Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini kebanyakan siswa memiliki persepsi negatif terhadap keberadaan Guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah. Kalau tidak "spesial" dalam hal ini bermakna nakal, tidak bakal berurusan dengan guru BK. Demikian kata mereka. Hal itu sangat bertolak belakang dengan tugas guru BK sebenarnya, yaitu mendampingi siswa untuk dapat berproses dalam kegiatan belajar mengajar dengan baik. Permasalahan pun berlajut. Stigma bahwa BK bukanlah guru yang menjanjikan berdampak pada kurangnya jumlah peminat jurusan BK di perguruan tinggi. Akibatnya, beberapa institusi pencetak sarjana BK terpaksa ditutup lantaran kekurangan mahasiswa.
Berawal dari keprihatinan terhadap permasalahan di atas, Nuryati Atamimi berusaha untuk menemukan sebuah inovasi guna mengubah wajah BK selama ini, dari "musuh" menjadi "sahabat" siswa. Menurut perempuan kelahiran Belinyu Bangka ini, untuk meningkatkan kinerja guru BK maka yang harus berubah pertama kali adalah guru BK itu sendiri. Nuryati merancang modul Keterampilan Psikologis Model BK Proaktif. Adapun Proaktif sendiri bermakna keterampilan yang terdiri dari kepekaan (P), cepat merespon (R), dan bertindak (O), meningkatkan afeksi (A), kognisi (K) dan tingkah laku(T), menanamkan keikhlasan (I) dan kesediaan memfasilitasi perkembangan siswa (F).
Melalui eksperimen yang dilakukan terhadap tiga sekolah di Kapubaten Bangka, Model Proaktif terbukti signifikan dapat meningkatkan persepsi, harga diri, kepercayaan diri, kepuasan kerja, dan motivasi diri Guru BK. Nenek dua cucu ini pun berharap bahwa modul "BK Proaktif" tetap digunakan bahkan diperluas penggunaannya. Keberhasilan Nuryati Atamimi merancang dan menguji "Model BK Proaktif" telah mengantarkannya menjadi doktor ke-1345 di Universitas Gadjah Mada.