Arsip:

Rilis

Research Knowledge Sharing “Construct Validation of Learning Efficiency (GI) and Retrieval Fluency (Gr) of AJT COGTEST”

Jumat (2/7)  Program Studi Sarjana Fakultas Psikologi UGM mengadakan acara Research Knowledge Sharing dengan tema “Construct Validation of Learning Efficiency (GI) and Retrieval Fluency (Gr) of AJT COGTEST”. Acara ini merupakan diseminasi rutin hasil riset baik mahasiswa maupun  dosen UGM.

Acara berlangsung mulai pukul 13.30 WIB hingga pukul 15.00. Peserta acara ini adalah dosen dan mahasiswa dan dosen Fakultas Psikologi UGM.

Pemateri pada acara ini adalah Wahyu Widhiarso, S.Psi., M.A., dosen Fakultas Psikologi UGM, peneliti dan juga Kepala Unit Pengembangan Alat Psikodiagnostika (UPAP) Fakultas Psikologi UGM. Pada kesempatan ini Wahyu menjelaskan hasil skripsi dari A. Luthfia, mahasiswa S1 Fakultas Psikologi UGM yang menguji validitas konstruk salah satu aspek (broad ability) tes AJT yang berkaitan dengan memori jangka panjang yaitu efektifitas penyimpanan informasi (learning eficiency) dan penarikan informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang (retrieval fluency).

Wahyu membuka presentasi dengan menjelaskan secara umum teori  CHC yang menjadi dasar dari pengembangan tes kognitif AJT. CHC merupakan singkatan dari Cattell (Raymond Cattell), Horn (John L. Horn), dan Carroll (John B. Carroll), tiga ilmuwan pengembang teori kemampuan kognitif tersebut..

Secara spesifik, Wahyu menjelaskan definisi operasional dan aspek memori jangka panjang yang pada awalnya disebut Glr kemudian dipecah menjadi broad abilities yang berbeda, yaitu Gl (long-term storage atau learning efficiency) dan Gr (long-term retrival atau retrieval fluency).

Learning efficiency atau long-term storage (Gl) adalah kemampuan untuk mempelajari informasi baru secara efisien. Hal itu memungkinkan informasi bisa masuk ke dalam memori jangka panjang. Individu yang mempunyai kapasitas ini mampu mempelajari informasi baru dengan efisien sehingga masuk dan tersimpan dalam ingatan jangka panjang.

Selanjutnya, definisi retrieval fluency atau long-term retrieval (Gr) adalah kemampuan untuk mempresentasikan dan memproduksi kembali informasi yang telah disimpan. Setelah dilakukan beberapa penelitian, kemampuan ini korelasinya sangat kecil dengan kemampuan learning efficiency. Artinya, individu dengan kemampuan learning efficiency belum tentu memiliki kemampuan retrieval fluency yang baik.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Luthfia dan Wahyu mengonfirmasi bahwa validitas diskriminan dan validitas konvergen pengukuran Gl dan Gr tidak sepenuhnya diterima. Gl dan Gr merupakan kemampuan memori jangka panjang yang berbeda. Hal ini menunjukkan individu dengan kemampuan yang tinggi dalam belajar dan menyimpan informasi belum tentu tinggi dalam mengingat dan memproduksi informasi yang telah disimpan.

 

 

Acara berlangsung dengan lancar dan interaktif. Peserta juga turut aktif bertanya sekaligus memberikan masukan untuk pengembangan dan penyempurnaan Tes AJT di masa depan.

Peluncuran Program PSYDIAC

Fakultas Psikologi UGM bekerjasama dengan Flux, Keluarga Alumni Psikologi Gadjah Mada (KAPSIGAMA), dan Binar Academy mengadakan acara peluncuran Program Psychology Digital Application Creators atau disebut dengan PSYDIAC. Acara tersebut dilaksanakan pada Sabtu (3/7) dalam bentuk daring dengan mengundang beberapa pembicara, diantaranya Alamanda Shantika Santoso, S.Si., S.Kom (Founders dan Presiden Direktur Binar Academy), Erlina Dewi Fitriany, M.Psi., Psikolog (CEO Flux), Prabaswara Desi, S.Psi., Psikolog, (Ketua KAPSIGAMA), dan Galang Lufityanto, M.Psi., Ph.D (Ketua Program Studi Sarjana Psikologi). Peluncuran program ini dirancang oleh fakultas untuk membekali mahasiswa terpilih dengan keterampilan untuk merancang produk digital.

Acara diawali sambutan dari Dr. Nida Ul Hasanat, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan. Melalui sambutannya, Nida menungkapkan bahwa peluncuran program ini dilakukan agar mahasiswa lebih fokus, terstruktur, dan terarah berpartisipasi dalam MBKM, khususnya dalam pembuatan produk digital. Fakultas Psikologi UGM sendiri sudah memiliki alumni yang sukses dalam membuat dunia digital, seperti Regisda Machdy dengan Pijar Psikologi, Nur Zidny Ilmanafia yang berkarier sebagai UX researcher di Jabar Digital Service, Renesa Balqis dengan Roomansa, dan alumni Fakultas Psikologi UGM lainnya yang juga sukses berkarier di dunia digital.

Untuk sesi pertama, dimoderatori oleh Ardian Praptomojati, S.Psi., M.Psi., Psikolog dengan pembicara Prabaswari Desi, S.Psi., Psikologi dan Erlina Dewi Fitriany, M.Psi., Psikolog. Sesi pertama ini pun dibagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari penyampaian materi “Kontribusi Keilmuan Psikologi dalam Bidang Ketenagakerjaan di Era Digital” untuk bagian pertama. Kemudian “Implementasi Keilmuan Psikologi dalam Pengembangan Aplikasi Digital” sebagai materi untuk bagian kedua.

Selanjutnya untuk sesi kedua, dimoderatori oleh Acintya Ratna Pratiwi, S.Psi., M.A dengan pembicara Alamanda Shantika Santoso, S.Si., S.Kom dan Galang Lufityanto, M.Psi., Ph.D. Pada sesi ini yang dikemas secara talkshow, Alamanda berbagi pengalamannya dalam bekerja di bidang digital. Sementara Galang menyampaikan tentang PSYDIAC dan kaitannya dengan mahasiswa/i Fakultas Psikologi UGM serta program MBKM.

Harapannya program ini akan melahirkan mahasiswa/i Fakultas Psikologi UGM yang akan menjadi agen-agen perubahan melalui produk digital. Tidak hanya sekedar produk, tetapi juga menjadi solusi dari sebuah masalah yang terjadi di masyarakat.

YES! Webinar: Prokrastinasi dan Manajemen Waktu

Youth Empowerment Studio (YES!)  bekerjasama dengan Central Public Mental Health (CPMH) mengadakan acara Webinar dengan topik “Prokrastinasi dan Manajemen Waktu” pada Jumat (2/7). YES! merupakan salah satu unit yang ada di kluster pendidikan CPMH Fakultas Psikologi UGM yang memiliki visi untuk menyebarkan dan mengkampanyekan akan pentingnya kesehatan mental di kalangan remaja. Webinar yang diadakan YES! kali ini merupakan rangkaian acara dalam menyambut summer lecture series 2021 yang diadakan oleh CPMH pada tanggal 19 Juli-4 Agustus 2021.

Acara webinar kali ini dibersamai oleh Anggit Nursasmito, S.Psi dan Almira Salsabila Wicahyanto sebagai narasumber serta Satria Farqi Kilali sebagi moderator. Acara ini dilaksanakan melalui daring dan diikuti oleh 105 peserta dari berbagai kalangan, seperti pelajar SMA, Mahasiswa, Remaja, dan lain sebagainya. Selain itu, acara ini dimulai pada pukul 13.00 WIB dan berakhir pada pukul 15.00 WIB dengan pembagian sesi pertama untuk pembahasan prokrastinasi dan sesi kedua untuk pembahasan manajemen waktu.

Diangkatnya topik prokrastinasi dikarenakan hal tersebut dapat dialami oleh siapapun, mulai dari mahasiswa maupun pelajar sampai orang-orang yang sudah bekerja. Prokrastinasi merupakan perilaku yang dilakukan oleh seseorang dalam menunda, mengulur waktu, bahkan sengaja menghindar untuk melakukan sesuatu walaupun hal itu penting dan akan berdampak negatif.

Ada lima tahap prokrastinasi yang dapat dialami oleh seseorang, diawali dari perilaku mengindar dan merasakan aman yang timbul dari perilaku menghindar (false security). Setelah menghindar, maka akan muncul perasaan masih ada banyak waktu untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan tersebut (laziness). Selanjutnya, berlanjut dengan mencari-cari alasan agar tidak menyelesaikan tugas atau suatu pekerjaan (excuses) dan semakin menunda pekerjaan semakin merasa tertekan (crisis or pressure) yang berujung pada perasaan frustasi karena tugasnya tidak kunjung usai (frustrated).

Terdapat dua faktor yang dapat melindungi diri dari prokrastinasi atau disebut faktor protektif dan fraktor risiko yang terdiri dari hal-hal yang membuat seseorang rentan untuk melakukan prokrastinasi. Salah satu hal yang dapat melindungi seseorang untuk tidak melakukan prokrastinasi adalah GRIT yang merupakan gabungan dari passion dan kegigihan, “jadi untuk menyelesaikan tugas juga butuh daya juang dan daya tahan”, jelas  Almira. Sementara untuk faktor resiko, terdiri dari perspektif negatif, kecemasan, low level of self identity, time orientation, dan time preference.

Salah satu hal lain yang juga membantu seseorang untuk tidak melakukan prokrastinasi adalah manajemen waktu, “atau semakin disini malah bukan manajemen waktu, tetapi manajemen diri terhadap waktu. Jadi kenali diri sendiri dulu, kira-kira orang yang seperti apa dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan”, terang Anggit. Selain itu, manajemen waktu juga memiliki dampak positif, seperti mengurangi kecemasan, memberikan keseimbangan antara kehidupan dan kerja, berkurangnya perasaan overload dan beban kerja, sebagai salah satu langkah dasar untuk mengembangkan kebiasaan belajar yang baik, menjaga kesehatan fisik, serta menjaga fokus terhadap suatu pekerjaan atau tugas.

UKP Bersinergi UKP Berbagi “Jejak Cerita di Balik Ruang Konsultasi: Telekonseling Tertulis”

Jumat (25/6) Unit Konsultasi Psikologi (UKP) Fakultas Psikologi UGM mengadakan rangkaian acara webinar UKP Bersinergi UKP Berbagi. Dalam kesempatan kali ini UKP mengambil tema acara dengan judul “Jejak Cerita di Balik Ruang Konsultasi: Telekonseling Tertulis”.

Acara berlangsung dari pukul 13.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Acara dihadiri oleh 50 peserta yang datang dari mahasiswa magister psikologi profesi dan psikolog.

Acara ini diisi oleh dua narasumber yaitu Idei Khurnia Swasti, M.Psi., Psikolog, dosen Psikologi UGM dan Valeria Satwika Anindita, psikolog rekanan UKP UGM. Pada sesi pertama Idei membawakan presentasi dengan judul “Berkenalan Lebih Lanjut dengan Text-based Counseling”. Sedangkan pada sesi kedua Valeria membawakan presentasi dengan judul “Telekonseling Tertulis sebagai Psychological First Aid”. Kedua tema ini sangat sesuai dengan kondisi saat ini di mana pembatasan tatap muka masih berlangsung sebagai bagian dari protokol kesehatan untuk menekan persebaran pandemi Covid-19.

Kemunculan Text-based Counseling dalam ranah kesehatan mental tidak lepas dari konteks kultur digital. Seiring berkembangnya teknologi komputer, tercipta pula berbagai macam alat komunikasi baru. Munculnya teknologi mutakhir dan kebiasaan baru masyarakat dalam berkomunikasi mendorong perkembangan metode dalam kegiatan konseling psikologi.

“Selama dua dekade terakhir, itu akhir tahun ’90-an, sampai dengan sekarang itu teknologi luar biasa dikembangkan untuk mendukung Text-based Counseling,” ungkap Idei sambil menerangkan bahwa dua dekade itu merupakan masa yang panjang untuk pengembangan sebuah metode baru dalam konseling psikologi.

Konteks konseling menggunakan teknologi komunikasi sangat berbeda dengan tatap muka secara langsung harus dipahami dengan baik oleh konselor ataupun klien. Idei menekankan bahwa konselor perlu membekali diri dengan keterampilan-keterampilan ekstra untuk memaksimalkan pengguaan fitur-fitur aplikasi komunikasi online.

“…berbagai opsi media yang digunakan (untuk konseling) ya, apakah menggunakan chat room, email, kemudian menggunakan official account di media sosial. Nah itu menjadi perkembangan kekinian yang harus kita kejar,” terang Idei.

Idei menjelaskan bahwa ada dua macam metode Text-based Counseling. Yang pertama yaitu metode sinkronus yaitu komunikasi langsung misalnya dengan menggunakan telefon, video conference, video call dan chat. Selanjutnya yang kedua adalah metode asinkronus yaitu komunikasi secara tidak langsung misalnya menggunakan email, faks, forum diskusi, website, blog, dan media sosial.

Pada sesi kedua Aninditia menyampaikan materi lebih dikhususkan lagi pada salah satu metode yaitu telekonseling tertulis. Anin, begitu ia biasa disapa, menjelaskan  bahwa telekonseling tertulis ini sebenarnya sudah lama digunakan di dunia internasional, namun di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Maka wajar masih banyak keraguan dan resisten dari banyak kalangan yang seharusnya bisa dikikis agar metode ini bisa berjalan maksimal.

“Saya mengajak bapak ibu melihat, mengukur ke dalam diri sendiri ada nggak resistensi itu? Karena kalau misalnya nggak suka gitu ya, saya rasa ini bukan media yang tepat akhirnya ketika nanti akan digunakan,” ujar Anin.

Kondisi Pandemi Covid-19 juga membuat telekonseling tertulis ini bisa menjadi salah satu metode konseling yang paling memungkinkan untuk dilakukan. Pembatasan pertemuan langsung sesuai protokol kesehatan menjadikan metode konseling konvensional sulit dilakukan dan butuh metode alternatif untuk tetap dapat memberikan pelayanan kesehatan mental.

“Kalau ditanya, kenapa sih kita perlu melakukan telekonseling tertulis? Jawaban singkatnya mungkin ya karena kita perlu menyediakan layanan psikologi sesuai dengan kebutuhan klien. Sesuai dengan kondisi klien sendiri,” terang Anin.

Konseling tertulis ini mempunyai manfaat juga bagi klien yang mempunyai trauma, rasa malu, dan ketidak percayaan diri untuk tampi secara fisik dan menyampaikan secara verbal di depan konselor. Dalam kasus ini menurut Anin metode telekonseling tertulis sangat tepat digunakan sebagai sarana komunikasi antara klien dan konselor.

Menurut Anin, dalam melakukan konseling tertulis ini konselor perlu membekali diri dengan keterampilan menulis yang bagus agar pesan yang tersampaikan mudah dipahami dan juga kreativitas dalam menyampaikan ide atau pendapat melalui tulisan.

Bincang Implementasi MBKM Fakultas Psikologi UGM

Fakultas Psikologi UGM pada hari Jumat (25/06) mengadakan sosialisasi dengan topik “Bincang Impementasi MBKM Fakultas Psikologi UGM”. Acara ini diadakan oleh beberapa pihak yang terdiri dari Prodi Sarjana Fakultas Psikologi UGM, Tim Implementasi Magang, Career Center, dan Office of Cooperation, International Affairs, and Alumni (OCIA). Tujuan diadakannya acara ini untuk menjelaskan tentang pelaksanaan MBKM di Fakultas Psikologi UGM, mekanisme pendaftaran Magang MBKM, dan pengenalan system pendaftaran Magang di SIT. Selain itu, acara ini juga dibersamai oleh Acintya Ratna Pratiwi, S.Psi., M.A selaku pembawa acara dan dibuka oleh sambutan dari Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, yaitu, Dr. Nida Ul Hasanat, M.Si.

Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau yang bisa disingkat dengan MBKM merupakan program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa/I untuk mengasah kemampuan sesuai minat dan bakat dengan cara terjun langsung ke dunia kerja untuk mempersiapkan karier di masa depan. “Momen ini diadakan untuk menyemangati kita semua untuk kegiatan magang”, ujar Nida dalam sambutannya.

Detail dari program Magang MBKM disampaikan pada sesi pertama acara ini oleh Elga Andriana, S.Psi., M.Ed, Ph.D sebagai Koordinator Aktivitas MBKM. Pada sesi ini dijelaskan apa itu magang dan jenis-jenisnya. “Program Magang yang dilaksana di Fakultas Psikologi UGM bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar sekaligus memiliki pengalaman yang utuh serta siap untuk terjun dalam dunia kerja sesuai dengan kompetensi bidang psikologi”, jelas Elga. Terdapat 8 jenis magang, yaitu pertukaran pelajar, praktik kerja, asisten mengajar di satuan pendidikan, asisten penelitian, proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha, studi/proyek independen, dan membangun desa/kkn.

Pada sesi berikutnya disampaikan oleh Satwika Rahapsari, S.Psi., M.A., R-DMT sebagai anggota Tim MBKM Fakultas mengenai mekanisme pendaftaran MBKM melalui SIT. Skema magang dibagi menjadi tiga, mandiri yang mengharuskan mahasiswa/i mencari sendiri kesempatan magang, penawaran oleh fakultas, serta penawaran oleh pemerintah. Secara keseluruhan alur pendaftarannya serupa, namun yang membedakan ada di poin pengajuan proposal bagi skema magang mandiri dan terdapat proses seleksi pada skema magang yang ditawarkan oleh pemerintah.

Kemudian pada sesi selanjutnya dijelaskan tentang konversi SKS oleh Galang Lufityanto, M.Psi., Ph.D selaku Ketua Program Studi Sarjana Psikologi. “Untuk angkatan 2019 tidak ada mata kuliah magang, oleh karena itu akan mengalami pengkonversian. Sementara untuk angkatan 2020 ada mata kuliah magang”, terang Galang. Selain itu, acara ini juga menjelaskan tentang simulasi langsung pendaftaran magang melalui SIT yang disampaikan oleh Ardian Praptomojati, S.Psi., M.Psi., Psikolog dan penjelasan penyesuaian program magang pada International Undergraduate Program (IUP) yang disampaikan oleh Ketua Program Studi International Undergraduate, yaitu Dr. Wenty Marina Minza, M.A.

Kuliah Online: “Overthinking dan kesehatan mental”

Jumat (18/6) Fakultas Psikologi UGM dan Center for Public Mental Health (CPMH) mengadakan acara Kuliah Online: “Overthinking dan kesehatan mental”.  Acara ini merupakan rangkaian kuliah online yang rutin diadakan CPMH dengan berbagai macam tema tentang kesehatan mental dan terbuka untuk umum.

Acara ini berlangsung pada pukul 09.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB. Peserta yang hadir dalam acara ini adalah 190 orang.

Pemateri acara ini adalah dua psikolog dari UGM.  Pemateri pertama adalah Nurul Kusuma Hidayati M.Psi., Psikolog , leader dan manager di CPMH yang juga aktif sebagai psikolog di Unit Konsultasi Psikologi (UKP) Fakultas Psikologi UGM dan di Gadjah Mada Medical Center (GMC) UGM. Sedangkan pemateri kedua adalah Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog, peneliti aktif di  CPMH yang juga aktif sebagai psikolog di Unit konsultasi Psikologi (UKP) Fakultas Psikologi UGM dan di Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Sleman.

Pada sesi awal pemateri memulai dengan menjelaskan definisi overthinking. Definisi yang tepat memberikan gambaran awal bagaimana seharusnya overthinking itu disikapi sekaligus membedakannya dengan berpikir yang sehat. Dengan itu diharapkan peserta bisa mendeteksi kapan overthinking itu muncul.

“Salah satu yang terpenting adalah kita menjadi lebih aware terhadap pikiran kita, (sehingga kita sadar) kapan kita melakukan overthinking,” jelas Nurul.

Selanjutnya, Anisa menjelaskan dua bentuk overthinking yaitu ruminasi dan khawatir (worry). Ruminasi adalah pikiran yang disebabkan pada sesuatu yang sudah terjadi sedangkan worry adalah pikiran yang disebabkan sesuatu yang belum terjadi. Keduanya sebenarnya bermanfaat jika dilakukan dengan proporsional dan sebaliknya akan merugikan jika kadarnya berlebihan.

“Jadi baik ruminasi atau worry ini sebenernya sama-sama merupakan bentuk proses berpikir yang dilakukan secara terus menerus dan terpaku pada hal-hal yang negatif,” tutur Anisa.

Selanjutnya, pemateri juga menjelaskan tentang keterkaitan antara pikiran, perasaan dan perilaku dalam kaitannya dengan overthinking. Ruminasi dan khawatir juga berkaitan dengan depresi dan juga meningkatkan afek negatif.

“Jadi kalau afek negatif itu perasaan-perasaan yang cenderung negatif dan kemudian menurunkan perasaan-perasaan yang positif,” Jelas Anisa.

Pemateri juga berpesan kepada peserta untuk tidak mencurahkan hati di media sosial karena hal itu tidak akan menyelesaikan masalah. Tanggapan dari pengguna media sosial yang tidak sesuai dengan yang diharapkan akan menimbulkan overthinking selanjutnya. Oleh sebab itu pemateri menekankan pada peserta untuk tidak enggan datang ke psikolog jika mengalami masalah agar mendapatkan penanganan profesional.

Nggak usah menunggu sampai parah banget. Kalau temen-temen sudah merasa nggak nyaman, pengen segera butuh bantuan untuk mengelola overthinking. Ya udah, feel free untuk datang ke psikolog,” terang Nurul.

Pada sesi terakhir pemateri memberikan beberapa strategi intervensi untuk mengurangi overthinking. Beberapa diantaranya adalah relaksasi progresif, menggerakkan tubuh dan mendekatkan diri dengan orang lain. Strategi lainnya adalah restrukturisasi kognitif yaitu merekam, menantang, dan mencari alternatif dari overthinking yang terjadi.

UKP Bersinergi UKP Berbagi: Seni Merangkul Emosi Anak

Unit Konsultasi Psikologi (UKP) pada hari Rabu (16/06) mengadakan acara UKP Bersinergi UKP berbagi ke-6 dengan topik “Seni Merangkul Emosi Anak”. Acara tersebut dilaksanakan secara daring dengan Ismu Chandra Kurniawati, M.Psi., Psikolog sebagai narasumber. Acara diawali dengan narasumber yang menunjukkan platform interaktif kepada peserta untuk sharing mengenai bagaimana perasaannya hari ini melalui gambar-gambar yang menampilkan emosi-emosi tertentu. “Apapun perasaan yang Bapak atau Ibu alami saat ini adalah valid. Tidak ada yang benar maupun salah. Itu memang sesuatu yang Bapak/Ibu alami saat ini dan itu sebenarnya sesuatu yang penting untuk kita”, jelas Ismu.

Ketika seseorang mencoba mencari tahu apa yang dirasakan sebenarnya ia juga sedang berusaha terhubung dengan dirinya sendiri dan sedang mencoba untuk mengenali kondisi diri. Setelah seseorang tahu sedang merasakan emosi apa, maka pertanyaan yang muncul adalah apa yang harus kita lakukan dengan emosi tersebut. Untuk orang dewasa, pertanyaan tersebut cenderung mudah dijawab, tetapi bagaimana dengan anak-anak?

Faktanya, anak-anak sudah memiliki emosi sejak mereka lahir, tetapi anak-anak butuh orang dewasa untuk mengatur emosi tersebut. Sayangnya, tidak semua orang dewasa dapat membantu anak untuk mengatur emosi anak. Ada orang tua yang menyepelekan bahkan mengejek ketika anak sedang mengalami emosi marah. Ada juga orang tua yang menganggap emosi anak tidak penting bahkan menolak mendengarkan ketika sedang mogok atau menolak melakukan sesuatu. “Disitulah pentingnya memahami, merangkul, dan kemudian mengatur emosi anak”, terang Ismu.

Ada beberapa cara yang tepat dalam meregulasi emosi. Pertama, harus mengenal komponen emosi terlebih dahulu. Emosi terdiri dari tiga komponen, yaitu perilaku ekspresif, perubahan sensasi fisik, dan pengalaman subjektif. Setelah mengetahui ketiga komponen tersebut, maka langkah selanjutnya adalah mengelola. Dari komponen perilaku ekspresif dapat dilihat apakah perilaku yang ditampilkan ketika menampilkan emosi tertentu tergolong bahaya atau tidak. Kemudian, secara komponen perubahan fisik orang dewasa dapat membantu menjelaskan bahwa anak ketika marah tubuhnya gemetar atau ketika takut keluar keringat lebih banyak. Hal itu, dapat membantu anak untuk terhubung dengan kondisi fisiknya ketika sedang mengalami emosi tertentu. Terakhir, orang dewasa dapat membantu untuk merefleksikan pengalaman subjektif dalam emosi-emosi yang dirasakan. Namun, lakukan refleksi emosi ketika anak-anak sudah dalam kondisi tenang.

Tujuan dari merangkul emosi bukan dalam rangka menghilangkan emosi marah, sedih, takut, dan emosi lainnya yang tidak nyaman. Tujuan merangkul emosi juga bukan untuk membuat merasa senang setiap saat. Akan tetapi, tujuan dari merangkul emosi adalah untuk mengizinkan anak merasakan tiap emosi dalam situasi yang aman, mengelola pikiran, dan tubuh sehingga emosi menjadi teman terbaik yang mendukung terus bertumbuh. Selain itu, proses merangkul emosi tidak perlu dibandingkan dengan orang lain.

Jejak Cerita di Balik Ruang Konsultasi: Konseling Pranikah dan Keluarga

Senin (31/05)  Unit Konsultasi Psikologi (UKP) Fakultas Psikologi UGM menyelenggarakan UKP Bersinergi UKP Berbagi (UBUB) ke-5 bertajuk “Jejak Cerita di Balik Ruang Konsultasi: Konseling Pranikah dan Keluarga” secara daring.

Topik tersebut disampaikan oleh Dr. Budi Andayani, M.A., Psikolog, yang merupakan Dosen Fakultas Psikologi UGM dan Agnes D. Purnomowardani, M.Si., Psikolog, yang merupakan Psikolog Rekanan UKP Fakultas Psikologi UGM, serta dimoderatori oleh Edilburga Wulan Saptandari, M.Psi., Psikolog (Dosen Fakultas Psikologi UGM sekaligus Kepala UKP). Kedua pemateri membahas tuntas mengenai teknik dan prinsip dasar di dalam konseling pranikah dan keluarga, terutama dalam rangka menguatkan hubungan pernikahan dan keluarga bagi klien, baik dari sudut pandang akademisi maupun praktisi.

UBUB 5 ini dihadiri oleh 102 peserta yang terdiri dari psikolog dan mahasiswa profesi psikologi dari berbagai daerah di Indonesia, yang tertarik untuk mendalami dan memperluas wawasan terkait layanan konseling pranikah dan keluarga agar layanan yang diberikan tetap efektif dan etis.

Research Knowledge Sharing “Ketahanan Psikologis Keluarga Masyarakat DIY: Hubungan dalam Keluarga”

Jumat (11/6) Prodi Sarjana Fakultas Psikologi UGM mengadakan acara Research Knowledge Sharing “Ketahanan Psikologis Keluarga Masyarakat DIY: Hubungan dalam Keluarga”. Acara ini merupakan sesi pemaparan hasil penelitian di bidang kesehatan mental dalam lingkup keluarga.

Acara dimulai pukul 13.30 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Peserta acara ini berjumlah 30 orang yang semuanya berasal dari civitas Fakultas Psikologi UGM.

Pembicara utama dalam acara ini adalah Dr. Budi Andayani, M.A., dosen Fakultas Psikologi dan peneliti dari Center for Public Mental Health. Pada kesempatan ini Ani memaparkan sebuah hasil dari penelitian yang berjudul “Ketahanan Psikologis Keluarga Masyarakat DIY: Hubungan dalam Keluarga”.

Pada sesi awal acara dibuka oleh pemaparan singkat ketua Center for Public Mental Health (CPMH) Diana Setyawati, M.Hsc.Psy., Ph.D. tentang indikator ketahanan keluarga. Di dalamnya mencakup komponen laten ketahanan keluarga yaitu ketahanan fisik-ekonomi, ketahanan psikologis, dan ketahanan sosial. Diana juga menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian yang dipresentasikan pada acara ini.

“Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan indeks ketahanan keluarga DIY,” jelas Diana.

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan. Pada studi satu peneliti melakukan systematic literatur review dan family in-depth interview, sedangkan pada studi dua adalah pembuatan skala ketahanan keluarga. Selanjutnya pada studi ketiga peneliti melakukan survei keluarga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Pada sesi kedua, Ani lebih banyak menjelaskan tentang studi dua yaitu dalam pembuatan skala ketahanan keluarga. Menurut Ani berbagai alat ukur tentang keluarga dalam literatur barat belum tentu sesuai dengan nilai-nilai masyarakat DIY. Oleh sebab itu tim dalam penelitian ini berusaha menyusun instrumen pengukuran yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat DIY yang mempunyai fokus utama pada kualitas relasi keluarga.

Penelitian ini merupakan kerjasama antara Pemerintah DIY dan Fakultas psikologi UGM untuk menyusun indeks ketahanan keluarga DIY tahun 2018. Sampel yang diambil secara randomisasi terhadap masyarakat yang berdomisili di seluruh wilayah DIY sehingga mewakili kriteria statistik yang terstandar. Tim peneliti juga melakukan crosscheck ke kepala daerah di masing-masing wilayah untuk memastikan validitas datanya.

Dalam penelitian ini family in-depth interview dilaksanakan dengan menggunakan metode focus group discussion (FGD). Ani menjelaskan bahwa dari FGD tersebut ditemukan tiga tema unik yang tidak muncul pada systematic literature review, yaitu kehidupan sosial yang positif, spiritual dan religiusitas, serta norma budaya.

“Menurut masyarakat DIY, keluarga yang kuat tidak hanya memiliki kekuatan internal yang kuat (kebersamaan, komunikasi, dan keakraban), namun juga harus memiliki kehidupan sosial yang positif. Selain itu kekuatan religius dan spiritualitasnya kuat dan memiliki kontrol perilaku berdasarkan unggah-ungguh nilai budaya ” terang Ani.

Pada akhir presentasinya Ani memaparkan hasil dari penelitian ini. Ditemukan empat aspek penting yang menunjukkan ketahanan psikologis keluarga di Indonesia, khususnya di DIY. Keempat aspek itu adalah kebersamaan dan komunikasi, komitmen dan fungsi peran, kehidupan sosial yang positif, dan yang terakhir adalah spiritualias dan religiusitas.

“Keempat aspek ketahanan psikologis keluarga terangkum dalam skala relasi keluarga dan skala deteksi ketahanan keluarga,” jelas Ani.

Acara berlangsung dengan lancar. Acara ditutup dengan sesi tanya jawab tentang implikasi dan kemungkinan penelitian ini dilaksanakan secara lebih luas mencakup daerah-daerah lain di Indonesia.

Educational Psychology Practice in Australia Including Times of COVID-19

Fakultas Psikologi UGM pada Jumat (11/6) menyelenggarakan kuliah tamu dengan topik “Educational Psychology Practice in Australia including times of COVID-19”. Acara ini dibersamai oleh narasumber yang merupakan seorang educational ethics di private school dan dosen sekaligus supervisor di Cronichal Clinic Monarch University, Dr. Pascale Paradis BA. MEd, DEdPsy, MAPS, MBPsS, FCEDP.

Dimulai pada pukul 14.00, acara ini terlebih dahulu dibuka oleh Elga Andriana, S.Psi., M.Ed., Ph.D yang memberi sambutan dan ucapan selamat datang kepada peserta. Elga juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya acara. Kemudian acara dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh narasumber.

Penyampaian materi diawali dengan Pascale yang menyampaikan bahwa ada tiga tema luar biasa yang akan disampaikan berkaitan dengan praktik psikologi pendidikan pada lingkungan sekolah di Australia. Pertama, tema yang berkaitan dengan bentuk praktik pada sekolah di Australia. Ada beberapa bentuk praktik, diantaranya praktik yan dibuat berdasarkan hasil kerjasama sekolah dengan pemerintah, bekerja dengan sekolah-sekolah private, dan lainnya. Kemudian, dari bentuk-bentuk praktik tersebut dibagi lagi berdasarkan kebutuhan dan pendanaan, wilayah sosial-ekonomi, dan wilayah strategis.

Selanjutnya, peran praktik psikologi pendidikan dibagi menjadi tiga tingkat. Tingkat pertama untuk menangani semua orang. Tingkat kedua untuk anak-anak yang berisiko rendah. Terakhir, tingkat ketiga untuk menangani anak-anak yang berisiko tinggi dengan meminimalisir dampak.

Lebih detail lagi, Pascale memberikan beberapa poin terkait hal-hal apa saja yang dilakukan oleh psikolog dalam ranah sekolah di Australia. Pascale menyebutkan bahwa psikolog harus memahami sistem pendanaan karena berkaitan dengan pemberian treatment. Beberapa kasus pernah terjadi, ketika didapati sekolah yang memiliki dana berlebih, maka sekolah tersebut dapat menjadi penggerak lingkungan sekitarnya. Dana yang lebih dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan melalui proyek komunitas, sehingga orang tua yang membutuhkan dana untuk treatment tetap dapat memperoleh dana dari sekolah lain. Meskipun, tetap ada syarat dan ketentuan yang berlaku.

Kemudian, psikolog bertugas untuk mencatat kebutuhan, mendukung rencana pengembangan perilaku, melakukan pengukuran, memberikan rekomendasi. Bahkan juga melakukan komunikasi dengan pihak-pihak non-psikolog atau umum yang membutuhkan informasi terkait proses treatment.