Memahami dan Mendiagnosis Anak dengan Disleksia

Promovendus Club Program Doktoral Ilmu Psikologi menyelenggarakan acara dengan topik “Memahami dan Mendiagnosis Anak dengan Disleksia” pada Jum’at (16/4). Acara yang berlangsung pada pukul 09.00 WIB ini merupakan bagian dari kolokium yang dilaksanakan rutin tiap 2 pekan sekali oleh Promovendus Club secara daring.

Hadir pada acara ini Dr. Trubus Raharjo, S.Psi., M.Si., Psikolog sebagai pemateri yang merupakan seorang Dosen di Universitas Muria Kudus sekaligus alumni dari Program Studi Doktor Ilmu Psikologi UGM. Ada beberapa hal yang disampaikan oleh Trubus melalui acara ini, meliputi bagaimana mengenali gejala kesulitan belajar disleksia, bagaimana tata laksana diagnosis anak dengan disleksia, serta bagaimana menangani anak dengan disleksia. “Selama ini informasi tentang disleksia khususnya untuk guru, pendidik, juga psikolog masih sangat minim sekali. Ada beberapa komunitas dan sebagainya, tetapi lebih banyak memang dipegang oleh dokter-dokter anak, biasanya begitu”, ungkap Trubus.

Disleksia menurut The International Dyslexia Association merupakan kesulitan belajar spesifik yang berasal dari faktor neurologis. “Bahwa disleksia itu adalah kesulitan belajar spesifik karena nanti akan membedakan dengan kesulitan belajar yang lain sifatnya umum, seperti autis, retardasi, intelektual disorder, intelektual disability”, jelas Trubus. Anak dengan gangguan disleksia memiliki masalah yang secara umum terlihat mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, dan mengeja. “Meskipun nanti ada perilaku-perilaku lain yang mencirikan sebagai anak dengan disleksia atau bahkan orang dewasa dengan disleksia”. Menurut Trubus, deteksi dini disleksia sudah dapat dilakukan pada masa pra-sekolah, meskipun biasanya mulai terlihat pada tahun pertama anak sekolah.

Disleksia dikatakan sebagai gangguan spesifik karena acuan diagnosis gangguan disleksia ini adalah DSM-5 dan termasuk sebagai gangguan perkembangan syaraf otak (neurodevelopmental disorder) pada kategori gangguan belajar spesifik. Selanjutnya, ada tiga hal utama yang menjadikan disleksia sebagai gangguan belajar spesifik, yaitu faktor biologis yang konteksnya bisa genetik, kecelakaan, atau benturan. Kemudian, ada faktor kelainan pada tingkat kognitif yang berhubungan dengan kemampuan memahami, penalaran, dan juga logika. Selain itu, disleksia juga berkaitan dengan tanda-tanda perilaku, seperti ketidakmampuan dalam menulis, membaca, maupun mengeja.

Gangguan bersifat perilaku yang terlihat pada anak dengan disleksia antara lain, suka bicara sendiri, anak se-enaknya sendiri, komorbid ADHD atau speech delay, dan lain sebagainya, termasuk sering mengucapkan kata atau kalimat yang terbalik. “Nah ini yang kadang-kadang menimbulkan emosi pada anak karena menganggap orang dewasa di sekitarnya, Ayah, Ibu, saudaranya tidak paham dengan apa yang ditanyakan”, jelas Trubus.

Topik yang diangkat pada acara kali ini cukup diminati oleh masyarakat, terbukti dari pendaftar yang masuk melebihi kapasitas yang telah disediakan. Hal tersebut membuat panitia sampai harus menyediakan link YouTube agar peserta tetap dapat bergabung meskipun tidak mendapatkan link zoom. Penjelasan lengkap terkait disleksia dapat disimak pada kanal YouTube Program Doktor Ilmu Psikologi UGM.

Tags: kdm