Arsip:

tsunami

Model of Tsunami Preparedness for Indonesian Tsunami Prone Areas Communities

Any Nurhayaty*, Supra Wimbarti*, Radianta Triatmadja**, and Thomas D. Hastjarjo*

Abstract

A tsunami disaster normally happens minutes to hours after an earthquake. Indonesia is prone to tsunamis that may be triggered by activity at plates’ boundaries surrounding the archipelago. In order to mitigate the risks and to prepare the people against the hazard a model that relates important variables influencing the degree of preparedness is required. Such model is not yet available for people with highly collectivistic culture such as Indonesia.

The study is aimed primarily at establishing a new model of preparedness against tsunami based on an existing model by accommodating a sense of community variable which is missing in the existing model. The existing model was developed based on an individualistic culture of Kodiak Alaska. In Indonesia where the culture is highly collectivistic, such a variable may play important role in the tsunami preparedness model. The model was tested on Parangtritis and Banda Aceh communities of Indonesia. The results were compared with the existing model where the sense of community variable is absent. The inter-related dependence relationships of variables in the existing model are found to be largely similar to those in the proposed models of tsunami preparedness in Indonesia with two significant differences. First the sense of community is the most important variable that affects empowerment, whilst the influence of community participation on empowerment is much lower in Indonesia. Secondly the community participation has insignificant direct influence on the preparedness within the collectivistic community. Therefore it may be concluded that direct community development through preparedness education and information without considering the sense of community within the collectivistic community is not likely to give significant results to preparedness improvement.

Keywords: tsunami, preparedness, collectivistic, sense of community, trust, intention, SEM

*Faculty of Psychology, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia

**Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia

Dr10_5_14_page_957

Partisipasi Masyarakat Berkontribusi Pada Kesiapsiagaan Tsunami

Indonesia merupakan negara yang rawan tsunami dan berada pada urutan pertama korban meninggal akibat tsunami. Tsunami merupakan salah satu bencana alam yang tidak bisa diprediksi waktu dan tempat kejadiannya. Ini berarti bahwa tsunami dapat terjadi kapan saja dan dimana saja serta mengakibatkan kerugian yang sangat besar.

Beberapa teori perubahan perilaku yang memiliki kredibilitas ilmiah diterapkan untuk melihat efektivitasnya dalam mempengaruhi kesiapan individu menghadapi bencana alam, seperti teori sosial kognitif dan teori perilaku terencana.

“Kesiapsiagaan tidak hanya di tingkat rumah tangga tetapi juga tingkat masyarakat,”papar Any Nurhayati pada ujian terbuka program Pendidikan Doktor, Fakultas Psikologi UGM, Selasa (1/9).

Dosen di Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Lampung itu menegaskan adanya pengembangan model kesiapsiagaan tsunami di negara dengan latar belakang budaya individualistik kota Kodiak di Alaska Amerika Serikat. Model kesiapsiagaan tsunami yang dikembangkan oleh Paton ini akan berbeda jika dikembangkan di Indonesia yang punya keterikatan kuat satu dengan lainnya.

“Rasa keterikatan dengan tempat tinggal dan lingkungan ini cerminan dari rasa kemasyarakatan masyarakat Indonesia. Ini bisa dilihat di masyarakat Parangtritis,”urainya.

Dalam disertasinya berjudul Model Kesiapsiagaan Terhadap Bencana Tsunami Pada Masyarakat di Daerah Rawan Tsunami, Any menjelaskan rasa kemasyarakatan, partisipasi masyarakat, dan efikasi kolektif memiliki kontribusi yang sangat signifikan pada pemberdayaan dalam model kesiapsiagaan terhadap tsunami di budaya kolektif yang tingkat ketergantungannya tinggi jika dibandingkan dengan model kesiapsiagaan terhadap tsunami di budaya individualistik yang tingkat ketergantungannya rendah.

“Ini menunjukkan bahwa masyarakat pada budaya kolektif perlu diberdayakan untuk menjadi percaya dan berniat untuk bersiap-siap menghadapi bencana,”pungkasnya (Humas UGM/Satria)

Sumber: https://ugm.ac.id