Learning Disabilities from Neuropsychological Perspectives

Jumat (3/9) Center for Life-Span Development (CLSD) kembali menyelenggarakan seri International Online Summer Course. Rangkaian summer course dengan tema besar “Disability and Lifespan Development: Indonesia and Global Perspectives” ini sudah memasuki hari yang ke-10. Judul yang diangkat dalam sesi ini adalah “Learning Disabilities from Neuropsychological Perspectives”.

Acara berlangsung mulai pukul 17.00 WIB hingga pukul 19.00 WIB. Acara ini dihadiri oleh 70 peserta dari berbagai negara.

Pemateri acara ini adalah Dr. Supra Wimbarti, M.Sc., Ph.D., Psikolog, dosen Fakultas Psikologi yang juga seorang ahli di bidang neuropsikologi, perkembangan anak, perkembangan mental anak, dan juga kognitif & afektif. Acara yang dimoderatori oleh Ammik Kisriyani, S.Psi., M.A. ini banyak membahas tentang anak dengan kesulitan belajar dari sudut pandang neurosains.

Dalam acara ini dibahas empat poin utama yaitu disleksia dan diskalkula sebagai gangguan belajar, korelasi syaraf dalam learning disorder, perlakuan dan intervensi terhadap learning disorder, dan bagaimana penanganan learning disorder ini di Indonesia.

Disleksia dan diskalkulia adalah dua macam gangguan belajar yang hampir mirip. Dalam pemaparannya Supra menerangkan perbedaan di antara keduanya. Pengidap disleksia biasanya mempunyai kesulitan dalam proses belajar membaca.

“Disleksia adalah sebuah gangguan neurobiologis yang menyebabkan gangguan nyata dalam perkembangan keterampilan membaca dan mengeja dasar,” terang Supra.

Baik Disleksia maupun diskalkulia adalah biasanya diidentifikasi sebagai gangguan perkembangan syaraf. Jika disleksia berhubungan dengan proses membaca, kesulitan belajar mengoperasikan hitung-hitungan dinamakan juga diskalkulia.

“Diskalkulia adalah gangguan belajar spesifik yang mempengaruhi perolehan normal keterampilan aritmatika,” jelas Supra. Lebih lanjut Supra menjelaskan bahwa kesulitan dalam aritmetika akan menyulitkan seseorang untuk dapat belajar matematika dalam tahap yang lebih kompleks karena aritmatika merupakan suatu ketrampilan dasar.

Beberapa orang bisa tetap menjalani hidupnya dengan baik walaupun mengidap disleksia. Bahkan beberapa dari mereka mempunyai kemampuan kepemimpinan yang baik seperti Winston Churchill, George Smith Patton, J.F. Kennedy. Selain itu, mereka juga mempunyai pemikiran out of the box dan jiwa kreatif seperti Deddy Corbuzier dan Ted Turner, dan beberapa menjadi ilmuwan dan penemu seperti Thomas Alva Edison dan Albert Einstein.

Pada presentasinya Supra juga menjelaskan beberapa program intervensi bagi penyandang disleksia. Salah satu yang sudah populer adalah metode Orton Gillingham. Fakultas Psikologi UGM melalui alumni mahasiswa Program Doktor juga sudah berhasil merumuskan alat ukur untuk mendeteksi disleksia yaitu “Tes Deteksi Dini Disleksia” oleh Dr. Satrio Budi Wibowo, S.Psi., M.A. dan “Tes Disleksia Anak Indonesia” oleh Dr. Trubus Raharjo, S.Psi.,M.Si., Psikolog.