Jumat (3/12) dan sabtu (4/12) Fakultas Psikologi UGM mengadakan acara Theraupetic Art-Making and Gift-Giving. Therapeutic Art ini merupakan sebuah terapi psikologis atau self healing melalui media seni. Acara yang diadakan secara luring terbatas ini merupakan rangkaian acara Dies Natalis Fakultas Psikologi UGM ke-57. Lokasi perhelatan acara ini di kantin Fakultas Psikologi UGM.
Pada hari pertama acara berlangsung pada pukul 09.00 WIB – 11.30 WIB dan dihadiri oleh 21 peserta dari dosen dan tenaga kependidikan Fakultas Psikologi UGM. Sedangkan pada hari kedua acara berlangsung pukul 10.00 WIB – 13.00 WIB dan dihadiri oleh 16 peserta dari mahasiswa dan alumni Fakultas Psikologi UGM.
Bintang tamu pada acara ini adalah Ardhana Riswarie, M.A., AThR, Art Theraphist Seni Rupa dan Desain dari ITB. Lulusan Master Art Psychotheraphy Goldsmith, University of London ini mempresentasikan kepada peserta tentang konsep dasar art theraphy dan mengajak peserta untuk berlatih membuat goresan-goresan warna menggunakan kuas dan cat lukis.
“Sama dengan olahraga ya. Kan badan itu kan kalau olahraga itu ya harus dilatih ya. Kalau olah rasa juga harus dilatih,” terang Ardhana sembari menekankan bahwa seni juga harus mempunyai batasan yang jelas agar lebih bermanfaat dan tepat sasaran.
Dalam menghasilkan karya seni, Ardhana juga berpesan kepada peserta untuk tidak perlu mengkahwatirkan hasil akhir dari gambar yang dibuat. Ardhana menyarankan peserta untuk senyaman mungkin dan menikmati proses berkaryanya. Peserta disarankan lebih berfokus pada apa yang dikerjakan daripada mengejar hasil akhirnya.
“Di kehidupan kita itu nggak ada yang kita planning terus (hasilnya) bisa 100 persen sesuai yang kita planning. Dia selalu random, kita selalu dapat yang acak, kita selalu dapat yang berantakan. Dapat rapi lalu berantakan lagi. Nah itu sama kayak karya seni,” tutur Riswarie.
Setelah sesi latihan selesai, Ardhana memandu peserta untuk meditasi dengan diiringi lagu. Ardhana mengajak peserta untuk meresapi makna lagu dan merasakan sensasi yang dirasakan dari mendenganrkan lagu tersebut. Selanjutnya Ardhana mempersilahkan peserta untuk menginterpretasikan sensasi selama meditasi dan mendenganrkan musik dengan bebas berekspresi dengan kuas dan cat lukis di atas sebuah tas dari bahan kanvas.
Sesuai dengan imajinasi masing-masing seluruh peserta mengekspresikannya dengan gambar yang beraneka ragam. Ada yang menggambar bambu, tangga, wajah, hingga ke kombinasi warna yang abstrak. Ardhana mempersilahkan peserta untuk berkreativitas dengan mencampurkan warna dan menggunakan teknik dalam menggoreskan kuas.
Pada sesi terakhir, setelah semua lukisan selesai, peserta membungkus hasil karyanya dengan kotak bingkisan dan bertukar karya kepada peserta lainnya berdasarkan pilihan nama yang diacak. Di dalam kotak bingkisan tersebut peserta menyertakan surat berisi pesan dan refleksi tentang gambar tersebut. Hal itu sesuai dengan pesan Ardhana untuk selalu memberikan waktu di akhir untuk refleksi dan mengambil makna dari karya yang dibuat.
Dalam melaksanakan acara luring di masa pandemi ini memang ada beberapa hambatan karena pembatasan-pembatasan konsekuensi dari protokol kesehatan yang harus dipatuhi. Salah satunya adalah tidak bisannya menerima semua pendaftar untuk dapat mengikuti acara ini.
“Tantangannya itu sebenarnya lebih ke kuotanya. Jadi sebenarnya animo itu tinggi sekali. Kemarin sampai 48 orang waiting listnya, sedangkan slotnya hanya 20. Jadi itu tantangannya. Kita belum bisa memfasilitasi banyak orang buat join ke acara ini. Padahal animonya sangat tinggi,” terang Chika, koordinator acara Therapeutic-Art and Gift-Giving ini.
Terlepas dari beberapa keterbatasan dan kendala yang ada, acara tetap berlangsung lancar dan meriah. Konsep acara yang rapi dan matang dalam acara ini mampu memberikan pengalaman artistik yang positif dan menyenangkan bagi peserta.