Sekitar enam dekade yang lalu, World Health Organization (WHO) menyampaikan bahwa kesehatan bukan berarti semata-mata ketidakadaan penyakit, namun merupakan kondisi sejahtera dari segi fisik, kejiwaan, dan keberfungsian sosial. Di Indonesia, kesehatan jiwa belum menjadi prioritas. Keadaan tersebut tercermin pada fasilitas penanganan gangguan jiwa di Indonesia yang kurang memadai, pelayanan kesehatan jiwa yang tidak bisa menyentuh semua lapisan masyarakat, dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang cenderung masih mengesampingkan pentingnya kesehatan jiwa.
Padahal masalah gangguan kesehatan jiwa adalah masalah besar. Prevalensinya sebanyak 1,7 per mil untuk gangguan jiwa berat. Hal ini belum termasuk gangguan emosi yang dialami masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Pencegahan dan penanganan gangguan jiwa ringan, sedang, hingga berat dibutuhkan oleh khalayak luas. Pemerintah perlu membuat sistem pelayanan kesehatan jiwa yang memadai dari level paling dasar (Puskesmas) dan perlu melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk institusi pendidikan (Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah).
Menariknya, menurut survey RISKESDAS 2013 jumlah gangguan jiwa paling banyak di Indonesia ada di Propinsi DIY. Mengapa demikian? Temukan jawabannya di Public Mental Health Week, 9-16 Februari 2015.
Public Mental Health Week
Sebuah Persembahan untuk Bangsa
Public Mental Health Week 2015, dipersembahkan oleh Fakultas Psikologi UGM, melalui Center for Public Mental Health (CPMH), sebagai respon terhadap keprihatinan akan keadaan kesehatan jiwa di Indonesia. Acara ini didukung oleh Bagian Psikiatri dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM. Public Mental Health Week diselenggarakan mulai tanggal 9 Februari 2015 s/d 16 Februari 2015.
Ide acara ini berawal dari penghargaan yang diterima oleh Dr Diana Setiyawati atas disertasi S3nya di The University of Melbourne, pada tahun 2014. Penghargaan tersebut bernama Australia Awards-Hadi Soesastro Prize, dianugrahkan oleh Mentri Luar Negri Australia, Julie Bishop. Diana Setiyawati adalah dosen muda Fakultas Psikologi UGM yang meneliti tentang kurikulum psikolog agar sesuai dengan lingkungan Puskesmas, disertasinya berjudul: A study of Australian and International Experiences to Inform the Development of Curriculum for Psychologists Working in Primary Care in Indonesia.
Sebagai bentuk persembahan untuk Bangsa, Diana mempergunakan hadiah yang diterimanya untuk menggelar Workshop Nasional, “Penguatan Peran Psikolog dalam Layanan Kesehatan Jiwa Primer (Puskesmas), dengan mendatangkan ke-4 dosen pembimbingnya dari The University of Melbourne: A/Prof. Harry Minas, A/Prof. Grant Blashki, Ruth Wraith, dan Dr. Erminia Colucci. Ide sosialisasi penelitian melalui workshop ini disambut baik dan didukung penuh oleh Fakultas Psikologi UGM, sehingga acara workshop Nasional berkembang menjadi Public Mental Health Week, satu minggu seminar, workshop, dan pelatihan yang melibatkan lebih dari 1000 orang, dengan rincian sebagai berikut: unduh selengkapnya