Webinar Remaja Anti Kekerasan: Peran Keluarga dan Sekolah

Kamis (7/7), Center of Life-Span Development (CLSD) bersama dengan Fakultas Psikologi UGM mengadakan acara “Webinar Remaja Anti Kekerasan: Peran Keluarga dan Sekolah”. Acara tersebut dibagi menjadi 2 sesi dengan sub-tema yang berbeda. Pada sesi pertama sub-tema yang dibawakan adalah “Mengenal Perilaku Emosional Remaja” yang disampaikan oleh Dr. Arum Febriani, S.Psi., M.A dan Sutarimah Ampuni, S.Psi., MPsych., Psikolog. Sementara untuk sesi kedua sub-tema disampaikan oleh Drs. Sentot Haryanto, M.Si., Psikolog dan T. Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., Psikolog dengan sub-tema “Membangun Sikap Anti Kekerasan di Keluarga dan Sekolah”.

Pada awal acara, hadir Rahmat Hidayat, S.Psi., MSc., Ph.D memberikan sambutan, “Webinar siang ini adalah webinar yang penting dengan topik yang juga penting dan relevan tentang remaja dan anti kekerasan”. Remaja dan anti kekerasan merupakan yang perlu untuk dikembangkan agar dapat menyelesaikan kasus-kasus kekerasan di kalangan remaja. “Kekerasan remaja tentu permasalahan yang mengkhawatirkan karena berdampak (dari kekerasan tersebut) panjang dalam pengertian tahap-tahap perkembangan seterusnya yang harus dilalui”, ujar Rahmat.

Pada sesi pertama, pemberian materi diawali oleh Sutarimah, “Diadakannya webinar kali ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan kami dengan kekerasan yang masih terus saja terjadi”. Kekerasan memang tidak terbatas pada remaja, namun kekerasan bisa diatasi sejak usia remaja.

Sementara itu, Arum melanjutkan penyampaian materi dengan lebih memfokuskan pada pembahasan perilaku klithih di Yogyakarta. “Utamanya, saya akan berbagi tentang fenomena yang sepertinya tidak habis-habis di Jogja”. Pada awalnya, klithih memiliki istilah netral bahkan cenderung positif yang bermakna “mencari-cari kegiatan”, namun saat ini dimaknai sebagai sesuatu yang negatif.

Pada sesi kedua, hadir Novi sebagai pemberi materi pertama, “Kekerasan itu sebetulnya bisa kita cegah di level sekolah”. Menurut Novi, kasus kekerasan tidak terbatas pada kasus kekerasan fisik, tetapi sebetulnya juga ada kekerasan pasif-agresif, seperti mengisolasi satu atau dua anak akibat dari terbentuknya kelompok-kelompok tertentu dalam lingkar pergaulan.

Selanjutnya, hadir sebagai pembicara kedua pada sesi kedua sekaligus menjadi pembicara terakhir di webinar kali ini adalah Sentot, “Kita tidak bisa mengklaim bahwa kasus kekerasan terjadi hanya karena satu penyebab. Kasus kekeran bersifat kompleks”. Haryanto menjelaskan bahwa kasus kekerasan dapat dicegah dengan beberapa tugas, seperti menyamakan persepsi semua unsur bahwa kekerasan adalah permasalahan genting, dan kompleks, melakukan pendekatan komprehensif dan sistematik disertai ketegasan, dan memberi wadah inovasi, kreatif, dan bersinergi.

 

Photo by Jonathan Ford on Unsplash