Arsip:

sekolah kawruh jiwa

Sekolah Kawruh Jiwa Angkatan IV: Belajar Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram secara Komprehensif

Sekolah Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryamentaram (KAS) kembali diadakan untuk keempat kalinya. Seperti tahun sebelumnya, kegiatan ini terselenggara atas kerja sama Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada dengan CICP (Center for Indigenous and cultural Psychology). Kegiatan dilaksanakan selama lima hari berturut-turut, mulai dari 9-13 November 2016.

Ada yang berbeda dengan KAS kali ini. Tidak hanya Sekolah Kawruh Jiwa yang diadakan, tetapi juga seminar call of paper dan Junggring Saloka Agung. Bahkan ketua panitia, Fransiska Anggraini, S.Pd.I menuturkan bahwa tim penyelenggara sedang berusaha bekerja sama dengan UGM Press untuk membukukan kumpulan paper yang dipresentasikan dalam seminar.

Sebagai suatu rangkaian acara, ketiga kegiatan dalam KAS tidak berjalan secara bersamaan. Sekolah KAS dilaksanakan terlebih dahulu pada 9-12 November. Sekolah KAS angkatan IV ini mengangkat tema yang sama dengan seminar call of paper, yaitu mendalami raos (jiwa) untuk menggapai kebahagiaan dalam kehidup sehari-hari. Ada banyak materi yang diajarkan pada sekolah ini, antara lain Psikologi Raos dan Pangawikan Pribadi. Pemateri pun telah berkompeten pada Kawruh Jiwa dan Psikologi, antara lain Prof. Dr. Koentjoro, MBSc,Ph.D dan Ir. Prasetyo Atmosutidjo, M.M. Di hari terakhir sekolah (11/11), peserta diajak untuk studi lapangan di Desa Balong, Kabupaten Bantul, yang masih kental akan keguyubannya.

Setelah kegiatan sekolah selesai, kegiatan selanjutnya ialah seminar call of paper 12-13 November dan Junggring Saloka Agung pada siang hari 13 November. Junggring Saloka Agung yang dapat diartikan sebagai ‘perkumpulan yang sangat besar’ ini dihadiri oleh komunitas Kawruh Jiwa dari berbagai daerah, antara lain Klaten dan Surabaya. Junggring Saloka Agung yang mengangkat tema ‘Pemikiran Suryo Mentaram dalam Perspektif Psikologi Indigenous’ ini memfasilitasi peserta untuk berbagi pemahaman terkait ‘rasa’ setelah memahami dan mengaplikasikan pemikiran Ki Ageng Sutyo Mentaram.

Kegiatan KAS ini mendapat respon positif dari berbagai pihak. Rangkaian kegiatan KAS ini berkesempatan untuk dibuka oleh Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Umar Priyono, M.Pd. Kerjasama dengan media pun cukup banyak, misalnya dengan Kedaulatan dan Harian Jogja. Selain itu, Junggring Saloka Agung dihadiri hingga 70 orang dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Diselenggarakannya rangkaian acara KAS ini tidak tanpa tujuan dan harapan. Tujuan dari acara ini adalah melestarikan pemikiran Ki Ageng Suryomentaram ke arah Psikologi Indigenous. Diharapkan ke depannya pemikiran ini dapat di angkat ke kancah internasional, memicu dikajinya berbagai pemikiran yang ada di Nusantara lainnya, dan mendorong para akademisi untuk mencintai kearifan lokalnya. “Ini bukan tentang bisa atau tidak bisa, tetapi mau atau tidak mau,” tegas Fransiska terkait pengembangan Psikologi yang bersumber dari kearifan lokal Nusantara. [Marsa]

Khasanah Psikologi Nusantara dalam Sekolah Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram (KAS)

Untuk ketiga kalinya Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Sekolah Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram (KAS). Sekolah KAS diselenggarakan  pada 3-6 September 2015 oleh Fakultas Psikologi UGM bekerja sama dengan unit CICP (Center for Indigenous and Cultural Psychology).

Sekolah Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram (KAS) adalah serangkaian kegiatan dengan konsep sekolah dengan seminar, diskusi dan workshop yang mengaplikasikan ajaran kawruh jiwa Ki Ageng Suryomentaram. Kegiatan yang berlangsung selama empat hari bertururt-turut ini diisi oleh narasumber yang telah berpengalaman di bidangnya untuk membantu peserta memahami ajaran kawruh jiwa dan meningkatkan kualitas hidup dalam keseharian.

Pembukaan sekolah KAS dihadiri oleh Dekan Fakultas Psikologi, Dr. Supra Wimbarti M.Si dan Ketua CICP, Dr. Wenty Marina Minza, S.Psi., M.A. Selain kehadiran pihak Fakultas Psikologi, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat DIY, H Yoeke Indra Agung L membuka kegiatan dengan pemukulan gong. Di dalam sambutannya Yoeke menyebutkan bahwa ajaran Ki Ageng Suryomentaram dapat menjadi salah satu keistimewaan DIY. “Mungkin saja kedepannya dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan DPR DI”, tutur Yoeke.

Sekolah KAS mengajarkan ajaran kawruh jiwa dari Ki Ageng Suryomentaram, anak ke-55 dari Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Beberapa di antara ajaran Kawruh Jiwa tersebut yaitu kawruh begja, aku-karep-kramadhangsa, dan manungsa tanpa tenger. Sekolah KAS tidak hanya mengajarkan teori kawruh jiwa, tetapi juga dari sisi aplikatif, misalnya mulur mungkret sebagai metode strategi coping dan aplikasi dalam community development. Materi tersebut disampaikan dengan metode ceramah dan diskusi, persis seperti di sekolah. Sang guru alias narasumber dari berbagai dosen dan praktisi psikologi yang berpengalaman di bidangnya.

Selain teori dan aplikasi, di tahun ketiga Sekolah KAS mengadakan inovasi sebagai praktek atau implikasi dari pembelajaran di kelas. Peserta yang berasal dari kalangan akademis dan praktisi akan berkunjung ke dukuh Balong, Sewon, Bantul. “Dalam kegiatan ini peserta berkesempatan untuk berinteraksi dengan masyarakat yang mengaplikasikan ajaran Ki Ageng Suryomenataram dalam kehidupannya”, ungkap Rahmat F Tuasikal, S.Psi., MT selaku ketua panitia.

Layaknya sekolah, di akhir rangkaian kegiatan (6/9) peserta menerima ‘ijazah’ dari ketua panitia dan Dewan kurikulum Sekolah KAS. Acara ditutup dengan pekikan jargon oleh peserta dan panitia, yaitu “Langgeng Bungah-Susah” yang berarti kesenangan dan kesedihan akan datang silih berganti secara terus menerus. Dengan demikian berakhirlah kegiatan Sekolah Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram angkatan III, harapannya agar ilmu yang diterima dapat diapikasikan dan bermanfaat dalam kehidupan serta semakin melestarikan ajaran psikologi yang berorientasi kearifan lokal. “Semoga ajaran KAS tidak hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga luar negeri”, harap Wenty. [Marsa, Alifah]