Penelitian Representasi Kognitif – Sosial Tentang Pajak Antarkan Ika Rahma Susilawati Raih Gelar Doktor

Ika Rahma Susilawati, S.Psi., M.Psi., dosen Departemen Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya dinyatakan lulus sebagai doktor ke-5769 dari Universitas Gadjah Mada. Disertasi berjudul Tax in the Minds: Representasi Kognitif – Sosial Tentang Pajak berhasil mengantarkan Ika Rahma Susilawati meraih gelar doktor dari Fakultas Psikologi UGM pada ujian terbuka Program Studi Doktor Ilmu Psikologi, Senin (30/1).

 

Ujian terbuka dipimpin oleh Prof. Subandi, M.A., Ph.D., sebagai ketua sidang, dan tim penguji yaitu Harry Susianto, M.Sc., Ph.D., Dr. Wenty Marina Minza, M.A., dan Dr.rer.pol. Bhina Patria, M.A. Bertindak sebagai promotor yaitu Rahmat Hidayat, M.Sc., Ph.D., yang juga merupakan Dekan Fakultas Psikologi UGM, dan ko-promotor Galang Lufityanto, M.Psi., Ph.D.

Ika Rahma Susilawati menuturkan bahwa penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi representasi kognitif dan sosial tentang pajak pada masyarakat Indonesia dengan pendekatan tingkat mikro. 

“Saya ingin untuk melihat bagaimana pandangan subjektif masyarakat tentang pajak yang dilihat dari Ilmu Psikologi… Manusia pada dasarnya lebih mudah percaya pada apa yang diyakininya daripada kebenaran itu sendiri,” tutur Ika Rahma Susilawati.

Dijelaskan oleh Ika, subjektifitas ini seringkali menjadi dasar untuk bersikap atau berperilaku. 

Ika menambahkan terdapat dua level yang menjadi fokus penelitiannya, yaitu pada level individu dan level kelompok. Pandangan atau pemikiran pada dua level tersebut beragam dan dapat saling mempengaruhi antar individu di masyarakat. 

“Pada tingkat individu, setiap orang pasti punya pemikiran yang beragam pada dirinya. Namun ketika setiap orang berinteraksi dalam sebuah komunitas atau dalam sebuah kelompok masyarakat, maka interaksi ini akan menghasilkan perbedaan pandangan atau pemikiran yang bisa saling mempengaruhi antar individu dengan individu yang lain,” jelas Ika.

Penelitian Ika menyebutkan, kepatuhan pajak di masyarakat Indonesia yang masih rendah disebabkan oleh faktor rendahnya pengetahuan terhadap administrasi perpajakan. Masyarakat memiliki pemikiran positif soal pajak, yaitu mendukung pentingnya pajak, namun secara perilaku belum menunjukkan keselarasan dengan pemikiran positif tersebut. 

“Pengetahuan yang rendah ini bisa menyebabkan terjadinya salah persepsi tadi, karena kita cenderung akan lebih mudah untuk mempercayai kata orang yang beredar di lingkungan. Jadi hal-hal wajar yang beredar ini yang bisa mempengaruhi bagaimana mereka mempercayai sesuatu,” ungkap Ika. 

Penelitian ini menggunakan metode campuran sequential exploratory approach yang terdiri dari tiga tahapan. Pertama, studi literatur berupa reviu kronologi perpajakan dari masa ke masa. Tahap kedua yaitu studi kualitatif representasi sosial tentang pajak. Tahap terakhir atau ketiga yaitu studi kuantitatif-eksperimental menggunakan Single-Target Implicit Association Test (ST-IAT).

Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa representasi kognitif-sosial bersifat kompleks-ambivalen. Terdapat representasi dalam diri individu maupun suatu kelompok masyarakat yang bertentangan. Hal ini dapat dijelaskan melalui dual process theory pada level kognitif individu, dan dinamika cognitive polyphasia pada level kelompok.

“Berbagai pandangan atau representasi tentang pajak ini bisa dikluster, representasi inti yang menetap, yang stabil, dalam istilah psikologi kognitif yaitu chronically accessible atau paling mudah teraktivasi dalam memori kita itu ada empat temuan representasi semantik. Pertama, pajak diasosiasikan dengan beban, yang kedua pajak diasosiasikan dengan beban kewajiban.  Dua yang terakhir adalah pajak diasosiasikan dengan pembangunan dan kepentingan umum,” terang Ika. 

Representasi kognitif–sosial tentang pajak diformulasikan dengan dua elemen utama yaitu valence (positif hingga negatif) dan saliency (representasi inti dan tepi). Representasi inti dengan valensi negatif berisi konten semantik “beban”. Representasi inti dengan valensi netral adalah “kewajiban”.  Sedangkan representasi inti dengan valensi positif meliputi, “kepentingan umum, “pembangunan”.

“Posisi saya dalam hal ini saya ingin bisa memberikan kontribusi melalui bidang psikologi karena seperti kita tahu perkembangan psikologi ekonomi di Indonesia cenderung lebih lambat dibandingkan dengan psikologi yang lain, sehingga saya ingin mencoba bisa memberikan kontribusi dari hasil-hasil temuan ini untuk bisa membantu,” ungkap Ika. 

Ika Rahma Susilawati mengungkapkan bahwa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu tidak tersajinya gambaran level makro seperti properti kultural, sub-kultural, kelompok, sub-kelompok, masyarakat sebagai satu kesatuan representasi yang bersifat global. 

 

Penulis: Erna