Arsip:

Rilis

CICP Talk: Writing Strategies for Qualitative Research

Jumat (4/6) Center for Indigenous and Cultural Psychology (CICP) mengadakan acara “CICP Talk: Writing Strategies for Qualitative Research”. Acara ini merupakan acara rutin tahunan CICP yang bertujuan untuk mensosialisasikan hasil riset peneliti yang berafiliasi dengan CICP.

Acara berlangsung mulai pukul 13.00 WIB hingga pukul 15.30 WIB. Peserta yang hadir pada acara berjumlah 100 orang yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan peneliti dari berbagai universitas di Indonesia.

Dua orang pemateri dari acara ini adalah Restu Tri Handoyo, Ph.D, Psikolog dan Adelia Khrisna Putri, S.Psi., M.Sc. Keduanya adalah dosen di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Kedua pemateri juga sangat aktif dalam meneliti dan mempublikasikan hasil penelitiannya.

Dalam kesempatan ini Restu membagikan hasil penelitiannya yang baru dipublikasi pada tahun 2021 ini dengan judul “A qualitative exploration of stigma experience and inclusion among adults with mild to moderate intellectual disability in an Indonesian contex”. Sedangkan Adelia mempresentasikan penelitiannya yang dipublikasikan pada tahun 2019 dengan judul “Indonesian faculty barriers in providing help to college students in distress”.  

Pada sesi pertama Restu mempresentasikan penelitiannya yang berfokus pada pengalaman stigma dan inklusi sosial pada orang dewasa penyandang disabilitas intelektual dalam konteks Indonesia. Restu tertarik melakukan riset dengan tema ini dalam studi doktoralnya adalah karena informasi tentang disabilitas intelektual di Indonesia belum ada yang terpublikasi secara internasional.

“Ketika (rencana penelitian) ini saya ajukan ke supervisor saya, mereka langsung setuju karena ketika mereka googling ketika mereka searching memang mereka nggak bisa menemukan informasi-informasi yang terkait dengan disabilitas intelektual di Indonesia. Jadi penelitian saya dianggap masih novel,” terang Restu.

Penelitian Restu ini berbentuk multimethod dengan menggunakan analisis tematik sebagai kerangka penelitiannya.  Dalam penelitian yang melibatkan 15 responden ini Restu menemukan empat tema besar yaitu discrimination and poor treatment, reaction to and impact of stigma, limited social life and activity, dan wish of a normal life.

“Mereka melihat bahwa ada kehidupan lain, begitu ya, kesempatan yang dimiliki oleh orang-orang lain yang tidak mengalami disabilitas seperti mereka, dan mereka menyadari itu,” ungkap Restu.

Pada sesi kedua Adelia mempresentasikan penelitiannya yang mengeksplorasi tentang hambatan yang dirasakan oleh dosen maupun staf akademik ketika mereka menghadapi mahasiswa yang sedang dalam keadaan stres.  Tema penelitian ini dipilih karena sesuai dengan minat keilmuannya yaitu di bidang kesehatan mental khususnya tentang kasus bunuh diri.

Dalam penelitian ini Adelia ingin mengidentifikasi ke mana mahasiswa mencari bantuan ketika mengalami stres. Metode yang digunakan adalah exploratory study menggunakan survei online. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa di antara mereka yang mengalami stres itu hanya sekitar 5 persen yang mencari bantuan profesional, sedangkan 95 persennya mencari di tempat lain misal teman dan keluarga.

Dengan temuan itu Adelia tidak ingin berhenti hanya berfokus pada perilaku aktif penderita stres dalam mencari bantuan profesional. Lebih jauh lagi bagaimana ketersediaan pelayanan bagi mereka yang membutuhkan bantuan psikologis itu juga penting.

“Seolah hanya mereka (penderita stres) yang butuh meningkatkan awareness dan actively seeking. Tapi tidak banyak penelitian ketika itu yang mencoba untuk melihat, sebenarnya help providingnya itu seperti apa sih?” ungkap Adelia.

Di samping memaparkan hasil-hasil penelitiannya, kedua pemateri juga memberikan tips dan saran-saran dalam melakukan penelitian dengan metode kualitatif. Pemateri membagikan banyak pengalaman menarik yang mereka dapatkan pada saat menyelesaikan karya ilmiah hingga mempublikasikannya.

Pada sesi tanya jawab peserta secara antusias bertanya baik tentang metode penelitian kualitatif ataupun pertanyaan spesifik mengenai tema penelitian masing-masing pemateri. Panitia berharap bahwa dengan diadakannya acara ini akan semakin memperluas wawasan peserta acara tentang penelitian kualitatif dan semakin memotivasi peserta untuk mempublikasikan karya-karya ilmiahnya.

Kuliah Online: Post-traumatic Growth

Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi kembali mengadakan Kuliah Online pada Jumat (4/6). Topik yang diangkat pada acara Kuliah Online kali ini mengenai Post-traumatic Growth yang dibahas oleh Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog dan Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog. Acara ini diawali dengan sedikit pengantar dari moderator yang menjelaskan apa itu trauma, “Dalam dunia medis, trauma merujuk pada cidera yang terjadi pada tubuh seseorang akibat adanya benturan, pukulan, dan lain sebagainya yang terlihat dari lebam atau kebiruan yang muncul”, jelas moderator. Trauma dalam isitilah psikologi dan medis sebenarnya tidak jauh berbeda, sama-sama memiliki penyebab dan symptom-simptom yang dirasakan.

Hal menarik selanjutnya adalah ketika orang-orang yang mengalami trauma berhasil bertahan bahkan menjadi pribadi yang lebih baik dibandingkan sebelum mengalami kejadian trauma. Kondisi itulah yang berkaitan dengan post-traumatic growth (PTG), “sebenarnya PTG ini istilah lama, tetapi mungkin belum familiar atau kurang popular di kalangan masyarakat”, ungkap Nurul.

Post-traumatic growth merupakan sebuah perubahan atau transformasi positif yang dialami oleh seseorang setelah berjuang menghadapi trauma. Ditandai dengan kualitas diri atau kondisi yang lebih jauh dibandingkan sebelum mengalami trauma. Sayangnya, kondisi PTG hanya bisa dialami oleh orang-orang yang telah selesai dalam berjuang menghadapi trauma. Meskipun begitu, bukan berarti orang yang tidak mengalami trauma tidak bisa mendapatkan nilai-nilai yang dicapai oleh orang-orang yang mengalami trauma, “Bisa jadi (nilai-nilainhya) sudah dimiliki orang yang tidak mengalami trauma. Artinya, dia tidak mengalami trauma karena sudah paham level yang akhirnya dicapai oleh orang yang mengalami PTG”, jelas Nurul.

Wirdatul pun menambahkan, bahwa ketika seseorang berkeinginan untuk belajar dari trauma, maka seseorang tersebut justru bisa melejit lebih baik dari diri sendiri sebelum trauma. Sehingga membandingkan kondisi seseorang setelah trauma tidak dengan orang lain, tetapi dengan diri sendiri ketika sebelum mengalami trauma. Selain itu, transformasi yang dialami oleh seseorang setelah trauma dapat berbeda-beda dan salah satunya dipengaruhi oleh jenis trauma yang dialami.

Terdapat lima domain yang berkaitan dengan post-traumatic growth, yaitu kekuatan personal, hubungan yang lebih baik dengan orang lain, apresiasi akan hidup, kemungkinan yang baru, dan/ perubahan spiritual dan pemahaman baru tentang makna dan tujuan hidup. Kelima domain tersebut tidak harus semuanya dicapai oleh seseorang, cukup satu domain saja maka orang tersebut sudah termasuk mengalami PTG. Hal tersebut dikarenakan PTG memang bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Tidak semua orang bisa mencapainya karena tidak semua orang memiliki kemampuan apresiasi yang baik, “Kita sangat terbiasa untuk menganggap biasa hal-hal yang biasa terjadi pada kita”, ungkap Nurul.

Orang-orang yang mengalami PTG pasti mengalami peningkatan diri sekecil apapun itu. Selain itu, orang-orang yang mengalami PTG pada akhirnya memiliki pandangan yang lebih lebar, ruang toleransi yang lebih luas, ambang stres yang dimiliki naik, serta memiliki kemampuan apresiasi yang meningkat. Selain itu, ketika seseorang mengalami PTG, maka orang tersebut lebih bisa mengenali kerentanan diri sendiri, lebih berani meminta bantuan, menyadari, serta mengenali kapasitas diri.

Dalam menyampaikan materinya, Wirdatul menjelaskan bahwa bukan berarti orang yang berhasil bertumbuh dan mencapai post-traumatic growth, berarti lupa sepenuhnya dengan traumanya. Akan tetapi, meskipun masih ingat dan masih ada ketidaknyamanan yang dirasakan, orang tersebut menyadari bahwa ada hal-hal yang berkembang dalam dirinya.

Integritas Akademik Dosen Indonesia: Fakta, Pengukuran, dan Upaya Optimalisasi

Promovendus Club Program Doktor Ilmu Psikologi UGM kembali menyelenggarakan acara Kolokium yang rutin tiap dua pekan sekali pada Jumat (4/6). Kegiatan kolokium kali ini mengangkat topik “Integritas Akademik Dosen Indonesia: Fakta, Pengukuran, dan Upaya Optimalisasi” yang disampaikan oleh Dr. Prasetyo Budi Widodo, S.Psi., M.Si. Prasetyo merupakan alumni Program Doktor Ilmu Psikologi UGM yang merupakan dosen di Universitas Diponegoro.

Integritas adalah salah satu permasalahan yang dialami pejabat di Indonesia. Secara umum integritas dapat dipahami melalui dua pengertian. Pertama kesetiaan untuk memahami dan melakukan nilai-nilai baik sesuai prinsip moral yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Kedua, integritas adalah karakter individu yang utuh untuk melaksanakan prinsip-prinsip moral.

Berangkat dari permasalahan integritas yang juga pada akhirnya membuat Prasetyo memutuskan untuk mengadakan penelitian tentang topik tersebut. Melibatkan 823 subjek yang merupakan dosen di Indonesia, Prasetyo melakukan penelitian tentang integritas akademik. “Pada tahun 2015, 2016 itu mencari artikel tentang integritas akademik itu sangat susah. Nah, yang mengherankan itu sekitar tahun 2017 akhir tiba-tiba artikel tentang integritas akademik itu luar biasa banyak. Saya sampai bingung kenapa kok tiba-tiba jadi banyak”, ujar Prasetyo.

Dahulu integritas banyak diteliti pada bidang industri dan organisasi, terutama penelitian integritas yang melibatkan karyawan sebagai subjek. Selain itu, penyusunan alat ukur integritas pada bidang industry dan organisasi awalnya ditujukan untuk menggantikan tes deteksi kebohongan. Selain di bidang industri dan organisasi, penelitian integrasi juga dilakukan pada bidang pendidikan, yaitu penelitian integritas akademik. Penelitian integritas akademik yang dilakukan berkaitan dengan angka-angka kejadian praktik kecurangan, khususnya menyontek yang dilakukan oleh siswa/mahasiswa.

Ada 4 kata kunci yang dapat digunakan untuk mencari literatur tentang integritas akademik yang terdiri dari academic integrity, educational integrity, academic honesty, dan academic dishonesty. Kata honesty digunakan karena muatan utamanya adalah kejujuran, meskipun pada perjalanannya, integritas akan mendapatkan tambahan-tambahan nilai-nilai lain. Oleh karena itu, integritas akademik juga dapat dimaknai sebagai sebuah komitmen individu untuk mewujudkan nilai-nilai kejujuran, kepercayaan, keadilan, penghormatan, dan tanggung jawab. Makna tersebut dipelopori International Center for Academic Integrity (ICAI) yang merupakan asosiasi perguruan tinggi di Amerika yang fokus pada integritas akademik.

Awalnya ICAI mendefinisikan integritas akademik dengan lima nilai, namun pada tahun 2013 ICAI menambahkan satu nilai yaitu, keberanian. Nilai keberanian menurut ICAI adalah nilai yang dapat melaksanakan kelima nilai lainnya. Tanpa keberanian, individu tidak bisa mewujudkan nilai-nilai lain yang terkandung pada makna integritas akademik.

Selanjutnya, dalam materi kolokium kali ini, Prasetyo juga menyampaikan bahwa integritas akademik adalah ciri dari manusia pembelajar. Selain sebagai hal penting bagi terlaksana atau tidaknya misi perguruan tinggi, serta berkaitan dengan reputasi sebuah perguruan tinggi. Menurut Prasetyo, penegakan integrasi akademik dapat dilakukan melalui deteksi dengan menjadikan pengukuran sebagai bentuk upaya apakah ada potensi kurangnya integritas akademik pada dosen. Oleh karena itu, diperlukan alat ukur yang reliabilitas dan validitasnya tinggi. Selain itu, penegakan integritas akademik dapat dilakukan melalui penerapan aturan dan sosialisasi yang bisa disampaikan melalui perkuliahan atau pun pemasangan spanduk.

Guest Lecture Series “Industrial and Organizational Psychology”: Talent Management

Senin (31/5) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan acara kuliah online bertajuk “Industrial and Organizational Psychology”. Acara ini merupakan seri ke-6 sekaligus sesi terakhir dari rangkaian acara Guest Lecture Series yang sudah berlangsung sejak Bulan Februari 2021.

Acara berlangsung mulai pukul 07.30 WIB hingga pukul 09.30 WIB. Peserta pada acara ini mencapai 155 orang yang sebagian besar adalah mahasiswa S1 semester akhir.

Pemateri pada acara ini adalah Indira Pratyaksa, Vice President Corporate Culture and Business Partner – PT Pertamina (Persero). Indira sudah bergabung dengan PT Pertamina sejak tahun 2003 hingga sekarang. Pada tahun 2016 Indira juga sempat mengikuti Leadership Program for Emerging Leaders with So, QUT – Australia Awards.

Pada kesempatan ini lulusan Magister Profesi Psikologi UGM tahun 2001 dan  ini membawakan materi berjudul “Talent Management”. Tiga poin utama dalam presentasinya adalah Pertamina at glance, strategi talent management, dan konsep talent management. Dari pemaparan ketiga poin itu peserta diajak untuk memahami lebih dalam mulai dari alur proses produksi hingga bagaimana strategi Pertamina dalam mengelola talenta pekerjanya.

Pada sesi pertama Indira menerangkan tentang apa itu Pertamina hingga bagaimana alur produksinya. Peserta diajak lebih dekat lagi mengenal Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha energi. Peserta juga diajak memahami dinamika organisasi di Pertamina.

“Secara organisasi pertamina baru saja melakukan perubahan yang fundamental. Namun kami berharap service delivery kami tidak berkurang tapi makin fokus lagi,” ujar Indira.

Selanjutnya Indira juga menerangkan bagaimana proses bisnis Pertamina mulai dari upstream, midstream, hingga downstream.  Pada level upstream Pertamina menghasilkan crude oil dan electricity. Sedangkan midstream melakukan proses pengolahan untuk menjadi berbagai produk yang berbeda. Sedangkan di downstream terkait marketing dan trading.

“Jadi dipasarkan kepada masyarakat ataupun diekspor ke other countries itu juga kita lakukan. Nah jadi bisnis-bisnis yang ada di downstream ini yang akan memastikan penyalurannya” terang Indira.

Setelah memahami kompleksitas proses bisnis Pertamian, Indira masuk pada talent management yang diterapkan pada perusahaan tersebut. Indira menerangkan bagaimana Pertamina meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pada tiap pegawainya agar sesuai dengan deskripsi tugas pada setiap posisi atau tingkatan di mana pekerja itu ditempatkan. Hal itu untuk memastikan agar semua pekerja di Pertamina merasa nyaman sekaligus mampu menampilkan performa maksimalnya di sektor manapun ia ditempatkan.

“Jadi kalau kita tahu ­business processnya, kita itu bisa berpartner dengan mitra kerja kita, dengan atasan-atasan di fungsi lain, sehingga kita bisa memberikan dukungan yang pas dengan kebutuhan mereka, dukungan yang pas dengan strategi bisnis,” terang Indira.

Pada akhir presentasinya Indira lebih menerangkan tentang konsep manajeman talenta di Pertamina. Beberapa hal teknis yang tercakup dalam pembahasan ini antara lain talent classification, career aspiration, pengelolaan kinerja individu dalam performance management system, competence overview, competence architecture, Pertamina leadership model & program, dan yang terakhir adalah employe experience through HC digitalization.

Pada sesi tanya jawab di akhir acara secara interaktif peserta bertanya kepada pemateri untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang talent management dalam dunia kerja khususnya di Pertamina. Pemateri juga memberikan hadiah pada peserta yang berhasil menjawab pertanyaan dengan baik.

Acara berlangsung dengan lancar. Pemateri memberikan gambaran bagaimana manajemen talenta dalam lanskap dunia kerja khususnya di Pertamina. Hal itu diharapkan dapat memberikan motivasi sekaligus gambaran pada peserta tentang apa saja yang perlu dipersiapkan dalam memasuki dunia kerja setelah lulus kuliah nanti.

Cath-Art-Sis: Release your stress through art

Sabtu (29/5) Fakultas Psikologi UGM mengadakan webinar dengan tajuk “Cath-Art-Sis: Release your stress through art”. Acara ini merupakan Kerjasama antara Fakultas Psikologi UGM dengan Cathartsis, sebuah komunitas mahasiswa Magister Psikologi Profesi UGM yang berfokus pada isu kesehatan mental mahasiswa.

Acara ini dilaksanakan mulai pukul 09.30 WIB hingga pukul 11.30 WIB. Acara ini diikuti oleh 26 mahasiswa S1 Psikologi UGM.

Pemateri pada acara ini adalah Zahwa Islami, S.Psi., mahasiswa Magister Psikologi Profesi UGM angkatan 2020 yang juga aktif sebagai public speaker dan motivator. Beberapa prestasi ia dapatkan selama masa kuliah, salah satunya adalah sebagai Mahasiswa Berprestasi Psikologi UGM 2018.

Pada acara ini Zahwa memberikan materi kepada peserta tentang kesehatan mental mahasiswa dalam menjalani kuliah daring di era pandemi. Tak hanya itu Zahwa juga mengajak peserta untuk memahami dan mempraktikkan katarsis sebagai coping stress dengan menggunakan media seni.

Materi presentasi pada acara ini terbagi menjadi empat pokok pembahasan. Yang pertama adalah stres pada saat kuliah daring. Setelah memahami akar permasalahannya Zahwa menjelaskan tentang strategi coping apa saja yang bisa dilakukan untuk mengelola stress. Dua pembahasan terakhir adalah katarsis, dan hubungan katarsis dengan seni.

Zahwa menjelaskan dalam melaksanakan kuliah daring mahasiswa menemui beberapa situasi baru yang dapat memicu stres. Mahasiswa merasakan perasaan negatif seperti kesepian, kepanikan, mudah marah, cemas, gejala depresi, merasa tidak berdaya dan sulit konsentrasi.

Penggunaan media sosial yang berlebihan karena bosan dengan rutinitas juga menyebabkan kelelahan mental. Ketika dalam situasi itu mahasiswa mendapatkan tugas, mereka menganggap itu sebagai ancaman dari zona nyaman. Hal itu membuat mahasiswa sering melakukan penghindaran atau penundaan terhadap tugas.

“Sebenarnya itu hal yang wajar, namun harus kita Kelola keberadaannya,” ujar Zahwa.

Melanjutkan penjelasannya pada coping stres, Zahwa membaginya menjadi dua. Yang pertama adalah problem-focused coping yaitu strategi penyelesaian permasalahannya dahulu dan yang kedua adalah emotion-focused coping yaitu meredakan luapan emosi dahulu baru kembali ke inti permasalahan yang ingin diselesaikan. Dua strategi ini merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dan harus dilakukan untuk mengelola stres.

Stres yang terakumulasi itu bisa datang dalam bentuk yang beragam. Zahwa menjelaskan bahwa hal itu seharusnya bisa diidentifikasi. Ada stres yang membuat bertumbuh dan menghasilkan sesuatu, namun juga ada stres yang membuat kita stagnan atau bahkan destruktif bagi diri sendiri atau orang lain.

“Sehingga di sini katarsis dan seni itu bisa menjadi cara kita untuk mengelola stres dari input ke output,” jelas Zahwa.

Pada sesi penjelasan katarsis Zahwa memberikan contoh dari cerita Vincent Van Gogh, seorang pelukis post-impressionism yang mengalami gangguan psikotik. Pada saat sendiri dan kesepian itu Van Gogh mengekspresikan apa yang ia rasakan melalui lukisan-lukisan yang dibuatnya. Melukis bagi Van Gogh adalah media katarsis untuk mengatasi perasaan kesepiannya.

“Itu adalah bagian dari katarsis kesepiannya. Van Gogh mencoba untuk mengurangi gangguan psikologis atas kesepiannya itu dengan mengungkapkan emosi atau perasaan negatif yang dirasakan (dengan melukis),” ujar Zahwa.

Lebih lanjut Zahwa menjelaskan bahwa pada dasarnya katarsis itu menggunakan metode di mana kita bisa mengelola dorongan agresifitas, emosi perasaan ketidaknyamanan dalam diri kita. Dalam katarsis kita dituntut untuk mengembalikan jiwa kanak-kanak kita, yaitu spontan dan bebas untuk melakukan apa yang kita sukai.

“Tidak ada bagus dan buruk di sana, dan kita fokus pada prosesnya bukan hasilnya,” terang Zahwa.

Pada sesi terakhir panitia memberikan waktu 20 menit kepada peserta untuk melakukan katarsis  melalui media seni yang sudah disiapkan oleh masing-masing peserta. Ada yang menggambar, melukis, membuat origami, dan membuat lagu dengan alat musik piano.

Acara ini berjalan dengan lancar. Panitia juga memberikan hadiah bagi beberapa peserta yang beruntung. Panitia berharap dengan diadakannya acara ini bisa memberikan wawasan bagi peserta agar lebih peduli dengan kesehatan mentalnya dengan mengenalkan katarsis sebagai metode untuk mengelola stres.

Psychology as a Cultural Developmental Science

Jumat (28/5) Office of Cooperation, International Affairs, and Alumni (OCIA) Fakultas Psikologi UGM mengadakan acara webinar dengan tema “Psychology as a Cultural Developmental Science”. Acara ini merupakan seri ke-11 dari rangkaian acara International Guest Lecture Series.

Acara berlangsung mulai pukul 15.30 WIB dan berakhir pada pukul 17.15 WIB. Acara dihadiri oleh 130 orang peserta yang terdiri dari mahasiswa S1 reguler dan IUP Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan beberapa dari masyarakat umum.

Pemateri pada acara ini adalah Giuseppina Marisc, Ph.D. peneliti dan staff pengajar di University of Salerno Italia. Pina, begitu ia biasa disapa, membawakan sebuah presentasi yang berjudul “Psychology as a Cultural Developmental Science”. Presentasinya mencakup tiga pokok pembahasan yaitu beberapa konsep dasar psikologi budaya, perspektif perkembangan dalam psikologi budaya, dan beberapa akar sejarahnya.

Sebelum masuk pada pokok pembahasan, Pina terlebih dahulu mengajak peserta untuk memahami kompleksitas dari psikologi budaya yang merupakan persimpangan dari berbagai disiplin keilmuan. Setiap pengalaman manusia bisa masuk ke dalam lanskap penelitian psikologi budaya. Pina menyatakan bahwa psikologi budaya tidak dapat direduksi menjadi disiplin ilmu reguler dalam bidang akademik karena merupakan sesuatu yang lebih bersifat spesifik, yaitu cara untuk memahami manusia

Lebih lanjut Pina menjelaskan psikologi budaya adalah tentang fungsi psikologi yang lebih tinggi dan juga mempelajari “produksi” dari fungsi tersebut dalam interaksinya dengan seni, teknologi, institusi dalam kehidupan dan sebagainya. Psikologi budaya juga membahas tentang keunikan manusia dalam berinteraksi dengan alam.

Selanjutnya Pina menjelaskan tentang unit analisis dasar psikologi untuk memahami lebih dalam tentang psikologi budaya. Bagaimana interaksi antara manusia dan lingkungannya yang sangat kontekstual dan mempunyai hubungan timbal balik diterangkan menggunakan konsep individual-sosioekologi. Terjadi hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan sekitarnya. Pina menyatakan bahwa unit analisis psikologi budaya merupakan interkoneksi atau hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya.

Pina juga menjelaskan bagaimana apa yang membuat kajian psikologi budaya ini menjadi penting dan berbeda dengan kajian budaya pada lanskap keilmuan lainnya. Psikologi kultural diasumsikan lebih dimasukkan ke dalam epistemologic of become daripada epistemologic of being. Pina menerangkan bahwa poin penting dalam psikologi budaya bukanlah jumlah produk pikiran manusia tapi proses yang terjadi di baliknya.

Pada sesi terakhir presentasinya Pina menjelaskan tentang peran tokoh psikologi perkembangan di mana konsep dan teorinya turut berkontribusi membentuk psikologi budaya. Seleksi organiknya Baldwin, asimilasi dan akomodasinya Piaget, ZPDnya Lev Vyogotsky, dan scaffoldingnya Bruner memberi warna pada lanskap berpikir psikologi budaya.

 

Acara berlangsung sangat lancar. Di sesi tanya jawab peserta menanyakan beberapa pertanyaan terkait psikologi budaya yang dijawab dengan baik oleh pemateri. Pemateri memberikan wawasan dan pemahaman baru tentang psikologi budaya dalam memahami lokalitas di satu sisi tapi juga mampu membuat generalisasi dalam konteks yang lebih luas.

Bincang Asyik: Virtual Open House 2021

Jumat (28/5) Fakultas Psikologi UGM mengadakan acara “Bincang Asyik: Virtual Open House 2021”. Acara ini merupakan rangkaian pengenalan program Magister Psikologi Profesi dan Magister Psikologi kepada masyarakat umum melalui media daring dalam menyongsong penerimaan mahasiswa baru di tahun 2021.

Acara dibagi menjadi dua sesi yaitu sesi pertama dilaksanakan pukul 08.45 WIB hingga pukul 11.00 WIB. Sedangkan sesi kedua dilaksanakan pukul 13.00 WIB hingga pukul 15.15 WIB.

Acara Bincang Asyik: Virtual Open House dibuka oleh Dekan Fakultas Psikologi UGM, Prof. Dr. Faturochman M.A. Dalam pengarahannya, Faturochman menekankan pada keterkaitan dan sama pentingnya antara program studi Magister Psikologi Profesi dan Magister Psikologi  untuk masa depan pengembangan keilmuan psikologi.

Pada sesi pertama acara diisi dengan pengenalan program perkuliahan yang ada di program studi Magister Psikologi Profesi (Mapro) dan Magister Psikologi (Mapsi) Fakultas Psikologi yang disampaikan langsung oleh masing masing ketua program studi (Kaprodi).

Pada kesempatan pertama Dr. Sumaryono, M.Si. selaku Kaprodi Magister Psikologi Profesi (Mapro) memberikan informasi tentang proses perkuliahan di Magister Psikologi Profesi. Melalui presentasi singkatnya Sumaryono menerangkan tentang aspek-aspek penting yang menjadi konsep dasar pada pembelajaran hingga kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh mahasiswa Magister Psikologi Profesi selama masa perkuliahan.

Pada kesempatan kedua Dr. Arum Febriani, M.A. selaku Kaprodi Magister Psikologi memberikan pemaparan tentang perkuliahan di Magister Psikologi (Mapsi). Dalam presentasinya singkatnya Arum menerangkan mulai dari tujuan utama dari Mapsi, peminatan-peminatan yang bisa dipilih mahasiswa Mapsi saat perkuliahan, hingga terbukanya kesempatan bagi mahasiswa dari luar jurusan psikologi untuk mendaftarkan diri menjadi mahasiswa mapsi melalui satu semester program matrikulasi/pra pascasarjana.

Sesi pertama ditutup oleh presentasi yang disampaikan oleh masing-masing koordinator bidang (korbid) pada prodi Mapro. Secara berurutan Korbid Mapro Klinis Idei Kurnia Swasti, S.Psi., M.Psi., Korbid Mapro Pendidikan Haryanta, S.Psi., Psi., M.A. dan Korbid Mapro PIO Taufiq Achmad Dwi Putro, S.Psi., M.Psi. memberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang bidang-bidang dalam prodi mapro.

Pada sesi kedua acara Virtual Open House dilanjutkan dengan ngobrol asyik bareng alumni dari Mapsi dan Mapro. Pada prodi mapro diwakili oleh Zara Mendoza, M.Psi., Psikolog, Dila Dama Atprinka, M.Psi., Psikolog, dan Neliana Puspita Sari, M.Psi., Psikolog. Sedangkan dari Mapsi diwakili oleh Guntur Cahyo Utomo, M.A. dan Fakhirah Inayaturrobbani, M.A. Mereka berbagi ceria dan pengalaman mereka baik ketika masih menjalani perkuliahan maupun pengalaman dan implementasi keilmuan mereka di dunia kerja.

Acara berlangsung lancar dan interaktif mulai awal hingga akhir acara. Acara ditutup dengan bincang asyik bareng mahasiswa aktif dari Mapsi dan Mapro dari berbagai angkatan.

Klarifikasi Kurnia Yohana Yulianti terkait Admin Telegram Sijago Investasi

Kepada Yth. Bapak/Ibu/Saudara/Saudari,

Sehubungan dengan adanya grup Telegram Sijago Investasi seperti pada foto di atas

saya, Kurnia Yohana Yulianti, bermaksud melakukan klarifikasi bahwa admin Telegram/CS SIJAGO INVESTASI yang ada dalam grup tersebut BUKAN SAYA.

Saya tidak bekerja dan sama sekali tidak ada hubungan apapun dengan PT. PNM INVESTMENT atau SIJAGO INVESTASI atau perusahaan investasi lainnya yang berkaitan dengan PT. PNM. Selain itu, saya juga tidak menggunakan Telegram.

Admin grup tersebut telah dengan sengaja mencatut nama dan foto saya yang ada di Google/Website Fakultas Psikologi UGM.

Mohon berhati-hati agar tidak membagikan data personal dan nomor rekening Anda kepada admin tersebut. Mohon bantuan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari untuk report akun/grup tersebut.

Informasi ini saya sampai dengan sebenar-benarnya.

Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Hormat saya,
Kurnia Yohana Yulianti

KDM Promovendus Club: Dinamika Proses Kognitif pada Pemecahan Soal Cerita Matematika

Pada Jumat (28/5) Promovendus Club Program Doktor Ilmu Psikologi UGM kembali menyelenggarakan acara dengan topik “Dinamika Proses Kognitif pada Pemecahan Soal Cerita Matematika”. Topik tersebut disampaikan oleh Dr. Nani Restati Siregar, S.Psi., M.Si yang merupakan seorang dosen di Universitas Halu Oleo, sekaligus alumni Program Doktor Ilmu Psikologi UGM. Acara ini merupakan bagian dari kolokium yang dilaksanakan rutin tiap dua pekan sekali oleh Promovendus Club secara daring.

Melalui materi yang disampaikan, Nani menjelaskan bahwa pemecahan soal cerita matematika bukan hanya sekedar mengerjakan tugas atau ujian. Akan tetapi, pemecahan soal matematika juga berkaitan dengan empat kompetensi yang dimiliki oleh siswa. Menurut Programme of International Student Assessment (PISA), pemecahan soal cerita matematika berkaitan dengan empat kompetensi, yaitu personal, sosial, okupasional, dan saintifik. Oleh karena itu, belajar matematika terutama terkait pemecahan soal cerita adalah suatu hal yang penting.

Jika diuraikan lebih rinci empat kompetensi tersebut memiliki efek masing-masing pada siswa. Pertama kompetensi personal berkaitan dengan bagaimana pemecahan soal cerita matematika melatih siswa untuk memecahkan masalah personal. Kedua, narasi soal cerita matematika menggunakan persoalan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut erat kaitannya dengan kompetensi sosial. Kemudian, soal cerita matematika memiliki efek pada pengembangan teknologi dan informatika. Hal itu masuk ke dalam kompetensi okupasional. Terakhir, kompetensi saintifik berkaitan dengan melatih siswa untuk tidak hanya sekedar memecahkan masalah, tetapi juga mengumpulkan data yang membantu ketika melakukan kajian ilmiah.

Selain berkaitan dengan kompetensi, soal cerita matematika juga melibatkan beberapa proses kognitif, yaitu working memory, inhibitory control, dan shifting. Working memory adalah proses menandai/mengabaikan informasi tidak penting. Sementara inhibitory control berkaitan dengan cara memecahkan soal cerita. Siswa cenderung secara spontan menggunakan strategi pemecahan masalah yang sebelumnya tanpa saringan ketika menemukan soal cerita yang mirip atau pernah ditemui sebelumnya. Terakhir, proses kognitif yang berkaitan dengan kecepatan siswa memahami kata dan angka disebut shifting.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nani, siswa dengan kapasitas working memory dan shifting tinggi menganggap soal cerita matematika adalah sesuatu yang “biasa”. Sementara siswa dengan working memory yang rendah dan hanya didukung oleh inhibitory control, menganggap soal cerita matematika adalah soal yang sulit.

Guest Lecture Series “Industrial and Organizational Psychology”: Sistem Rewards

Selasa (25/5) sebuah acara kuliah online bertajuk “Industrial and Organizational Psychology” diselenggarakan di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Acara ini merupakan seri ke-5 dari rangkaian Guest Lecture Series yang sudah berlangsung sejak bulan Februari 2021.

Acara ini diselenggarakan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada yang berkolaborasi dengan Program Studi S1 Psikologi Reguler, International Undergraduate Program Psychology, Unit Pengembangan Kualitas Manusia, dan KBK Organizational Development and Changes.  Acara ini dimulai pukul 13.30 WIB hingga 15.15 WIB dan diikuti oleh 245 peserta dari mahasiswa S1 Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Pematerai pada acara ini adalah Irwan Dewanto, Vice Persident Corporate HR TACO Group. Judul presentasi yang dibawakannya adalah “Reward System in The Organization”. Dalam presentasinya Irwan menerangkan tentang bagaimana perusahaan memberikan reward kepada pekerja agar menghasilkan kinerja yang lebih baik dan berkontribusi positif bagi kemajuan perusahaan.

Total rewards didefinisikan oleh Irwan sebagai konsep yang menjelaskan semua alat yang tersedia bagi pemberi kerja yang dapat digunakan untuk menarik, memotivasi, melibatkan, dan mempertahankan karyawan. Setiap perusahaan mempunyai strategi masing-masing dalam pemberian reward pada pegawainya.

Reward yang disediakan oleh perusahaan dipengaruhi oleh faktor internal yaitu strategi bisnis dan keunikan budaya organisasi. Keduanya mendorong strategi sumber daya manusia yang lebih baik. Sedangkan pengaruh eksternal dari pemberian reward adalah iklim ekonomi, pasar tenaga kerja, budaya, dan regulasi hukum yang berlaku.

Dalam acara ini Irwan juga memaparkan bagaimana strategi perusahaan dalam merancang sistem reward agar benar-benar tepat sasaran dan berdampak positif. Perusahaan selalu berusaha memberikan reward sesuai penilaian yang obyektif. Beberapa hal yang dipertimbangkan adalah bentuk reward yang tepat, pada orang yang tepat, diberikan karena alasan yang tepat, dan diberikan pada waktu yang tepat.

Selanjutnya Irwan juga menceritakan bagaimana peran HR dalam menentukan besar rewards yang diberikan pada pekerja. Menurutnya HR harus memahami pasar tenaga kerja dan bisa meposisikan diri secara tepat di antara serikat pekerja dan perusahaan.

Irwan juga memberikan motivasi bagi para mahasiswa psikologi yang tertarik menjadi HR ketika terjun ke dunia kerja nanti. Menurutnya lulusan psikologi mempunyai keunggulan dibandingkan lulusan dari jurusan lainnya yang turut bersaing dalam mendapatkan posisi HR, yaitu kemampuan untuk memahami, berempati, dan berbicara dengan bahasa yang bisa dipahami oleh masing-masing stakeholders.

“Jadi tidak semata-mata harus bisa ngetes, recruitment, assessment, itu nggak. Justru menurut saya competitive advantagesnya anak-anak lulusan psikologi adalah kemampuan berempati dan memahami stakeholders itu,” tutur Irwan.

Acara berlangsung dengan lancar mulai awal hingga akhir acara. Pemateri juga secara interaktif menjawab pertanyaan-pertanyaan dari mahasiswa yang mengikuti acara tersebut. Acara ini diharapkan bisa memeberikan pemahaman kepada peserta acara tentang sistem reward dalam perusahaan sekaligus memberikan motivasi pada mahasiswa psikologi agar tidak ragu-ragu jika ingin berkarir di bidang human resource.