Jumat (15/7) Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM mengadakan Kuliah Online (KulOn) dengan mengangkat topik “Toxic Relationship dalam Keluarga”. “Siang hari ini kita akan membahas satu tema yang mungkin boleh dibilang salah satu core permasalahan dari semua tema yang mungkin pernah kita bahas. Mulai dari yang sangkut pautnya dengan remaja atau anak. Kemudian dengan masalah gangguan mental itu sendiri. Kemudian kita pernah membahas tentang setting akademik, yaitu sekolah dan ternyata semua itu setelah ditelesuri tidak pernah lepas dari pembicaraan atau pembahasan tentang keluarga”, jelas Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog yang menjadi salah satu pembicara kulon kali ini. Selain Nurul, ada pula Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog yang menjadi pembicara.
“Saya sama mbak Nurul nanti akan sharing-sharing dari topik ini, kemudian apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah atau mungkin misalnya kita berada di dalam kondisi itu, apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki itu”, ungkap Wirdatul. Acara kulon kali ini dimulai pada pukul 13.00 WIB dan diikuti oleh partisipan dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Bandung, Medan, dan kota-kota lainnya.
“Jadi pencegahan yang akan kami tampilkan melalui slide, itu hanya sekelumit saja dari apa yang pernah dulu kita diskusikan bersama di forum-forum CPMH. Untuk kali ini kita lebih memetakan saja tentang toxic relationship. Bukan untuk fokus pada kelemahan karena itu adalah salah satu hal yang nanti akan kita address juga, tetapi hal ini dilakukan agar kita lebih aware”, jelas Nurul di awal penyampaian materi.
Hal lain yang juga sempat dibahas pada kulon kali ini adalah salah satu kutipan dari Nikki DeFrain, “everything that happens to you, happens to me”. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa apapun yang terjadi pada salah satu anggota keluarga akan berpengaruh juga pada anggota keluarga yang lain. Jika ada salah satu anggota yang bermasalah atau terkena masalah, yang merasakan itu tidak hanya yang bersangkutan, tetapi seluruh anggota keluarganya”, sambung Nurul.
Keluarga merupakan satu kelompok yang bergerak dan suatu sistem yang anggotanya saling berhubungan. Keluarga yang “kaku” sangat mungkin menjadi rapuh atau tidak fleksibel dalam menghadapi perubahan lingkungan. “Terkait fleksibel dan kekakuan ternyata juga memiliki peran yang besar dalam fungsional keluarga. Ketika keluarga itu memiliki aturan yang jelas, tetapi kemudian di dalam pelaksanaannya keluarga itu bisa fleksibel dalam menyesuaikan aturan atau dalam menyesuaikan peran-peran yang ada, maka keluarga itu akan punya toleransi yang lebih besar terhadap stres atau krisis”, terang Wirdatul.
Wirdatul juga menyampaikan dua poin penting di dalam keluarga yang bisa dilihat sebagai poin apakah keluarga tersebut seimbang atau tidak maupun fungsional atau disfungsional. Dua hal yang dimaksud adalah kohesivitas dan fleksibilitas. “Kohesivitas itu berkaitan dengan keterikatan. Jadi, seberapa setiap anggota yang ada di keluarga itu terikat satu sama lain. Bisa anggota keluarga inti atau anggota keluarga yang tinggal dalam satu atap yang sama. Kalau fleksibilitas itu terkait, aturan, peran, tanggung, posisi, dan kedudukan masing-masing. Fleksibel dibagi menjadi dua, yaitu rigid dan chaotic (bebas dan sesuka hati)”, sambung Wirdatul
Ada berbagai hal yang menjadi karakteristik keluarga disfungsional, seperti orang-orang di dalam keluarga cenderung fokus pada hal negatif, terlalu kritis dan agresif dalam berkomunikasi, menghindari konflik verbal, tidak dapat mengatasi krisis secara efektif, terjadi kebingungan peran, dan sebagainya.