Determinasi Diri dan Suara Anak dalam Penelitian Photovoice

Jumat (17/9) Center for Lifespan Development (CLSD) UGM  kembali menyelenggarakan rangkaian International Online Summer Course on Disability and Lifespan Development: Indonesian and Global Perspectives. Pada pertemuan ke-12 ini tema yang diangkat adalah Self Determination and Agency in Children and Youth Voices. Acara yang dilaksanakan secara daring dan free entry ini dihadiri oleh 100 orang peserta dari dalam dan luar negeri.

Pemateri pada acara ini adalah Elga Andriana, S.Psi, M.Ed, Ph.D., dosen Fakultas Psikologi UGM sekaligus Kepala CLSD yang mempunyai keahlian di bidang Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Dalam presentasinya, alumnus University of Sydney, NSW, Australia ini membagikan pengalamannya yang didapatnya dalam menjalani beberapa riset. Dipandu oleh moderator Wuri Handayani, SE., Ak., M.Si., M.A., Ph.D., peneliti sekaligus dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, selama dua jam Elga menjelaskan tentang determinasi diri pada anak saat mereka dilibatkan dalam penelitian tentang suara anak dan tentang metode penelitian photovoice.

Menurut Elga Melibatkan suara anak adalah satu upaya untuk menghapus kesenjangan yang seringkali terjadi di lingkungan sekolah. Dalam pelaksanaannya memerlukan upaya dan langkah besar untuk menyingkirkan ketidakseimbangan kuasa.

“Apa yang saya maksudkan adalah aksi nyata dan dialog di mana seseorang harus komitmen untuk mendengarkan, menghormati, membuka pikiran, dan menantang keyakinan, bias, atau prasangka yang sudah ada,” terang Elga.

Dalam presentasinya tentang determinasi anak, Elga mengambil indikasinya dari tiga proyek penelitian yang telah dilaksanakannya. Proyek pertama adalah pada saat menyelesaikan program doktornya, yaitu saat meneliti suara anak perihal inklusi. Dalam penelitiannya ini Elga mengenalkan metode penelitian visual menggunakan media foto dan gambar.

Pada proyek kedua adalah penelitian yang didanai oleh The American Institute for Indonesian Studies yaitu Menyuarakan Suara Anak melalui Pengabdian Masyarakat yang Berbasis Seni: Mewujudkan Pendidikan Inklusif di Indonesia (Amplifying Children’s Voices Within Arts-Based Service-Learning: Emerging Inclusive Education Practice in Indonesia). Pada penelitian yang juga menggunakan metode photovoice ini, Elga ingin memahami dan memberitahukan sudut pandang anak-anak mengenai gagasan mereka tentang tentang inklusi, kolaborasi, komunitas, dan lingkungan sosial.

Selanjutnya pada proyek ketiga adalah ketika diadakan dua webinar yang diselenggarakan ECCD-RD yang didukung oleh Tanoto Foundation yaitu “Mendengar Suara Anak: Pandemi Covid-19 dari Kacamata Anak” dan “Apa yang Mau Kamu Sampaikan Tentang Hak Anak?” Pada dua acara webinar itu Elga mencatat seluruh proses acara dan menganalisis komentar dan cerita anak-anak dalam acara tersebut.

Dari pengamatan tiga proyek tersebut Elga mengamati ada determinasi diri pada anak yang berpartisipasi dalam acara tersebut. Hal itu dapat diindikasi dari munculnya perasaan saling terkait dengan lingkungan sekitar, kompeten dan otonom. Tentunya hal itu akan menghasilkan dampak yang positif bagi perkembangan anak.

Pada sesi kedua Elga banyak menerangkan tentang metode penelitian pada suara anak yang tergolong baru yaitu photovoice. Hal ini sangat menarik karena masih jarang dilakukkan di Indonesia. Penelitian ini juga memungkinkan keterlibatan aktif anak dalam penelitian.

“Dalam penelitian suara anak, suara anak adalah fokus riset yang dikelilingi berbagai domain yang saling terhubung. Kerangka teoritis dan metodologi riset mendukung partisipasi anak dan juga tema-tema penelitian yang diangkat,” terang Elga.

Kelas summer course CLSD di edisi ke-12 ini sangat spesial. Elga juga mengajak tiga anak yang terlibat aktif dalam penelitiannya terdahulu yaitu Keanu Arya (SMKN 5 Yogyakarta), Raditya Setadewa (Tumbuh High School), dan Ezra Prabu (Institut Seni Indonesia). Mereka juga diberikan kesempatan untuk ikut mempresentasikan pengalaman mereka mengikuti penelitian photovoice sekaligus menceritakan kegiatannya masing-masing.