Unit Konsultasi Psikologi (UKP) pada hari Rabu (16/06) mengadakan acara UKP Bersinergi UKP berbagi ke-6 dengan topik “Seni Merangkul Emosi Anak”. Acara tersebut dilaksanakan secara daring dengan Ismu Chandra Kurniawati, M.Psi., Psikolog sebagai narasumber. Acara diawali dengan narasumber yang menunjukkan platform interaktif kepada peserta untuk sharing mengenai bagaimana perasaannya hari ini melalui gambar-gambar yang menampilkan emosi-emosi tertentu. “Apapun perasaan yang Bapak atau Ibu alami saat ini adalah valid. Tidak ada yang benar maupun salah. Itu memang sesuatu yang Bapak/Ibu alami saat ini dan itu sebenarnya sesuatu yang penting untuk kita”, jelas Ismu.
Ketika seseorang mencoba mencari tahu apa yang dirasakan sebenarnya ia juga sedang berusaha terhubung dengan dirinya sendiri dan sedang mencoba untuk mengenali kondisi diri. Setelah seseorang tahu sedang merasakan emosi apa, maka pertanyaan yang muncul adalah apa yang harus kita lakukan dengan emosi tersebut. Untuk orang dewasa, pertanyaan tersebut cenderung mudah dijawab, tetapi bagaimana dengan anak-anak?
Faktanya, anak-anak sudah memiliki emosi sejak mereka lahir, tetapi anak-anak butuh orang dewasa untuk mengatur emosi tersebut. Sayangnya, tidak semua orang dewasa dapat membantu anak untuk mengatur emosi anak. Ada orang tua yang menyepelekan bahkan mengejek ketika anak sedang mengalami emosi marah. Ada juga orang tua yang menganggap emosi anak tidak penting bahkan menolak mendengarkan ketika sedang mogok atau menolak melakukan sesuatu. “Disitulah pentingnya memahami, merangkul, dan kemudian mengatur emosi anak”, terang Ismu.
Ada beberapa cara yang tepat dalam meregulasi emosi. Pertama, harus mengenal komponen emosi terlebih dahulu. Emosi terdiri dari tiga komponen, yaitu perilaku ekspresif, perubahan sensasi fisik, dan pengalaman subjektif. Setelah mengetahui ketiga komponen tersebut, maka langkah selanjutnya adalah mengelola. Dari komponen perilaku ekspresif dapat dilihat apakah perilaku yang ditampilkan ketika menampilkan emosi tertentu tergolong bahaya atau tidak. Kemudian, secara komponen perubahan fisik orang dewasa dapat membantu menjelaskan bahwa anak ketika marah tubuhnya gemetar atau ketika takut keluar keringat lebih banyak. Hal itu, dapat membantu anak untuk terhubung dengan kondisi fisiknya ketika sedang mengalami emosi tertentu. Terakhir, orang dewasa dapat membantu untuk merefleksikan pengalaman subjektif dalam emosi-emosi yang dirasakan. Namun, lakukan refleksi emosi ketika anak-anak sudah dalam kondisi tenang.
Tujuan dari merangkul emosi bukan dalam rangka menghilangkan emosi marah, sedih, takut, dan emosi lainnya yang tidak nyaman. Tujuan merangkul emosi juga bukan untuk membuat merasa senang setiap saat. Akan tetapi, tujuan dari merangkul emosi adalah untuk mengizinkan anak merasakan tiap emosi dalam situasi yang aman, mengelola pikiran, dan tubuh sehingga emosi menjadi teman terbaik yang mendukung terus bertumbuh. Selain itu, proses merangkul emosi tidak perlu dibandingkan dengan orang lain.