, Dandi Dwi Prasetyo, Saktya Hirmadhana, Hasan Rais Umam, Akhi Rizqi Satyawan, Dimas Bayu Nugroho, Maryam, Alaidama Noutika Widodo, Adella Savira, Hakam Aji Ramadhan, dan Muhammad Nabhan Husein. Selama kurang lebih 10 hari para relawan akan berada di Dusun Kenali membantu para korban bencana tsunami terutama dalam hal pemulihan keadaan psikis dan penanganan trauma pasca bencana. Kegiatan yang akan dilakukan para relawan dari Fakultas Psikologi diatranya adalah Training of Trainers (TOT) mengenai Psychological First Aid (PFA), pemberian materi mitigasi bencana, outbound, PHBS, pelatihan kerajinan, konseling kelompok sederhana, TPA, olahraga bersama, program untuk anak-anak seperti kolase, dongeng, bermain plastisin, origami. (Humas Psikologi UGM/Jehna)

Fakultas Psikologi UGM Meluluskan 16 Psikolog dan 18 Ilmuwan

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan acara pengambilan sumpah profesi dan pelepasan wisudawan program pascasarjana pada 23 Januari 2019. Jumlah lulusan dari Program Magister Psikologi Profesi sebanyak 16 psikolog dengan rincian 3 pria dan 13 wanita. Jumlah lulusan dari Magister Psikologi sebanyak 18 ilmuwan dengan rincian 2 pria dan 16 wanita. Hingga saat ini, keseluruhan lulusan pascasarjana dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada berjumlah 2.755 orang. Pada Program Magister Psikologi Profesi, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi adalah 3,82 diraih oleh I Gede Indra Surya Lasmawan sekaligus berpredikat cumlaude. Selain Hanif predikat cumlaude juga diraih oleh Putu Aninditha Veera Lakshmi, Ida Ayu Karina Putri, dan Fatiya Halum Husna. Pada periode ini, terdapat 10 lulusan berpredikat sangat memuaskan dan 2 orang berpredikat memuaskan. Masa studi terpendek 2 tahun 1 bulan diraih oleh Putu Aninditha Veera Lakshmi dan Subekti Azis Biyantara. Beralih ke Program Magister Psikologi, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi adalah 3,77 yang diraih oleh Alma Marikka Geraldina sekaligus berpredikat cumlaude. Pada periode ini, terdapat 13 lulusan berpredikat sangat memuaskan dan 4 orang berpredikat memuaskan. Untuk masa studi terpendek 1 tahun 10 bulan diraih oleh Indah Andika Octavia. Fakultas Psikologi memberikan penghargaan kepada Putu Aninditha Veera Lakshmi dan Rizky Triandina Putri sebagai lulusan dengan naskah publikasi tesis terbaik. Putu melakukan penelitian tentang “Career Success Reviewed from Perception of Career Development and Career Commitment on Millennial Workers” di bawah bimbingan Dr. Sumaryono, M.Si. Sedangkan tesis milik Rizky berjudul “Peran Religiusitas, Kematangan Emosi dan Komitmen terhadap Kepuasan Pernikahan Suami Istri Generasi Milenial” bimbingan Dr. Budi Andayani, MA. Selamat dan sukses.

SMA Lab School Kebayoran Kunjungi Fakultas Psikologi

Selasa (22/1), SMA Lab School Kebayoran, Jakarta mengunjungi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM). Kunjungan ini rutin diadakan SMA Lab School Kebayoran dalam rangka memperkenalkan siswanya pada berbagai kegiatan dan jurusan di perkuliahan. Sebanyak 19 orang siswa kelas 3 mengikuti kegiatan kunjungan yang dilaksanakan di Gedung C ruang kuliah C-101. Kunjungan ini dipimpin oleh Galang Lufityanto, S.Psi., M.Psi, Ph.D selaku direktur IUP (International Undergraduate Program). IUP merupakan program studi sarjana internasional yang dimiliki oleh Fakultas Psikologi UGM. Pada kunjungan ini SMA Lab School Kebayoran diperkenalkan dengan berbagai hal terkait IUP, diantaranya mengenai jurusan, mata kuliah, kegiatan perkuliahan, international exposure, student exchange, pendaftaran, dan hal lain terkait IUP dan Fakultas Psikologi UGM. “Untuk IUP semua mata kuliah menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Dosen yang mengajar di IUP pun merupakan dosen pilihan yang sudah pernah kuliah di luar negeri. Bagi mahasiswa IUP ada kewajiban mengikuti kuliah selama 1 semester di luar negeri. Untuk itu kami sudah memiliki 60 universitas rekanan di seluruh dunia”, ungkap Galang. Siswa yang mengikuti kunjungan ke Fakultas Psikologi UGM sangat antusias. Antusiasme mereka terlihat saat mereka bergantian menyampaikan pertanyaan. Terutama mereka sangat tertarik mengenai student exchange yang dilaksanakan oleh IUP. Bagi calon mahasiswa yang tertarik ingin melanjutkan kuliah dengan jalur IUP disarankan untuk mendaftar sejak gelombang I dikarenakan peminatnya yang cukup banyak. “Persaingan untuk masuk IUP sangat kompetitif karena setiap tahun IUP hanya menerima 40 siswa dan untuk peminatnya tahun kemarin mencapai hampir 400 orang”, jelas Galang.

Mahasiswa Doktoral UGM Kembangkan Inventori Minat Vokasional

Mahasiswa doktoral UGM, Firmanto Adi Nurcahyo, mengembangkan inventori minat vokasional berdasar bentuk teoretis Holland. Inventori ini bermanfaat untuk mengetahui minat vokasional seseorang sebagai dasar dalam pemilihan jurusan studi serta pekerjaan. “Pengetahuan akan minat vokasional diperlukan dalam pemilihan jurusan studi serta pekerjaan. Namun demikian, tidak semua individu mampu mengenal minatnya,” tuturnya saat mengikuti ujian terbuka program doktor di Fakultas Psikologi, Senin (21/1). Persoalan seperti ini, terangnya, banyak dialami oleh kaum remaja yang sedang menempuh atau baru saja lulus pendidikan pada taraf SMA yang mengakibatkan mereka mengalami kebingungan dalam menentukan jurusan pendidikan lanjutan yang hendak dijalani. Pengembangan inventori minat berbasis teori Holland telah dilakukan di berbagai negara. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana teori yang dikembangkan di Amerika dapat dipakai di negara lain. Pengembangan alat ukur minat, ujarnya, tak lepas dari berbagai kendala. “Alat ukur yang dikembangkan di budaya Amerika memunculkan poin-poin yang dipahami oleh orang Amerika saja. Hal ini tentunya menjadi masalah ketika poin tersebut digunakan pada negara atau budaya lain,” jelas Firmanto. Kendala pengembangan inventori minat di antaranya terkait dengan poin berupa nama pekerjaan yang bisa berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, terbatasnya pembuktian validitas, serta banyaknya jumlah soal yang menyebabkan diperlukannya waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya. Kendala-kendala inilah yang berusaha diatasi Firmanto dalam penelitian yang ia lakukan untuk mengembangkan alat ukur minat berdasarkan teori Holland, di antaranya dengan tidak menggunakan nama pekerjaan sebagai soal, tetapi menggunakan aktivitas. Selain itu, pembuktian validitas dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa cara yakni validitas isi, kontrak, serta keterkaitan dengan alat ukur lain. Inventori minat yang dikembangkan dalam penelitian ini juga dirancang memiliki jumlah poin yang sedikit, namun memiliki properti psikometrik yang baik. “Item-item inventori minat vokasional diwujudkan dalam bentuk gambar yang dibuat berdasarkan konstrak teoretis Holland. Gambar-gambar dalam penelitian ini benar-benar dibuat baru dan melalui beberapa proses validasi dalam pengembangannya,” terang pengajar di Universitas Pelita Harapan Surabaya ini. Penggunaan gambar, menurutnya, memiliki kelebihan dibandingkan dengan pernyataan karena tidak mensyaratkan kemampuan membaca dari subjek. Selain itu, item berupa gambar dapat memberikan informasi mengenai lingkungan serta aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan tertentu. “Item berupa gambar juga dinilai lebih mendekati dunia nyata dibandingkan item berupa pernyataan. Penyajian stimulus dalam bentuk gambar dianggap menyenangkan, mudah digunakan, serta bersifat mendidik,” imbuhnya. (Humas UGM/Gloria)

Raih Gelar Doktor Usai Teliti Pola Pengasuhan Ibu terhadap Anak Autis

Gangguan spektrum autis (GSA) atau sering kali dikenal dengan istilah autisme, bukan merupakan hal yang tabu lagi untuk dibicarakan di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistika Indonesia tahun 2010 terdapat sekitar 2.4 juta jiwa penduduk Indonesia yang mengidap GSA. Hal ini menimbulkan masalah yang cukup kompleks dalam hal pengasuhan anak dengan GSA tersebut, sehingga bagi orang tua atau ibu yang memiliki anak dengan GSA cenderung mengalami stres pengasuhan. Stres pengasuhan yang sering kali dialami oleh para ibu, meskipun ibu memiliki sumber stres yang sama, yaitu anak dengan GSA, ternyata sering kali berbeda. Hal itu disebabkan oleh perbedaan ibu dalam memaknai anak. Ibu yang cepat menerima kondisi dirinya memiliki anak dengan GSA cendurung memiliki tingkat stres rendah, akan tetapi ada beberapa ibu yang penerimaannya lama sampai bertahun-tahun bahkan belasan tahun, cenderung memiliki tingkat stres pengasuhan lebih tinggi. “Keterbatasan anak dengan GSA, karena perilakunya yang defisit atau eksesif sehingga menimbulkan stres pengasuhan pada ibu membuat saya tertarik untuk mengkaji dengan menggunakan 5 variable untuk mengungkapkan bagaimana fenomena stres ibu yang memiliki anak dengan GSA. Hal ini karena prevalensi kehadiran anak autis ini semakin meningkat”, ungkap Dr. Nurusssakinah Daulay, S.Psi., M.Psi di Auditorium G-100, Fakultas Psikologi UGM, Selasa (7/1) pada saat ujian terbuka Program Doktor. Nurusssakinah Daulay merupakan staf pengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Promovendus dalam ujiannya mempertahankan disertasi Model Stres Pengasuhan pada Ibu yang Memiliki Anak dengan Gangguan Spektrum Autis dengan didampingi promotor Prof. Dr. M. Noor Rochman Hadjam, S.U., dan ko-promotor Dr. Neila Ramdhani, M.Si., M.Ed. Dari hasil penelitian yang dilakukan, Nurusssakinah berpendapat bahwa kepribadian tangguh dan dukungan sosial itu tidak memberikan efek langsung memunculkan stres tetapi harus melalui mediator yaitu sense of competence sehingga mampu meminimalisasi stress. Hal yang memberikan efek secara langsung terhadap stres adalah persepsi ibu akan perilaku maladaptif anak. “Ini karena setiap hari ibu harus berjumpa dan menemui kondisi anaknya yang tantrum, yang perilaku maladaptifnya itu eksesif yang lebih kepada tantrum, agresif, menyakiti diri sendiri, melukai orang lain. Hal ini tidak perlu mediator tapi ini langsung membuat ibu mengalami stres karena setiap hari harus menghadapi itu. Itu menjadi faktor resiko kemunculan stres. Hal itu yang menyebabkan stres pengasuhannya menjadi tinggi”, ujarnya. (Humas Psikologi UGM/Jehna)

54 Tahun Fakultas Psikologi UGM Semakin Penuh Prestasi dan Inovasi

Memperingati Dies Natalis ke-54 Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) terus berupaya berkreasi dan juga meningkatkan inovasi bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. “Fakultas Psikologi terus berkreasi, berinovasi untuk meraih berbagai prestasi serta berusaha menjadi bagian penting dari era disrupsi dan memberi solusi untuk masyarakat dan negeri ini,” ungkap Dekan Fakultas Psikologi UGM Prof. Faturcohman,M.A, saat menyampaikan Pidato Laporan Tahunan Dekan Fakultas Psikologi UGM, Selasa (8/1) di aula G-100 Fakultas Psikologi. Saat menyampaikan Laporan Tahunan Fakutas Psikologi UGM pada acara puncak peringatan dies natalis, Faturochman juga menyampaikan bahwa Fakultas Psikologi UGM sangat aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan dan hampir tidak pernah sepi dari kegiatan baik yang diselenggarakan mahasiswa maupun fakultas termasuk pada hari libur Sabtu dan Minggu. Hal ini juga diimbangi dengan prestasi yang meningkat baik prestasi mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan. Peningkatan prestasi juga terlihat dari unit-unit yang terdapat di Fakultas Psikologi diantaranya Unit Konsultasi Psikologi (UKP), Lembaga Pengembangan Kualitas Manusia (LPKM), Unit Pengembangan Alat Psikodiagnostika (UPAP), Center for Public Mental Health (CPMH) dan Center for Indigenous and Cultural Psychology (CICP) yang mengalami peningkatan jumlah layanan dan juga semakin aktif dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan pada unit masing-masing dibandingkan tahun sebelumnya . Dalam menghadapi tantangan era revolusi industri 4.0, Fakultas Psikologi pun juga telah siap dengan membuat berbagai program inovatif yang terwujud melalui 9 hibah inovasi tenaga kependidikan berbasis teknologi informasi. Beberapa program yang dimaksud akan digunakan di beberapa unit layanan Fakultas Psikologi diantaranya akan digunakan di perpustakaan, keuangan, sekretariat dekanat, dan unit-unit terkait. Kegiatan puncak peringatan dies natalis ke-54 turut dihadiri oleh Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., yang dalam sambutannya memberikan apresiasi untuk pengelolaan Fakultas Psikologi yang sudah terlaksana dengan sangat baik. Selain itu, puncak peringatan dies natalis ini juga turut mengundang purnatugas baik dari dosen maupun tenaga kependidikan. Dua orang dosen purnatugas yang berkesempatan memberikan pidato para peringatan dies natalis kali ini adalah Dr. Wisjnu Martani, S.U dan Dra. Retno Suhapti, S.U., M.A. Apresiasi juga diberikan oleh Fakultas Psikologi kepada purnatugas, dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa berprestasi. Penghargaan bagi purnatugas diberikan kepada Dr. Wisjnu Martani, S.U, Dra. Retno Suhapti, S.U., M.A dan Pergola Irianti, S.IP atas dedikasi yang sudah diberikan. Penghargaan bagi dosen terbaik diberikan kepada dosen muda Adelia Khrisna Putri, S.Psi., Msc yang terpilih melalui penilaian dari mahasiswa. Penghargaan untuk tenaga kependidikan terbaik diberikan kepada Yudi Vantoro, S.Kom dan Wida Septia Putri, S.E. Kedua tendik berprestasi ini mendapatkan apresiasi atas kerja keras dan dedikasi yang sudah dilakukan berupa hadiah umroh dan juga terdapat 39 orang mahasiswa yang juga mendapatkan penghargaan atas prestasi mereka baik di bidang akademis maupun non akademis. (Humas Psikologi UGM/Jehna)