Daripada Pulang, Mahasiswa-Mahasiswi Psikologi UGM Lebih Memilih Layani Pengungsi

Orangtua mana yang tidak khawatir bila buah hatinya yang sedang menuntut ilmu di kota lain berada dalam suasana genting akibat bencana alam. Tidak heran bila pasca letusan dahsyat Merapi pada Jumat, 5 November lalu terjadi eksodus tak hanya dari barak pengungisan yang berada dalam radius 20 km dari puncak Merapi menuju tempat yang lebih aman, tetapi juga dari dalam wilayah DIY menuju kota-kota sekitarnya yang lebih aman. Tak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar para “pengungsi” tersebut adalah mahasiswa. Keputusan Rektor beberapa perguruan tinggi yang meliburkan kegiatan kuliah disebabkan karena aktivitas Merapi memperlancar usaha penyelamatan diri tersebut.

Tak seperti kebanyakan mahasiswa lainnya, mahasiswa-mahasiswi Psikologi UGM termasuk mahasiswa asing dari Portugal lebih memilih untuk tetap berada di Yogyakarta dan mendedikasikan dirinya menjadi relawan. Dalam benak mereka, ilmu yang dipraktekkan demi kemanusiaan akan lebih besar manfaatnya daripada hanya dipelajari secara teoritis saja. Apalagi kondisi bencana Merapi ini tidak menentu. Masa pengungsian tidak bisa dipastikan, semuanya tergantung oleh kondisi Merapi itu sendiri. Keadaan-keadaan seperti itu menjadikan pendampingan psikologis merupakan hal yang sangat-sangat dibutuhkan. Sri Sultan HB X didampingi GKR Hemas yang berkesempatan memberikan pelatihan bagi relawan mahasiswa Psikologi UGM juga menekankan hal tersebut.