Yunita Sari, S.Psi., M.Psi., dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung, sukses meraih gelar doktor dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada ujian terbuka Program Studi Doktor Ilmu Psikologi, Selasa (24/1). Disertasi berjudul Konsep dan Dinamika Ketahanan Psikologis Keluarga Sunda berhasil mengantarkan Yunita Sari menjadi doktor ke-5715 yang lulus dari UGM.
Ujian terbuka ini dipimpin oleh Rahmat Hidayat, M.Sc., Ph.D., sebagai ketua sekaligus Dekan Fakultas Psikologi UGM dan tim penguji yaitu Prof. Dr. Tina Afiatin, M.Si., sebagai Promotor; Prof. Subandi, M.A., Ph.D., sebagai Ko-Promotor; Prof. Dr. M. Noor Rochman Hadjam, S.U.; Prof. M. Mukhtasar, M.Hum., Ph.D.; Dr. Bagus Riyono, M.A.; dan Dr. Nida Ul Hasanat, M.Si.
Pada ujian terbuka yang dilaksanakan secara luring ini, Yunita Sari menuturkan Jawa Barat memiliki tingkat perceraian tertinggi saat ini sesuai dengan Data Badan Pusat Statistik. Hasil dari preliminary research yang telah dilakukannya juga menunjukkan stereotip terhadap keluarga Sunda terutama keluarga Sunda yang kawin cerai masih tetap muncul. Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang penelitian yang bertujuan untuk memahami konsep dan dinamika ketahanan psikologis keluarga Sunda ini.
“Saya merasa tertarik atau berusaha untuk meneliti kenapa hal itu terjadi pada keluarga yang tidak bercerai atau keluarga yang utuh, atau pada keluarga bisa kuat untuk mempertahankan pernikahannya atau pada keluarga yang kuat secara umum, keluarga Sunda itu,” tutur Yunita Sari.
Menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain multi metode, penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Studi pertama, bertujuan menggali konsep ketahanan psikologis keluarga Sunda melalui survei kualitatif pada 286 partisipan dari keluarga Sunda utuh dan cerai di wilayah Bandung Raya.
Studi kedua bertujuan untuk memahami dinamika ketahanan psikologis keluarga Sunda melalui pengalaman keluarga utuh dan cerai dengan metode fenomenologi. Data diperoleh dengan wawancara mendalam pada tujuh keluarga Sunda utuh dan lima keluarga Sunda cerai.
Ketiga, proses integrasi bertujuan untuk melakukan teoritisasi temuan studi pertama dan kedua, menggunakan teknik sintesis interpretatif (grounded theory).
Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa dinamika keluarga Sunda memiliki perbedaan dengan dinamika konsep keluarga pada umumnya secara teoritis, yaitu nuclear family dan extended family dari Barat. Hal ini berkaitan dengan konsep dulur (keluarga dekat) dan baralaya (keluarga besar) pada keluarga Sunda.
“Relasi sosial pada keluarga sunda itu terdiri dari tiga level yaitu dulur, baralaya dan juga deungeun atau masyarakat luas, tapi karena fokus kepada keluarga maka konsep keluarga Sunda itu ternyata tidak dapat dipisahkan atau kabur antara keluarga inti dengan keluarga besar, ” terang Yunita Sari.
Ketahanan psikologis keluarga Sunda merupakan kondisi sauyunan (harmoni) yang diperoleh dari adanya prinsip sineger tengah (keseimbangan) antara implementasi nilai agama darigama dan tali paranti, antara penguatan relasi keluarga inti, keluarga besar dan lingkungan sosial yang difasilitasi dengan leuleus liat (fleksibilitas) secara kontinuitas.
“Harmoni ini tercipta karena adanya keseimbangan antara aspek atau dimensi. Dimensi relatedness atau dimensi penguatan relasi, relasi terdiri dari keluarga inti, keluarga besar dan lingkungan sosial, dia juga berinteraksi dengan keyakinan terhadap agama dan budaya. Lalu proses interaksi itu bisa mencapai terjadinya harmoni atau sauyunan bila ada leuleus liat, kelenturan. Sehingga menjadi sauyunan di keluarga Sunda itu perlu lentur untuk berstrategi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan,” ungkap Yunita Sari.
Menurut Yunita, terdapat lima faktor yang berperan dalam membentuk ketahanan psikologis keluarga Sunda. Kelima faktor tersebut bersifat kontinu, sehingga apabila ditingkatkan akan tetap menguatkan ketahanan keluarga sunda, tetapi apabila tidak dikuatkan maka sebaliknya akan memperlambat ketahanan psikologi keluarga Sunda.
“Hasil temuan studi ini saya menemukan bahwa ada lima faktor yang dapat memperkuat ketahanan psikologis keluarga sunda, internalisasi nilai-nilai di dalam keluarga, kemandirian dan ketergantungan, keterbukaan dan komunikasi, kontinuitas belajar dan mengubah diri serta pertemanan dan lingkungan sosial,” terang Yunita Sari.
Yunita Sari mengungkapkan bahwa penelitian ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Dalam proses penelitian ini, Yunita mengungkapkan beberapa keterbatasan antara lain kendala memperoleh partisipan dari keluarga cerai dan penggunaan data retrospektif.
Penulis: Erna