Webinar UKP: Dear Little Me, It’s not Your Fault

Unit Konsultasi Psikologi (UKP) pada hari Jumat (18/11) mengadakan acara Webinar dengan judul “Dear Little Me, It’s not Your Fault”. Acara tersebut dilaksanakan secara daring dengan Amalia Nur Aisyah Tuasikal, Psikolog sebagai moderator. Sementara untuk narasumber dibersamai oleh Annisa Poedji Pratiwi, Psikolog dan Ernawati Widyaningsih, Psikolog. Harapannya, melalui acara ini peserta yang mengikuti mendapatkan kesempatan belajar bersama lebih dalam tentang hubungan antara innerchild dan juga kejadian trauma yang pernah dialami di masa lalu.

Sebelum menuju pada acara inti, terlebih dahulu hadir Restu Tri Handoyo, Ph.D Psikolog selaku kepala UKP untuk memberikan sambutan. “Mungkin yang perlu saya sampaikan bahwa acara hari ini adalah upaya UKP Fakultas Psikologi UGM untuk memberikan lebih banyak manfaat bagi sebanyak-banyaknya orang. Jadi supaya UKP tidak hanya miliki civitas akademika UGM ataupun Fakultas Psikologi, tetapi juga memberikan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat umum”.

Setelah Restu memberikan sambutan, acara dilanjutkan dengan sesi pertama yang disampaikan oleh Annisa Poedji Pratiwi, Psikolog. Pada sesi ini Annisa menjelaskan tentang hubungan antara trauma dengan innerchild yang lahir dari Adverse Childhood Experiences (ACEs). Selain itu, innerchild juga dapat dipahami sebagai bagian dari diri yang memiliki cara berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak “kanak-kanak” di dalam diri dewasa. “Jadi ada nih si kecil yang cara berpikirnya, merasanya, bersikapnya, bertindaknya itu adalah kanak-kanak padahal sudah dewasa”, terang Annisa.

“Bahwa innerchild itu bersifat netral dan ketika innerchild ini sehat, justru kehadiran dan keberadaan innerchild di dalam diri kita bisa memberdayakan diri kita untuk bertumbuh menjadi pribadi dewasa yang lebih optimal”. Innerchild yang sehat dan memberdayakan terdiri dari rasa ingin tahu yang baik tentang hal-hal baru di sekitar kita, spontan & bebas mengeksplorasi hal-hal yang asing bagi diri, energetik, semangat, cerita, kreatif, fokus, dan asik ketika mengerjakan sesuatu.

Annisa juga menyampaikan bahwasanya jangan mengkambinghitamkan innerchild. “Innerchild itu netral temen-temen. “Dia” tidak salah apapun. “Dia” hanya ngasih tahu kita bahwa ada sesuatu di masa lalu yang perlu kita proses, yang perlu kita pulihkan agar innerchild kita bisa kembali sehat dan berdaya sehingga kita bisa tumbuh menjadi pribadi dewasa yang optimal”.

Lalu, bagaimana cara mengetahui innerchild? Hal itu disampaikan oleh Ernawati Widyaningsih, Psikolog pada sesi kedua. Pertama, cara untuk mengetahui innerchild adalah dengan menyadari. “Sadari pengalaman di masa lalu positif dan/ negatif. Pengalaman-pengalaman hidup kita tentunya beragam”, jelas Ernawati.

Kemudian, kenali respon yang tidak sesuai atau pemicu. Dapat berupa situasi, kondisi, atau siapa orang yang bisa menjadi pemicu atau keinginan terpendam serta kebutuhan. Lalu ambil tindakan dengan mengambil tanggung jawab. Hal tersebut berkaitan dengan perlu untuk melakukan sesuatu sekaligus sebagai bentuk mengekspresikan. Berikutnya asuh dan damping innerchild dengan cara memenuhi kebutuhan dan bersahabat. “Belajar bersahabat, bukan ketika kita tahu ada luka di dalam diri kita justru “menghajar” diri kita dengan keharusan-keharusan. Harusnya ini, harusnya itu”, terang Ernawati.

 

Photo by Annie Spratt on Unsplash