Perbedaan Pola Dukungan Sosial dalam Masyarakat Komunal dan Non-Komunal

“Manusia tanpa interaksi sosial dapat menimbulkan masalah. Lemahnya relasi sosial dapat menyebabkan bekembangnya demensia,” ujar Yohanes Heri Widodo, Mahasiswa S3 Ilmu Psikologi UGM pada ujian terbuka untuk meraih Derajat Doktor pada Selasa (29/1) di Auditorium G-100 Fakultas Psikologi UGM. Lebih lanjut, Heri menyatakan bahwa dukungan sosial diperlukan untuk mencegah hal tersebut. Menurutnya, konsep ini sejalan dengan pola kehidupan bertetangga masyarakat Indonesia yang terkenal komunal, terutama di area perkampungan. Akan tetapi, dengan berjalannya waktu, Heri menyebut bahwa masalah muncul ketika relasi komunal mulai bergeser menjadi relasi non-komunal seiring dengan juga bergesernya bentuk pemukiman dari pedesaan menjadi perumahan seperti di perkotaan. Berdasarkan Clark & Milis (2011), relasi komunal lebih sehat secara psikologis dibanding relasi non-komunal atau yang bisa disebut pula relasi pertukaran sosial. “Semakin banyaknya relasi non komunal membawa konsekuensi melemahkan interaksi dan interdepedensi kehidupan bertetangga yang berdampak negatif terhadap psikologis dan fisik bagi individu-individu di dalamnya,” sebutnya. Heri menjelaskan bahwa pada masyarakat komunal pola dukungan sosial menjadi lebih sederhana karena tiap individu dipastikan saling mengenal, kebersamaan sangat menonjol bahkan menjadi kedekatan, serta pola relasi resiprositas muncul dan bekembang dengan lancar. Sedangkan pada masyarakat non-komunal karena tidak semua individu saling kenal pola yang sama terjadi, namun cenderung lebih kompleks dan tidak terlalu kuat. Perbedaan ciri tersebut, menurut Heri, membuat perbedaan pula pada cara pandang kedua jenis masyarakat terhadap dukungan sosial. “Masyarakat komunal menganggap dukungan sosial sebagai bagian dari interdependensi yang memunculkan adanya jaminan dan rasa aman, sementara masyarakat non-komunal menganggapnya secara fungsional dalam konteks individual,” terangnya. Selain itu, Heri menjabarkan bahwa kebutuhan akan rasa aman ditafsirkan secara berbeda oleh kedua jenis masyarakat. Masyarakat non-komunal mendapat rasa aman didapat dari adanya pagar rumah, sementara masyarakat komunal didapatkan dari relasi yang dibangun dengan tetangga sekitarnya. Heri menemukan dalam penelitian Landman (2010) bahwa pembatasan yang dibuat masyarakat non-komunal semacam itu tidak hanya akan berdampak negatif terhadap pada keberlanjutan relasi dengan masyarakat di luar perumahan. Namun, hal itu juga berdampak pada mereka yang tinggal di dalamnya. “Individu yang tidak mendapat dukungan sosial yang memadai akan meningkatkan depresi dan stres dalam dirinya. Sebaliknya, ketika mendapat dukungan sosial yang cukup, individu akan menjalani kehidupan dengan lebih positif sehingga lebih sehat tidak hanya secara psikologis, namun juga fisik,” pungkas dosen Prodi Bimbingan Konseling Universitas Sanata Dharma itu. (Humas UGM/Hakam)
Tags: doktor promosi s3