Pada dasarnya cinta secara ideal sangat dibutuhkan bagi siapapun yang bekerja. Terlebih jika pekerjaan yang dilakukan memiliki karakteristik yang berbeda secara umum dari pekerjaan lainnya, salah satunya adalah TNI.
Tugas yang diemban oleh para prajurit TNI bukanlah tugas mudah melainkan tugas yang menuntut pengorbanan besar. Sebab, pekerjaan sebagai tentara merupakan pekerjaan yang memiliki risiko sangat tinggi dibandingkan dengan pekerjaan lainnya.
Secara umum pengorbanan dari prajurit TNI untuk menjadi tentara disadari atau tidak sebenarnya sudah dimulai sejak awal individu memutuskan untuk mengikuti proses seleksi calon prajurit TNI. Sementara, secara terstruktur dan sistemik pembentukan cinta pekerjaan dalam dunia militer sudah dimulai sejak proses awal pendidikan militer yang dijalani oleh para calon prajurit TNI.
“Hal inilah yang menjadi salah satu pembeda antara organisasi militer dengan di luar militer,” ujar Aulia, S.Psi., M.Psi, di Fakultas Psikologi UGM, Rabu (24/7) saat menempuh ujian terbuka Program Doktor.
Menurut Aulia, fenomena esensi cinta pekerjaan dari prajurit TNI, khususnya pasukan elite adalah berkorban demi ibu pertiwi. Ibu pertiwi yang dimaksud dalam hal ini bukan secara harfiah diterjemahkan sebagai tanah air dan atau tanah tumpah darah. Ibu pertiwi yang dimaksud merupakan personifikasi nasional Indonesia yang merupakan perwujudan dari tanah air Indonesia. Kecintaan hakiki dari prajurit pada ibu pertiwi ini memiliki makna sebagai rasa cinta yang tulus tanpa syarat dari seorang prajurit kepada tanah air lndonesia.
“Implikasi dari cinta ini adalah adanya kerelaan dari prajurit untuk berkorban apapun dalam rangka menjaga dan melindungi ibu pertiwi melalui pekerjaan mereka sebagai seorang tentara. Kecintaan prajurit kepada ibu pertiwi inilah yang menjadi dasar bagi prajurit untuk rela mengorbankan apapun yang mereka miliki, baik jiwa ataupun raga,” tuturnya.
Mempertahankan disertasi Berkorban Demi Ibu Pertiwi: Esensi dan Dinamika Cinta Pekerjaan Pada Pasukan Elit Indonesia, Aulia menandaskan cinta pekerjaan dapat dirasakan atau dimiliki seseorang bahkan sebelum mereka bergabung menjadi tentara. Hal ini berhubungan dengan adanya ketertarikan individu pada pekerjaan sebelum mereka menjadi tentara dan fase ini di dalam penelitian diistilahkan sebagai fase ketertarikan.
Fase ini menjelaskan tentang latar belakang ketertarikan seseorang terhadap suatu pekerjaan, dalam hal ini yaitu sebagai prajurit TNI ataupun sebagai pasukan elite (khusus). Ketertarikan individu pada suatu pekerjaan tidak terlepas dari nilai, tujuan, motif, orientasi, ataupun kebutuhan yang dimiliki seseorang dalam memaknai pekerjaan.
“Hasil penelitian ini menggambarkan ada lima level dari makna kerja dan derajat terendah dari pekerjaan yaitu dimaknai sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup, mendapatkan identitas diri, mendapatkan harga diri, melakukan eksplorasi kompetensi, serta memenuhi panggilan. Derajat tertinggi dari pekerjaan yaitu ketika seseorang memaknai pekerjaan sebagai panggilan,” ujar Aulia, dosen Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Oleh karena itu, disimpulkan bila pasukan elite cinta pekerjaan dilandasi oleh kecintaan yang hakiki pada ibu pertiwi, dan cinta pekerjaan dikonsepkan sebagai hubungan emosi positif antara pekerja dengan pekerjaannya yang terjadi secara timbal balik, kuat dan memiliki arti mendalam yang ditandai dengan adanya pengorbanan secara tulus pada saat melaksanakan pekerjaan.
Cinta pekerjaan dapat dirasakan atau dimiliki seseorang bahkan sebelum mereka bergabung menjadi tentara, sedangkan rasa cinta terhadap pekerjaan dapat dibentuk dan dipelihara, begitupula dapat mengalami erosi selama proses pendidikan ataupun proses menjalani pekerjaan.
“Untuk itu dibutuhkan bermacam upaya pribadi untuk terus menjaga agar rasa cinta terhadap pekerjaan senantiasa membara, memaknai pekerjaan agar memiliki pengaruh dalam memprediksi cinta prajurit terhadap pekerjaan, serta harus dipahami bila faktor internal dan eksternal memiliki peran besar untuk menumbuhkan, menjaga, atau bahkan mengerosi cinta prajurit terhadap pekerjaan,” ujarnya. (Humas UGM/ Agung)