Sebagai bentuk edukasi Center for Public Mental Health (CPMH) kepada masyarakat, pada Senin (12/07) mengadakan kuliah online dengan mengangkat topik “Dukungan Psikososial kepada Pasien COVID-19”. Dibersamai oleh Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog dan Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog, harapannya kuliah online kali ini dapat menjadikan masyarakat sebagai agen-agen yang memberikan dukungan sosial bagi orang-orang sekitarnya yang terdampak COVID-19.
Sejak pandemic COVID-19 melanda seluruh dunia, tidak bisa dipungkiri bahwa COVID-19 bukan sekedar masalah kesehatan secara fisik. Akan tetapi, COVID-19 juga berkaitan dengan masalah kesehatan psikis bahkan ekonomi. Ada beberapa hal yang terdeteksi sebagai masalah kesehatan mental yang umumnya dialami oleh pasien COVID-19, seperti gangguan tidur, mental distress, kecemasan tinggi, gangguan penyesuaian, depresi, somatisasi, dan PTSD. Hal-hal tersebut adalah bentuk reaksi yang normal di situasi yang tidak normal. Tidak semua orang pasti mengalami hal-hal tersebut, namun semua orang berpotensi untuk mengalaminya.
Oleh karena itu, dibutuhkan bantuan atau dukungan psikososial dari pihak lain, seperti anggota keluarga, teman, kerabat, bahkan instansi terkait untuk mengurangi potensi pasien COVID-19 mengalami masalah kesehatan mental. Dukungan psikososial berdasarkan keterangan pihak Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan RI merujuk pada dukungan apapun yang bertujuan untuk melindungi atau meningkatkan kesejahteraan psikologis dan/atau mencegah serta menangani kondisi kesehatan jiwa dan psikososial.
“Ketika ada yang mengeluh (tentang COVID-19), maka cukup didengarkan segala kecemasannya. Didengarkan saja, diterima”, jelas Nurul. Sebenarnya, tidak hanya pasien COVID-19 yang membutuhkan dukungan psikososial, tetapi individu yang sudah sembuh dari COVID-19, tenaga kesehatan, serta keluarga dan kerabat dekat juga membutuhkan dukungan psikososial. Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai bentuk dukungan psikososial antara lain, memenuhi kebutuhan dasar, mengurangi tekanan emosisonal, berbagi informasi positif, meningkatkan dan mempertahankan hubungan positif, mengurangi stigma, dan meningkatkan resiliensi.
“Ketika berhadapan dengan seseorang yang membutuhkan (dukungan psikososial), tugas kita (sebagai pemberi dukungan) bukan segera mengubah apa yang mereka pikirkan tentang apa yang terjadi”, tegas Wirdatul. Cukup berpedoman pada tiga hal penting, yaitu lihat, dengarkan, dan hubungkan. Lihat dan amati, kira-kira orang yang bersangkutan membutuhkan bantuan dukungan psikososial dalam bentuk apa. Kemudian, dengarkan ketika orang tersebut mulai berbicara tentang apa yang sedang dialami dan rasakan. Apabila merasa tidak sanggup dan belum mampu untuk memberikan dukungan psikososial, maka dapat memberikan dukungan psikososial dalam bentuk menghubungkan orang yang bersangkutan kepada pihak-pihak profesional, seperti psikolog.