Center for Public Mental Health (CPMH) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar acara kuliah online bertajuk Toxic Relationship Pergi atau Bertahan. Acara yang diadakan secara daring melalui zoom meeting ini diadakan sebanyak dua sesi dengan hari yang berbeda, bertujuan untuk mengedukasi masyarakat terutama remaja tentang pentingnya mengenali hubungan toxic dan cara tepat keluar darinya. Sesi pertama, Jumat (12/7) khusus membahas tanda-tanda hubungan beracun dan alasan mengapa bisa terjebak di dalamnya.
Narasumber acara, Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog menjelaskan bahwa hubungan interpersonal yang baik menentukan kondisi kesehatan mental yang baik, “Salah satu faktor penentu kesehatan baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental pada seseorang adalah dengan hubungan sosial yang mendukung. Sebaliknya, hubungan sosial yang tidak sehat dapat menjadi faktor risiko kesehatan mental”.
“Toxic relationship dapat ditandai dengan tidak saling mendukung, ada persaingan, ada masalah (di dalam hubungan), berusaha menghancurkan, tidak saling menghargai, posesif, penyelesaian masalah yang buruk, perilaku mengontrol, dan perilaku kekerasan,” lanjut Nurul.
Nurul menerangkan secara rinci alasan mengapa seseorang bisa terjebak di hubungan beracun, “Toxic relationship dapat terjadi karena rendahnya kesadaran. Saat ini, generasi muda banyak mengalami hubungan tidak sehat yang ditandai dengan adanya perilaku abusive. Sayangnya, perilaku ini sering dinormalisasi sehingga banyak generasi muda yang merasa bahwa hubungannya baik-baik saja meskipun pernah mengalami kekerasan fisik”.
Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog, narasumber pada sesi kedua, Jumat (26/7) menjelaskan secara rinci upaya-upaya yang dapat dilakukan agar berhasil keluar dari toxic relationship, “Hal pertama yang dapat dilakukan adalah mencari dukungan sosial. Penelitian menyimpulkan penyebab korban kekerasan memutuskan untuk tetap berada dalam hubungan abusive salah satunya disebabkan karena kurangnya dukungan sosial yang dimiliki oleh korban. Dukungan sosial ini mencakup dukungan dari keluarga, teman, maupun fasilitas yang dapat diakses oleh korban”.
Selain dukungan sosial, kesadaran diri juga penting dimiliki oleh seseorang yang sedang berada di lingkaran hubungan beracun, “Meningkatkan kesadaran diri dapat dimulai dengan memikirkan dampak negatif dan positif jika kita memutuskan hubungan beracun. Setelah itu, kita bisa memaknai hubungan dan kehilangan sehingga dapat mengambil pelajaran atas peristiwa yang telah terjadi”.
Wirda memberikan tips khusus yang dapat dilakukan setelah memutuskan untuk berpisah, “Memaafkan menjadi poin utama yang harus dilakukan, setelah itu kita perlu bertindak tegas untuk menjaga jarak, memutus ikatan emosi, dan memberikan label kembali pada pelaku (misalnya orang asing yang tidak dikenal)”.
Penulis : Relung Fajar Sukmawati