Arsip:

Rilis

Pelepasan Wisudawan/Wisudawati Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Periode III Tahun Akademik 2020/2021

Kamis (22/4) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan kegiatan Pelepasan Wisudawan/Wisudawati Program Studi Pascasarjana Psikologi Periode III Tahun Akademik 2020/2021 yang terdiri dari Program Studi Doktor Ilmu Psikologi, Magister Psikologi, dan Magister Psikologi Profesi. Pada periode ini Program Studi Pascasarjana Fakultas Psikologi UGM memiliki 68 lulusan yang terdiri dari 7 orang lulusan Program Studi Doktor Ilmu Psikologi, 21 orang Program Studi Magister Psikologi, dan 40 orang Program studi Magister Psikologi Profesi.

Pada Program Studi Magister Psikologi, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi diraih oleh Nurdiyanto dengan IPK 3,86 sekaligus meraih predikat dengan cumlaude. Nurdiyanto juga tercatat sebagai wisudawan Program Studi Magister Psikologi dengan masa studi tercepat yaitu 1 tahun 5 bulan 8 hari. Selain Nurdiyanto, ada empat mahasiswa lainnya yang juga lulus dengan meraih predikat cumlaude. Selanjutnya Fakhirah Inayaturrobbani bersama dosen pembimbing Yopina Galih Pertiwi, S.Psi., M.A., Ph.D berhasil meraih penghargaan untuk naskah publikasi tesis terbaik. Fakhirah meneliti Persepsi Pengguna Instagram Terhadap Kehangatan dan Kompetensi Influencers Berdasarkan Identitas Agama, Kebutuhan Akan Kognisi, dan Pengalaman Kontak Antarkelompok. 

Untuk Program Studi Magister Psikologi Profesi, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi diraih oleh Rani Ayu Larasati dengan IPK 3,97 sekaligus meraih predikat cumlaude. Selain Rani, ada Sembilan mahasiswa Program Studi Magister Psikologi yang lulus dengan meraih predikat cumlaude. Rani juga meraih naskah publikasi tesis terbaik dengan judul “Person  – Job Fit: Peran Kepribadian sebagai Prediktor Performansi Kerja Individu di PT. X ” bersama Indrayanti, S.Psi., M.Si., Ph.D., Psikolog sebagai pembimbing.

Dalam acara ini juga dilaksanakan pengambilan Sumpah Profesi Psikologi yang dipimpin oleh beberapa rohaniwan Dr. H. Ahmad Zubaidi, M.Si. bagi yang beragama Islam, Dr. Romo Agus Rukyanto bagi yang beragama Katolik dan Pendeta Kristi S.Si, M.A bagi yang beragama Kristen. Pembacaan sumpah dipandu oleh Sekjen Pimpinan Pusat Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Dr. Andik Matulessy, M.Si, Psikolog.

Pada Program Studi Doktor Ilmu Psikologi, Indeks Prestasi Kumulatif Tertinggi diraih oleh Muhammad Wahyu Kuncoro dengan IPK 3,71. Pada acara ini Wahyu juga berkesempatan mewakili wisudawan/wisudawati untuk memberikan kata sambutan. Wahyu berterima kasih kepada semua pihak di Fakultas Psikologi UGM termasuk pimpinan fakultas, pimpinan program studi, promotor, dosen, dan tenaga pendidik yang telah memberi kesempatan untuk dapat belajar di Fakultas Psikologi UGM hingga berhasil mendapatkan gelar doktor.

Dalam acara ini kata sambutan juga disampaikan oleh Sekjen Pimpinan Pusat Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Dr. Andik Matulessy, M.Si, Psikolog. Alumnus Doktor Psikologi Sosial Universitas Gadjah Mada yang kini juga mengajar di Universitas 17 Agustus Surabaya itu berpesan agar wisudawan/wisudawati agar tidak berhenti di sini saja, tetapi terus belajar dan meningkatkan skill, kemampuan, dan pengalaman namun tetap berpegang teguh pada kode etik psikologi. Andik juga berharap sifat egaliter yang dimiliki lulusan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada tetap dipertahan untuk menghindari eksklusivitas agar memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada bangsa, negara, dan komunitas psikologi.

Dekan Fakultas Psikologi UGM, Prof. Dr. Faturochman, M.A., dalam kata sambutannya juga menyampaikan pesan bahwa di masa pandemi ini praktisi psikologi sangat dibutuhkan, sehingga wisudawan/wisudawati tidak perlu khawatir terhadap lapangan pekerjaan. Wisudawan/wisudawati diharapkan bisa mengisi peluang-peluang yang ada dan memberikan kontribusi dan mengukir masa depan di masa yang sulit ini.

International Guest Lecture Series: Categorization and Stereotypes

Jumat (16/4) Fakultas Psikologi UGM kembali menyelenggarakan acara International Guest Lecture Series. Pada acara ini OCIA bekerjasama dengan kelas psikologi sosial Fakultas Psikologi UGM mengambil sebuah tema “Categorization & Stereotypes”.

Acara berlangsung mulai pukul 15.30 WIB hingga pukul 17.30 WIB. Acara ini dihadiri 260 mahasiswa kelas Psikologi Sosial (S1 Reguler) dan Social Psychology (S1 IUP) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Acara juga dihadiri oleh umum dengan jumlah yang terbatas.

Pemateri dalam acara ini adalah Prof. Rasyid Bo Sanitioso, Guru Besar di Universite de Paris, Perancis, dengan fokus expertise dan penelitian pada motivasi dan kognisi dalam kelompok, motivasi dan konsep diri, penalaran induktif, stereotip dan persepsi kelompok.

Dalam acara ini Sanitioso mengulas tentang konsep-konsep yang digunakan dalam memahami stereotipe dan kategorisasi kelompok. Sebuah pembahasan yang aktual jika dikaitkan dengan demografi di Indonesia dan beberapa negara di dunia yang mempunyai beraneka ragam suku dan budaya.

“Dalam relasi antar kelompok kita akan bicara tentang tiga konsep yaitu adalah stereotype, prejudice, dan discrimination. Dengan (konsep itu) kita bicara tentang rasisme, kita bicara tentang seksisme, kita bicara tentang relasi antar kelompok” terang Sanitioso.

Selanjutnya Sanitioso merangkum tiga konsep dasar itu dengan istilah yang mudah diingat yaitu ABC. ABC adalah akronim dari Affect, Behavior dan Cognition. Dengan ABC ini Sanitioso menganalisis bagaimana prasangka timbul ketika ada seseorang dari kelompok berbeda masuk dalam satu kelompok lainnya.

Dalam kehidupan kita stereotipe dan prasangka seringkali mempengaruhi kehidupan kita dan mempengaruhi bagaimana kita dalam bersikap. Dalam kadar yang berlebihan hal itu akan menyebabkan ketidakobyektifan dalam pengambilan sebuah keputusan.

Menurut Sanitioso stereotip bisa didefinisikan dengan keyakinan, generalisasi, keyakinan tentang perilaku-perilaku khas, karakteristik seseorang dalam anggota kelompok. Stereotipe ada di dalam masyarakat dan disebarkan kepada semua masyarakat di sekitarnya.

Untuk dapat memahami bahwa stereotipe dan kategorisasi adalah bagian yang wajar dalam keseharian kita, Sanitioso juga secara interaktif mengajak peserta dan panitia acara untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan singkat yang didasarkan pada gambar manusia dengan identitas tertentu dan setiap jawaban mempunyai sebuah kecenderungan yang mengindikasikan adanya stereotipe dan kategorosasi dalam setiap keputusan dan pilihan sikap yang kita ambil.

 

“Ini berarti kita harus berpikir bahwa setiap orang dalam anggota kelompok adalah sama, semua orang kulit hitam, semua orang Asian, adalah sama dan seterusnya. Kita melihat homogenitas yang mengatasi generalisasi yang mempercayai perbedaan kelompok” Terang Sanitioso.

Acara berlangsung cukup lancar. Beberapa peserta bertanya kepada pemateri untuk memperdalam pemahamannya tentang bagaimana harus menyikapi adanya stereotipe yang selalu hadir dalam kehidupan agar tidak berdampak buruk, namun sebaliknya agar terjadinya kategorisasi itu bisa berdampak positif.

Memahami dan Mendiagnosis Anak dengan Disleksia

Promovendus Club Program Doktoral Ilmu Psikologi menyelenggarakan acara dengan topik “Memahami dan Mendiagnosis Anak dengan Disleksia” pada Jum’at (16/4). Acara yang berlangsung pada pukul 09.00 WIB ini merupakan bagian dari kolokium yang dilaksanakan rutin tiap 2 pekan sekali oleh Promovendus Club secara daring.

Hadir pada acara ini Dr. Trubus Raharjo, S.Psi., M.Si., Psikolog sebagai pemateri yang merupakan seorang Dosen di Universitas Muria Kudus sekaligus alumni dari Program Studi Doktor Ilmu Psikologi UGM. Ada beberapa hal yang disampaikan oleh Trubus melalui acara ini, meliputi bagaimana mengenali gejala kesulitan belajar disleksia, bagaimana tata laksana diagnosis anak dengan disleksia, serta bagaimana menangani anak dengan disleksia. “Selama ini informasi tentang disleksia khususnya untuk guru, pendidik, juga psikolog masih sangat minim sekali. Ada beberapa komunitas dan sebagainya, tetapi lebih banyak memang dipegang oleh dokter-dokter anak, biasanya begitu”, ungkap Trubus.

Disleksia menurut The International Dyslexia Association merupakan kesulitan belajar spesifik yang berasal dari faktor neurologis. “Bahwa disleksia itu adalah kesulitan belajar spesifik karena nanti akan membedakan dengan kesulitan belajar yang lain sifatnya umum, seperti autis, retardasi, intelektual disorder, intelektual disability”, jelas Trubus. Anak dengan gangguan disleksia memiliki masalah yang secara umum terlihat mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, dan mengeja. “Meskipun nanti ada perilaku-perilaku lain yang mencirikan sebagai anak dengan disleksia atau bahkan orang dewasa dengan disleksia”. Menurut Trubus, deteksi dini disleksia sudah dapat dilakukan pada masa pra-sekolah, meskipun biasanya mulai terlihat pada tahun pertama anak sekolah.

Disleksia dikatakan sebagai gangguan spesifik karena acuan diagnosis gangguan disleksia ini adalah DSM-5 dan termasuk sebagai gangguan perkembangan syaraf otak (neurodevelopmental disorder) pada kategori gangguan belajar spesifik. Selanjutnya, ada tiga hal utama yang menjadikan disleksia sebagai gangguan belajar spesifik, yaitu faktor biologis yang konteksnya bisa genetik, kecelakaan, atau benturan. Kemudian, ada faktor kelainan pada tingkat kognitif yang berhubungan dengan kemampuan memahami, penalaran, dan juga logika. Selain itu, disleksia juga berkaitan dengan tanda-tanda perilaku, seperti ketidakmampuan dalam menulis, membaca, maupun mengeja.

Gangguan bersifat perilaku yang terlihat pada anak dengan disleksia antara lain, suka bicara sendiri, anak se-enaknya sendiri, komorbid ADHD atau speech delay, dan lain sebagainya, termasuk sering mengucapkan kata atau kalimat yang terbalik. “Nah ini yang kadang-kadang menimbulkan emosi pada anak karena menganggap orang dewasa di sekitarnya, Ayah, Ibu, saudaranya tidak paham dengan apa yang ditanyakan”, jelas Trubus.

Topik yang diangkat pada acara kali ini cukup diminati oleh masyarakat, terbukti dari pendaftar yang masuk melebihi kapasitas yang telah disediakan. Hal tersebut membuat panitia sampai harus menyediakan link YouTube agar peserta tetap dapat bergabung meskipun tidak mendapatkan link zoom. Penjelasan lengkap terkait disleksia dapat disimak pada kanal YouTube Program Doktor Ilmu Psikologi UGM.

Emosi Moral Remaja

Jumat (12/4) Promovendus Club Program Studi Doktor Ilmu Psikologi mengadakan acara dengan tema “Emosi Moral Remaja”. Acara ini merupakan bagian dari acara Kolokium Dua Mingguan (KDM) yang diselenggarakan dua minggu sekali dengan mendatangkan pemateri dengan keahlian dan pemfokusan ilmu yang beraneka ragam.

Acara ini dimulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 10.30 WIB. Peserta yang dating pada acara ini mencapai 116 orang yang datang dari berbagai daerah.

Pemateri dalam acara KDM kali ini adalah Dr. M.M. Shinta Pratiwi, M.A., Psikolog yang membawakan materi mengenai dinamika emosi moral pada remaja. Dengan menggunakan penelitian-penelitian terkini tentang moral, dosen psikologi Universitas Semarang ini menjelaskan tentang teori perkembangan moral remaja dalam psikologi tidak hanya berhenti pada Kohlberg atau Piaget.

Dalam pemaparannya Shinta memaparkan poin-poin penting yang berkaitan dengan emosi moral seperti hubungan antara emosi dan moralitas, definisi emosi moral, perbedaan emosi moral dan emosi non moral, bentuk-bentuk emosi moral, dan faktor-faktor yang dapat memprediksi emosi moral.

Lanskap perkembangan moral dalam perspektif psikologi cakupannya sangat luas. Namun yang selama ini sering digunakan untuk memahami dan mengidentifikas lanskap tersebut hanya terbatas pada teorinya Piaget dan Kohlberg.

“Pada saat saya jadi dosen awal-awal itu pada saat saya memahami perkembangan moral, itu kok hanya perkembangan moralnya Kohlberg saja? Tapi ternyata saya kurang belajar. Jadi saat itu saya membaca lagi dari artikel jurnal dari buku-buku, dan saya mengambil dari buku Santrock yang terbaru tahun 2018, (ternyata) domain perkembangan moral itu luas” ungkap Shinta.

Lebih lanjut Shinta menjelaskan domain-domain dalam perkembangan moral antara lain kognitif moral, afektif moral, perilaku moral, dan domain yang terbaru yaitu kepribadian moral yang di dalamnya ada identitas moral, karakter moral, dan teladan moral. Domain-domain ini sama pentingnya dalam perkembangan moral manusia. Semuanya mempunyai keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya.

“Saat kita menghadapi suatu peristiwa moral atau suatu dilemma moral maka domain-domain ini akan bekerja. Jadi sama pentingnya” imbuh Shinta.

Berangkat dari argument itu, Shinta menekankan bahwa ada suatu permasalahan dalam pembahasan tentang perkembangan moral. Selama ini kajian-kajian tentang perkembangan moral hanya terfokus pada kognitif moral saja. Beberapa domain moral lebih sedikit dibahas, dan yang paling jarang dibahas adalah afeksi moral dan kepribadian moral.

“Jadi bapak ibu bisa mencari dengan kata kunci emosi moral dari penelitian di luar (negeri) itu sudah banyak. Tetapi untuk mencari model emosi moral itu masih sulit sekali” ujar Shinta.

Realitas itulah yang membuat Shinta tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang emosi moral. Hal itu sangatlah penting untuk melengkapi kajian-kajian tentang emosi moral yang sudah mulai bermunculan di Indonesia.

Dalam menentukan sikap moral dalam kehidupan sehari-hari tidak cukup hanya menggunakan kognitif saja. Shinta menekankan bahwa emosi juga sangat mempunyai peran dan fungsi dalam memilih perilaku moral yang tepat.

“Emosi dapat memotivasi perilaku moral dan mengantisipasi perilaku amoral” tegas Shinta.

Pada sesi akhir pemaparan materinya, Shinta menjelaskan tentan hasil penelitiannya tentang emosi moral remaja. Ia menerangkan faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi prediktor emosi moral remaja dan juga menjelaskan bagan mekanisme terbentuknya emosi moral remaja yang sangat dipengaruhi oleh sosialisasi emosi orang tua dan kualitas pertemanan.

Setelah sesi penjelasan pemateri juga menyediakan sesi tanya jawab. Hal itu tidak disia-siakan oleh peserta yang ingin tahu lebih dalam perihal emosi moral khususnya pada remaja.

Acara berlangsung sangat lancar. Panitia penyelenggara cukup senang dan berharap akan bisa menghadirkan acara KDM secara rutin dengan tema-tema yang lebih beragam dan menarik di waktu depan.

Webinar: Tips Makan Sehat Pasca Vaksin

Jumat (9/4) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada mengadakan acara Webinar yang bertajuk “Tips Makan Sehat Pasca Vaksin”. Acara ini merupakan salah satu upaya sosialisasi tentang vaksin dan bagaimana seharusnya mengatur pola hidup pasca vaksin Covid-19.

Acara ini berlangsung mulai pukul 13.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Acara ini diikuti oleh 80 orang yang terdiri dari dosen, karyawan, dan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Pemateri acara ini adalah dr. Mei Neni Sitaresmi, Sp.A.K., Ph.D. Dipandu oleh pembawa acara Florentina Rusmawati, S.E., Mei memaparkan kondisi terkini tentang pandemi Covid 19 hingga perkembangan vaksin yang resmi digunakan oleh Pemerintah Indonesia.

Mei banyak memberikan tips-tips bagaimana seharusnya kita setelah menerima vaksin agar manfaat vaksin menjadi lebih maksimal. Dalam acara ini Mei juga mengajak semua peserta untuk menjadi agen yang secara aktif mempromosikan tentang pentingnya mengikuti vaksinasi untuk mencegah semakin meluasnya pandemi Covid-19 pada masyarakat.

Hal ini sangatlah penting karena walaupun proses vaksinasi di Indonesia sudah mulai berjalan, tren pandemi masih tetap naik. Masyarakat yang belum sepenuhnya bisa dan mau menaati protokol Kesehatan juga memberi andil menanjaknya angka persebaran pandemi Covid-19. Liburan panjang akhir Desember 2020 disinyalir menjadi titik balik naiknya lagi angka persebaran Covid-19.

“Kepatuhan (terhadap protokol kesehatan) itu menjadi hal yang sangat-sangat sulit ya kadang-kadang kalau kita tidak punya pengalaman sendiri (maka) nggak percaya” ujar Mei.

Mei selanjutnya menerangkan apa itu vaksin dan perbedaannya dengan imunisasi. Untuk kondisi sekarang yang paling efektif dilakukan adalah vaksinasi. Oleh sebab itu semua warga negara Indonesia yang memenuhi syarat wajib mengikuti vaksinasi. Selain itu efek dari vaksin lebih bertahan lama dibandingkan imunisasi.

“Sebetulnya vaksin bukan barang baru. Ini sudah ratusan tahun kita lihat ya, dan vaksin merupakan intervensi pencegahan yang paling efektif dibandingkan pencegahan yang lain” terang Mei.

Dalam kasus pandemi Covid-19 ini pemerintah Indonesia dan WHO sudah memperhitungkan bahwa jika minimal 70% orang Indonesia divaksin maka akan timbul herd imunity. Terjadi kekebalan kelompok sebagai perlindungan tidak langsung dari penyakit menular karena sebagian besar populasi yang sudah kebal terhadap infeksi virus menjadi pelindung bagi individu yang belum kebal virus atau belum divaksin.

“Nah ini makanya vaksinasi itu bukan hanya hak, tetapi kewajiban, karena dia harus melindungi (manusia di) kanan kirinya sehingga tidak sebagai sumber penularan” terang Mei.

Selanjutnya Mei juga menjelaskan tentang berbagai jenis vaksin yang digunakan di Indonesia. Salah satunya adalah jenis viral vector vaccine, yaitu di mana virus menjadi vektor atau pembawanya. Dalam viral vector vaccine, corona virus ini dimasukkan di dalam suatu virus yang sudah jinak dan dikenali oleh tubuh sehingga tubuh bisa membentuk kekebalan.

“Tetapi saat ini di Indonesia yang ada yang ini yang punyanya Sinovac yang juga Kerjasama dengan Bio Farma dan Astra Zeneca. Nah Astra Zeneca ini yang masuk di sini saat ini adalah bantuan WHO”.

Pada penjelasan selanjutnya Mei menekankan kepada penerima vaksin agar tetap mematuhi protokol kesehatan. Menghindari kerumunan, menjaga kebersihan, dan mengurangi mobilitas. Selanjutnya Mei juga memberikan tips-tips praktis bagaimana mengoptimalkan reaksi vaksin. Beberapa diantaranya adalah menjaga kebugaran tubuh, aktivitas fisik, dan tidur yang cukup.

Acara berlangsung sangat interaktif. Peserta acara memanfaatkan sesi tanya jawab untuk memahami lebih dalam tentang vaksin dan bagaimana pola hidup sehat yang harus dilakukan setelahnya.

Pada akhir acara panitia juga mengumumkan hasil penilaian lomba poster mahasiswa psikologi. Juara pertama diraih oleh kelompok 15 dengan judul poster “Strategi Sehat, Bugar, dan Produktif Selama di Masa Pandemi”. Panitia juga memberikan hadiah saldo GoPay kepada penanya terbaik dan beberapa peserta yang beruntung.

Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikologi Industri & Organisasi

Program Doktor Ilmu Psikologi UGM bersama Kelompok Bidang Keahlian (KBK) Organizational Change and Development selama 3 hari (7-9/4) hari menyelenggarakan Kursus Intensif mengenai “Perkembangan  Mutakhir dalam Penelitian Psikologi Industri & Organisasi”. Acara ini dibuka oleh Dr. Nida Ul Hasanat, M.Si selaku Wakil Dekan Fakultas Psikologi UGM Bidang Akademik dan Kemahasiswaan. Beliau mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung berlangsungnya acara ini, sekaligus secara resmi membuka acara.

Hari pertama acara ini dimulai pada pukul 13.00 WIB dan dengan mengangkat topik “Isu Terkini tentang Kinerja & Karir bagi Milenial” yang diisi oleh Dr. Noor Siti Rahmani, M.Sc., Psikolog dan Dr. Sumaryono, M.Si., Psikolog. Melalui topik tersebut, Rahmani menjelaskan manajemen kinerja salah satunya dengan teori behavioristik yang terdiri dari stimulus dan respons yang pada outputnya akan menguatkan atau melemahkan sesuai dengan kualitas kinerja yang dihasilkan pekerja. Oleh karena itu, penilaian prestasi kerja dan perilaku kerja tiap-tiap pegawai adalah hal penting supaya perusahaan dapat menguatkan atau melemahkan prestasi atau perilaku kerja secara tepat.

Sayangnya, hal tersebut tidaklah mudah karena masih banyak perusahaan yang belum mampu maksimal dalam menilai kinerja setiap pegawainya. “Penilaian prestasi kerja dan perilaku kerja ini sangat krusial sekali karena di dunia kerja akan dijumpai prestasi kerja dan perilaku kerja yang tidak mengukur kinerja. Hal itu banyak sekali kita jumpai sehingga kalau dikaitkan dengan reward (maka) rewardnya juga meleset”, jelas Rahmani

Selanjutnya, Sumaryono juga menjelaskan tentang definisi karier bagi para milenial yang sudah tidak lagi sama dengan definisi karier di era-era sebelumnya. Pada era sebelumnya, karier sebagai properti organisasi dan dipahami sebagai perkembangan posisi. Akan tetapi, saat ini para milenial menganggap karier sebagai properti individu dimana karier dianggap sama dengan pengembangan potensi. “Nah, ketika kita bicara karier sebagai properti individu, maka menjadi persoalan baru karena mereka tidak hanya fokus pada tuntutan organisasi, tetapi juga fokus pada tuntutan pengembangan potensi (diri) mereka”, terang Sumaryono.

Kemudian, sesi kedua pada hari pertama dilanjutkan pada pukul 15.30 WIB dengan topik “Isu Terkini tentang Kepemimpinan & Pengikut dalam Organisasi yang diisi oleh Drs. I. J. K. Sito Meiyanto, Ph.D., Psikolog & Ridwan Saptoto, M.A., Psikolog. Pada awal pemaparannya, Sito merunut sejarah awal dari kepemimpinan terbentuk. Sementara Ridwan memfokuskan penjelasan tentang ke arah mana model kepemimpinan akan menuju.

Pada hari kedua, kursus intensif kembali dilanjutkan dengan Dra. Sri Hartati, M.Si., Psikolog & Taufik Achmad Dwipurto, M.Si., Psikolog sebagai pembicara pada sesi pertama. Sri dan Taufik menyampaikan materi berkaitan dengan topik “Isu Terkini tentang Pelatihan dan Pengembangan”. Melalui topik tersebut, para pembicara menyampaikan bahwa latar belakang dari acara ini adalah mengubah atau mengembangkan training dan development sumber daya manusia agar selaras dengan tujuan strategis dari masing-masing perusahaan.

Acara terus berlanjut dengan Rizqi Nur’aini A’yuninnisa, M.Sc dan Galang Lufityanto, M.Psi., Ph.D., Psikolog sebagai pembicara pada sesi kedua. Rizqi dan Galang membahas materi yang berkaitan dengan topik “Isu Terkini tentang Flourishing & Agility at Work”. Rizqi menjelaskan bahwa flourishing hadir karena adanya mental health yang dapat diatasi dengan subjective psychologist well-being, emotional well-being, dan social well-being. “Well being adalah kebahagiaan yang subjektif. Tidak hanya sekedar bagaimana merasa senang, tetapi secara fisiologis ada hormon yang dihasilkan dalam tubuh, itu pendekatan secara hedonic. Tetapi, kalo dilihat dari pendekatan eudaimonic hal lebih mendalam, beyond pleasure, kebahagiaan itu ketika menjadi seorang individu seutuhnya”.

Setelah itu, penjelasan dilanjutkan oleh Galang tentang agility yang berkaitan dengan stres dan perubahan. Agility merupakan kemampuan seseorang dalam menghadapi stres. “Tidak semua orang punya kemampuan yang sama dalam menghadapi stres. Agility disini sebagai kesediaan dan kemampuan untuk belajar dari pengalaman dan mengaplikasikan ke sesuatu yang baru”, terang Galang.

Acara kursus intensif kali ini ditutup dengan mengangkat 3 topik yang tidak kalah menarik. Pertama, topik yang diangkat adalah “Behing the Scene: Finding Motivation at Work & Creating Meaning Through Leader Perspective dengan pembicara Dr. Bagus Riyono, M.A., Psikolog & Indrayanti, M.Si., Ph.D., Psikolog. Kemudian, topik selanjutnya berkaitan tentang “Individual Differences in Rationality: Pengukuran dan Potensi Manfaatnya” yang dipaparkan oleh Rahmat Hidayat, M.Sc., Ph.D. Sementara untuk sesi terakhir pada hari ketiga membahas topik “Isu Terkini tentang Indigenosasi Riset I/O dan Analisis Data dalam Riset I/O” yang disampaikan oleh Prof. Faturochman, M.A., Dr. Avin Fadilla Helmi, M.Si., dan Wahyu Jati Anggoro, S.Psi., M.A.

Pemulihan Psikologis Anak yang Berkonflik dengan Hukum dalam Konteks Keadilan Restoratif di Sekolah

Kamis (1/4) Promovendus Club Program Doktoral Ilmu Psikologi mengadakan acara bertajuk “Pemulihan Psikologis Anak yang Berkonflik dengan Hukum dalam Konteks Keadilan Restoratif di Sekolah”. Acara ini merupakan bagian dari kolokium yang dilaksanakan secara rutin dua mingguan oleh Promovendus Club secara daring.

Acara berlangsung pukul 09.00 hingga 10.45 WIB. Peserta yang hadir dalam acara ini mencapai 80 orang.

Pemateri acara kolokium dua mingguan pada kesempatan ini adalah Dr. Putri Marlenny Puspitawati, M.Psi., Psikolog. Pada kesempatan ini ia membawakan tema penelitiannya tentang bagaimana idealnya penanganan anak-anak pasca berurusan dengan hukum sehingga kebutuhan psikologis anak tidak terkesampingkan dan dapat kembali diterima dalam lingkungan sosial secara sehat positif.

Ketika seorang anak melakukan pelanggaran hukum akan membawa dampak-dampak psikis meskipun anak tersebut sudah selesai menjalani proses hukum. Hal itu membuat anak sulit untuk pulih secara psikologis dan sosial.

“Bahkan ada yang sampai pada school refusal, penolakan terhadap sekolah dan konsep diri mereka semakin negatif” imbuh Putri.

Putri memaparkan fakta di lapangan bahwa kasus anak yang berhadapan dengan hukum di Indonesia semakin memprihatinkan. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasa Putra menyatakan bahwa dalam waktu lima tahun terakhir terdapat lebih dari 8.200 kasus anak berhadapan dengan hukum. Hal ini tentunya membutuhkan penanganan yang tepat agar hak anak tetap terlindungi.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2012, tentang sistem peradilan pidana anak, anak yang berhadapan dengan hukum berhak diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya, berbeda dari orang dewasa yaitu tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara kecuali sebagai upaya upaya terakhir dan dalam waktu singkat dan memperoleh pendampingan orang tua/wali.

“Pertimbangan logisnya apa ketika proses hukum formal itu diterapkan? Karakteristik dan motivasi anak melakukan kejahatan itu sudah berbeda dengan orang dewasa. Di mana karakteristik anak yang melakukan tindak kejahatan dari segi fungsi kognitifnya, kondisi mentalnya, karakteristik kepribadiannya itu juga berbeda sendiri” jelas Putri.

Pertimbangan logis lainnya, menurut Putri, adalah dampak negatif dari proses hukum yang panjang, masa depan anak, kebutuhan anak dalam masa tumbuh kembang, dan pemenuhan hak-hak anak. Hal ini juga berpengaruh bagi bergesernya paradigma proses penegakan hukum dari keadilan retributif, menjadi keadilan restitusi, dan yang terakhir keadilan restoratif yang berlaku hingga sekarang.

Perkembangan paradigma hukum restoratif itu, menurut Putri, juga diimplementasikan pada perundang-undangan di Indonesia. Keadilan restoratif juga dijelaskan dalam UU RI No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 ayat (6) yang di dalamnya menekankan pada pemulihan kembali pada keadaan semula, bukan pembalasan.

Namun begitu pelaksanaan keadilan restoratif di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Hal itu terlihat dari ketimpangan proses pemulihan antara korban dan pelaku.

“Pemulihan dalam konteks administratif masih berfokus (hanya) pada korban, tidak ada yang terkait dengan pelaku. Dan kita sendiri di lapangan, konsep pemulihan dalam peraturan di Indonesia masih tergantung PP nomor 40 (tahun 2011) dan sebagainya. Jadi belum ada yang kaitannya konteks apa (saja) yang harus dipulihkan” ujar Putri.

Pada sesi terakhir Putri menjelaskan bahwa masih belum ada penelitian dengan konteks keadilan restoratif di Indonesia dalam penanganan tindak kekerasan di sekolah masih belum ditemukan. Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian dari semua pihak karena kekerasan di sekolah juga merupakan permasalahan yang pelik di negeri ini.

Pada sesi pertanyaan peserta cukup interaktif bertanya tentang penelitian tentang paradigma hukum restoratif dari segi psikologis pada pemateri. Selain menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peserta, Putri juga mengajak peserta untuk turut aktif dalam penelitian-penelitian terkait paradigma hukum restoratif dan implementasinya pada anak yang berkonflik dengan proses hukum.

Rahasia Memotivasi Siswa: Perspektif Psikologi

Sabtu (27/3) Kapsigama berkerjasama dengan OCIA (Office of Cooperation, International Affairs, and Alumni) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada mengadakan acara dengan tajuk Psikolog Masuk Sekolah “Rahasia Memotivasi Siswa : Perspektif Psikologi”. Acara ini mengulas tentang bagaimana memotivasi siswa dalam belajar berdasarkan teori-teori psikologi pendidikan.

Acara berlangsung mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 11.45 WIB. Peserta acara ini adalah guru dan tenaga pendidik hingga kepala sekolah mulai pendidikan tingkat dasar, menengah, hingga tingkat atas. Mereka datang dari berbagai sekolah di berbagai daerah di Indonesia.

Acara diawali oleh beberapa kata sambutan. Kata sambutan pertama dari Ketua Kapsigama Prabaswara Dewi S.Psi., Psikolog. Kemudian kata sambutan kedua disampaikan oleh Kaprodi Magister Profesi Fakultas Psikologi UGM Dr. Sumaryono, M.Si. Selanjutnya kata sambutan ketiga disampaikan oleh Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan (P3GTK) Dr. Praptono, M. Ed., sekaligus membuka acara ini.

Pemateri pada acara ini adalah Dr. Yuli Fajar Susetyo, M.Si., Psikolog, dosen Fakultas Psikologi UGM yang ahli dalam bidang Psikologi Pendidikan. Selain menjadi dosen ia juga dikenal sebagai trainer dan motivator di bidang pendidikan. Yuli juga menulis beberapa buku tentang pendidikan dan motivasi.

Pada kesempatan ini Yuli memaparkan materi tentang bagaimana memotivasi siswa dalam belajar melalui sudut pandang psikologi. Sebelum memaparkan apa saja strategi tentang motivasi, Yuli mengajak peserta untuk lebih memahami dahulu tentang siswa yang dihadapinya dalam profesi sehari-harinya sebagai seorang pengajar.

Yuli menekankan bahwa tidak ada jalan pintas dalam memahami peserta didik. Setiap siswa adalah unik dengan berbagai potensi yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu Yuli tidak memberikan tips-tips praktis yang siap pakai dalam menghadapi siswa. Sebaliknya, Yuli mengajak para guru untuk memahami dasar teoretis tentang motivasi anak dalam belajar secara komprehensif.

“Tujuan pertemuan kita adalah kita mencoba membuat sebuah pemahaman bersama tentang hal-hal penting yang harus kita fahami, lalu bapak ibu akan mengkonstruk sendiri bagaimana cara menerapkannya di sekolah” jelas Yuli.

Yuli menjelaskan bahwa sebelum memotivasi siswa, maka gurupun diajak memahami diri sendiri apakah sudah termotivasi dalam mengajar. Hal itu penting karena kondisi diri sendiri sangat mempengaruhi performa guru dalam menangani siswa. Di samping itu guru juga akan menjadi model bagi siswa dalam memotivasi dirinya sendiri dalam belajar. Kegigihan guru akan menjadi inspirasi murid-muridnya.

“Jika dipandang secara luas bukan hanya bicara motivasi untuk prestasinya tinggi, tapi lebih luas dari itu kita menjadi inspirasi mereka agar mereka itu punya motivasi menjadi orang yang besar, berkontribusi. Kemudian menjadi orang yang tidak pernah jatuh hanya karena persoalan kecil” tutur Yuli.

Dalam pemaparannya tentang motivasi Yuli banyak memberikan teori-teori dasar pendidikan seperti kecerdasan majemuk, self-fulfilling propechy, efikasi diri, self-worth theory, teori kognitif sosial dan lain sebagainya. Semuanya dijelaskan secara terperinci dan dikaitkan dengan contoh-contoh kasus dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta dapat lebih mudah memahaminya. Namun Yuli juga menjelaskan bahwa dalam memotivasi belajar anak, guru harus tetap memperhatikan aspek kesejahteraan dan kebahagiaan anak.

Acara berlangsung dengan lancar dan interaktif. Peserta secara antusias bertanya dan tentang motivasi yang baik dan benar dari sudut pandang psikologis. Panitia acara berharap dengan diadakannya acara ini dapat memberikan semangat kepada guru dan para pendidik yang hadir dalam acara ini mendapatkan wawasan tentang teori motivasi dan dapat mengaplikasikannya kepada siswa didiknya sesuai dengan karakter dan kebutuhannya.

Kuliah Online: “Toxic Positivity” dan Kesehatan Mental

Kuliah Online yang diadakan oleh Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi kembali digelar pada Jumat (26/3). Untuk pembahasan kuliah online kali ini dibersamai Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog dan Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog sebagai narasumber yang membahas “Toxic Positivity” dan Kesehatan. Acara ini dibuka oleh narasumber yang mengajak partisipan untuk menulis pendapat tentang apa itu toxic positivity. Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa toxic positivity berkaitan dengan berpikir positif yang kebablasan sehingga menjadi racun untuk diri kita. Kemudian partisipan yang lain menganggap toxic positivity adalah tindakan yang buruk, tetapi dengan penyampaian yang baik dan masih banyak lagi pendapat-pendapat partisipan terkait toxic positivity.

“Jadi bukan berarti positive thinking itu bukan yang kemudian mutlak, semuanya positif, yang negatif jadi positif”, jelas Nurul. Padahal disisi lain, seseorang juga tidak boleh memungkiri bahwa ada juga hal negatif yang terjadi, baik itu emosi atau pikiran. Bersikap atau berpikir tidak sama dengan menghilangkan atau menganggap emosi negatif adalah hal yang buruk. Justru ketika itu terjadi akan membawa seseorang berada pada kondisi yang menolak pengalaman atau emosi negatif.

Toxic positivity ini adalah ketika sikap positif itu kemudian digeneralisasikan ke semua situasi dan mengabaikan perasaan serta emosi negatif. Tidak dirasakan, didengarkan, bahkan tidak diakui keberadaannya”, terang Nurul. Di satu sisi, emosi negatif memang suatu hal yang tidak baik, tetapi bukan berarti seseorang tidak bisa mendapatkan hal baik dari pengalaman atau emosi negatif tersebut.

Hal lain yang juga disampaikan oleh acara ini adalah bagaimana mengenali toxic positivity. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai tanda dari kondisi toxic positivity. Beberapa hal tersebut adalah menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, merasa bersalah atas emosi yang dirasakan, menyepelekan hal yang mengganggu dengan menganggapnya sebagai hal yang wajar, dan sebagainya. “Menghadapi suatu masalah yang negatif itu tidak mudah. Mungkin maju-mundur dan itu normal. Tetapi, intinya adalah upayakan untuk menghadapi itu, hadapi saja senegatif apa pun”, ungkap Nurul.

Selain membahas tentang toxic positivity, acara ini juga membahas tentang healthy positivity. Ada tiga hal yang berkaitan dengan healthy positivity, yaitu mindset untuk menerima seluruh bentuk emosi, dan belajar darinya untuk dapat berkembang. Healthy positivity ini juga membutuhkan upaya dan usaha yang keras serta dapat mengubah bagaimana seseorang melihat kondisi di sekitarnya.

Melalui acara ini, narasumber menyampaikan kepada partisipan bahwa kita adalah manajer dari emosi. Sebagai seorang manusia, kita memiliki kemampuan untuk mengontrol emosi tersebut.

Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikometrika

Program Doktor Ilmu Psikologi UGM selama lima hari (22-26/03) menyelenggarakan Kursus Intensif “Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikometrika”. Acara yang diikuti oleh 89 peserta ini dibuka oleh Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D selaku Ketua Program Studi Doktor Ilmu Psikologi. Melalui sambutannya, Rahmat menyampaikan bahwa kehadiran partisipan dari berbagai latar belakang pendidikan dan lembaga, diharapkan dapat memunculkan pertukaran pemikiran, inspirasi, wawasan, dan pengetahuan.

Hari pertama kursus ini diisi oleh Dr. Rachmawati, M.Ed. pada pukul 08.00 WIB. Rachmawati menyampaikan materi dengan tema “Implementasi Teknologi dalam Asesmen Nasional. Melalui tema tersebut, Rachmawati memaparkan bahwa dunia psikometri yang dianggap sangat rigid, khusus, dan spesifik, saat ini sudah mulai digunakan secara luar biasa, “Masanya sudah datang di Indonesia, data sudah tersedia, teknologi ada, kegunaannya pun jadi critical dan urgent. Jadi, Bapak dan Ibu yang saat ini sedang menempuh studi yang bergelut di bidang psikometri jadi punya kanal untuk melakukan penelitian dan berkarya”, ujar Rahcmawati.

Pada sesi kedua yang diisi oleh Agung Santoso, Ph.D yang dimulai pukul 13.00 WIB. Agung menyampaikan sebuah pemaparan materi dengan tajuk “Longitudinal Item Response Model”. Agung mengatakan bahwa, “Biasanya kalau orang bicara teori di ilmu-ilmu fisik, biasanya teori itu sudah dibuktikan, lalu sudah establish yang didukung oleh banyak riset. Sementara item response, itu lebih mirip ke model. Model untuk menggambarkan kompleksitas-realitas”.

Selanjutnya hari kedua, diawali oleh Whisnu Yudiana, S.Psi., M.Psi dengan topik “Test Equating: Bukan Hanya Jender, Tes juga Harus Setara” yang dimulai pada pukul 10.15 WIB. Pada sesi berikutnya, kursus intensif diisi oleh Sukaesi Marianti, M.Si., Ph.D. & Wahyu Widhiarso, S.Psi., M.A. Acara yang dimulai pada pukul 13.00 WIB mengusung topik “Person Fit: Kadang yang Salah bukan Butir, Orang bisa Juga Salah”.

Kemudian, hari ketiga kembali diisi oleh Wahyu Widhiarso, S.Psi., M.A dengan topik “Rasch Mixture Model: Rasch Model Kini Ada Campurannya”. “Disebut campuran karena analisisnya dicampur dengan rash laten”, jelas Wahyu. Tujuan analisis Rasch adalah untuk mengidentifikasi properti psikometris alat ukur di level butir, tes dan orang, serta untuk mengestimasi parameter butir dan kemampuan/trait individu. Selain Wahyu, acara pada hari ketiga juga diisi oleh Kartianom, S.Pd., M.Pd yang menyampaikan materi tentang “Cognitive Diagnostic Modelling: Apakah Siswa Sudah Mengenal Materi dengan Tepat?”. Menurut Kartianom, ketepatan siswa mengenal materi digunakan untuk memantau dan meningkatkan mutu pendidikan Indonesia yang berkorelasi dengan peningkatan kualitas pembelajaran. “Bagaimana menempatkan peserta didik dalam konteks ranah yang diketahui dan tidak diketahuinya”, terang Kartianom.

Pada hari keempat, acara diisi dengan dua narasumber, yaitu Muhammad Dwi Rifqi Kharisma Putra, S.Psi., M.Sc dengan topik “Dulu Factor Analysis, Kini Mengenal Item Factor Analysis” dan Sukaesi Marianti, M.Si., Ph.D dengan topik “Response Time dalam Pengukuran: Waktu juga memberikan informasi yang berharga”.

Terakhir, pada hari kelima, acara diisi oleh Adiyo Roebianto, S.Psi., M.Si pada pukul 08.00 dengan topik “Test Scoring: Sedikit Melepaskan Diri dari Hegemoni Sum Score”. Sementara pada penutup acara, diisi oleh Prof. Dra. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med.Sc., Ph.D dengan topik “Cultural and Linguistic Validation dalam Adaptasi Alat Tes”.

Kursus intensif “Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikometrika” merupakan paket kedua, setelah dua pekan sebelumnya Program Studi Doktor Ilmu Psikologi mengadakan kursus intensif “Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikologi Klinis”. Tujuan diselenggarakannya acara ini sebagai bentuk penerapan kurikulum tahun 2020 yang lebih berbasis pada pembelajaran riset. Oleh karena itu, paket-paket pembelajaran terstruktur dirancang lebih fleksibel dalam bentuk paket-paket kursus intensif.