Theory Building Training: Grounded Theory & Kepenulisan Kualitatif Grounded Theory

Jumat (29/7) Center for Indegenous and Cultural Psychology (CICP) Fakultas Psikologi menyelenggarakan acara “Theory Building Training: Grounded Theory & Kepenulisan Kualitatif Grounded Theory”. Acara tersebut disampaikan oleh Dr. Bagus Riyono, M.A., Psikolog dan Prof. Drs. Subandi, M.A., Ph.D., Psikolog Tujuan dari diadakannya acara ini karena perguruan tinggi memegang peran sentral dalam kemajuan ilmu pengetahuan. Selain itu Theory Building Training adalah rangkaian kegiatan pemberian materi tentang metodologi penelitian.

Pembicara pertama pada acara ini adalah Dr. Bagus Riyono, M.A., Psikolog yang menjelaskan grounded theory secara filosofis terlebih dahulu. “Sebelum kita bahas tentang grounded theory sebagai metode atau sebagai teknik, saya ingin menyampaikan dulu secara filosofis kerena ketika kita hanya menganggap grounded theory sebagai teknik dan tidak menghayati filosofinya. Saya takutnya nanti mekanistis ketika melakukan studi grounded theory”.

Selanjutnya, Bagus menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan adalah usaha manusia untuk memahami apa yang terjadi dan realitas. “Realitas itu kenapa harus dipahami karena sebetulnya karena kita ingin tahu sebetulnya yang sebenarnya itu seperti apa atau lebih umumnya, sebetulnya ilmu pengetahuan, sains itu tujuannya untuk mengetahui kebenaran dalam berbagai levelnya dan level yang paling permukaan itu sering disebut realitas”. Akan tetapi, realitas terkadang terhalang oleh tabir-tabir, seperti persepsi, prejudice, dan sebagainya dan ilmu pengetahuan bertujuan untuk menguak tabir-tabir itu supaya kita mendapatkan realitas yang sesungguhnya.

Untuk bisa mengungkap realitas atau membuka tabir-tabir realitas itu, ada 3 sumber atau pendekatan. Pendekatan yang cukup populer selama ini adalah pendekatan kuantitatif. yang didukung oleh filsafat positivisme yang menganggap realitas itu adalah sesuatu yang bisa diukur. Pendekatan yang kedua, tidak melalui pengukuran, tetapi melalui penggalian atau secara umum disebut sebagai fenomenologi. Terakhir, pendekatan ketiga adalah wahyu sebagai petunjuk dari Tuhan yang disampaikan melalui kitab-kitab suci. “Itu menjadi sumber kebenaran karena sudah terbukti bahwa perjalanan hidup dan pengalaman manusia sudah tertulis di kitab suci sampai nanti kiamat dengan bahasa/istilahnya masing-masing”, jelas Bagus

Sesi kedua pada acara ini disampaikan oleh Prof. Drs. Subandi, M.A., Ph.D., Psikolog. Sehingga berteori muncul sebagai proses alami untuk memahami dunia dan realitas di sekitar mereka. Jadi semua orang bisa membuat teori. Akhirnya teori bisa dibedakan menjadi teori awam (masyarakat umum), teori pseudo ilmiah dan teori ilmiah”, terang Subandi. Selain itu, Subandi juga menerangkan bahwa teori itu sifatnya tidak tetap, bisa berubah karena adanya kejadian atau fenomena baru”.

 

 

 

Photo by Álvaro Serrano on Unsplash