Wabah COVID-19 merupakan permasalahan yang dihadapi oleh hampir setiap negara di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Dengan semakin meluasnya wabah ini, kebijakan untuk melakukan membatasi aktivitas di luar rumah pun diterapkan untuk situasi ini. Di Indonesia, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah diterapkan di beberapa provinsi, diantaranya DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Kebijakan tersebut merupakan langkah pemerintah untuk menekan kemungkinan bagi masyarakat melakukan kontak langsung.
Namun, situasi yang dihadapi serta kebijakan ini pun memiliki efek, yakni terbatasnya pergerakan serta interaksi sosial langsung yang dapat menimbulkan tekanan psikologis tersendiri. Adapun diantaranya yakni cabin fever.
Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM melaksanakan kuliah daring dengan tema “Diggin Deeper: Cabin Fever” yang dilaksanakan pada Selasa 12 Mei 2020 pukul 20.30-21.30 melalui tiga WhatsApp Group secara paralel. Peserta yang bergabung pada sesi pun dari tidak terbatas pada mahasiswa namun umum, dengan jumlah sebanyak 750 peserta. Adapun narasumber yang berperan pada sesi ini, Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog dan Wiradatul Anisa, M. Psi., Psikolog. Keduanya merupakan psikolog di CPMH.
Berdasarkan penjelasan pada sesi online, cabin fever sebenarnya bukan merupakan istilah saintifik atau diagnosis klinis. Istilah tersebut berkembang sejak tahun 1800an untuk menggambarkan perasaan saat berada di situasi terisolasi atau terkurung dalam rumah/cabin dalam waktu yang lama.
Adapun kegiatan ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat terkait cabin fever yang mungkin dirasakan banyak orang pada kondisi panedemi ini, supaya dapat mengenali ciri-ciri dan tahu cara untuk mengatasinya.
Selain memberikan penjelasan serta infografis terkait cabin fever, juga diadakan sesi tanya jawab yang dipandu oleh moderator.