Peserta disambut dengan lilin yang berjajar di kanan dan kiri sepanjang jalan menuju joglo Dusun Mbalong. Warga menyediakan sejumlah 100 sepeda onthel untuk mengantar para peserta menuju tempat njunggringan (pertemuan). “Bapak-ibu yang berkenan ngepit sendiri dipersilahkan, yang tidak bisa kami boncengkan,” kata Ananto, setelah memberi sambutan kepada peserta SJKS di jalan masuk kampung. Begitu gembira para peserta mengambil sepeda masing-masing menuju lokasi acara.
Sepanjang jalan, sentir berjajar menjadi penunjuk jalan bagi peserta. Dipehentia pertama, peserta SKJS disugui gejok lesung yang dimainkan ibu-ibu kampung, lengkap dengan pakaian khas jawa, dan tudung taninya. Tanpa diarahkan peserta yang sebagian besar adalah dosen-dosen psikologi, dan polisi dari berbagai propinsi di Indonesia mengabadikan pertunjukkan gejok lesung, tepat di depan cakruk (red, pos kamling). Sambil berjalan menuju lokasi acara, di kanan jalan peserta disambut dengan shalawat kedatangan.
Di lokasi yang sudah disediakan kursi, peserta disuguhi gending-gending jawa yang dimainkan oleh karawitan komunitas pelajar kawruh jiwa suryomentaran Dusun Mbalong. Tampak puluhan warga, tua-muda, laki-laki dan perempuan tumplek blek di pelataran pendopo dusun.
“Saya sampaikan selamat datang kepada bapak-ibu peserta Sekolah Kawruh Jiwa Suryomentaram angkatan pertama. Selamat datang, di dusun kami. Sekaligus kami ingin mendeklarasikan dusun kami sebagai dusun mulur-mungkret, sesuai dengan wejanganipun Ki Ageng Suryomentaram,” kata Pak Gono mewakili warga.
Setelah sambutan dari warga mbalong, Prof. Koentjoro, ketua panitia sekolah kawruh jiwa suryomentaram giliran memberikan sambutan. “Terimakasih dumateng warga, sampun ditampi. Dan membuat kami terkejut, karena kami tidak mengira akan mendapat sambutan seperti ini. Kami datang ke sini untuk ngangsu kawruh kepada bapak-ibu sekalian, karena bapak-ibu sekalian adalah kakak tingkat kami. Meskipun sebagian besar peserta adalah doktor-doktor, tapi meraka adalah adik kelas panjenengan. Kami baru belajar kawruh jiwa suryomentaram, dalam tiga hari ini,” kata Prof. Koentjoro, dosen Fakultas Psikologi.
“Program ini kami maksudkan agar kita bisa berdaulat atas ilmu pengetahuan bangsa kita sendiri. Sebab selama kita merdeka, kita selalu mengkonsumsi ilmu pengetahuan yang berasal dari dunia barat,” lanjutnya. Lebih lanjut menurutnya, sekolah ini ingin mengangkat kawruh jiwa suryomentaram sebagai ilmu pengetahuan yang berbasis pemikiran nusantara. Disela-sela sambutan iringan gamelan dimainkan. Sementara diluar, anak-anak kecil bermain permainan-permainan tradisional.
Peserta yang didapuk untuk memberikan sambutan kunjungan mengatakan bahwa pengalaman tiga hari mengikuti sekolah membuat peserta terbuka tentang bagaimana memahami diri sendiri. “Dulu saya pernah minta ayah agar saya disekolahkan di Amerika. Tetapi ayah saya berkata, tidak boleh. Kamu harus sekolah di dalam negeri agar kamu mengetahui alam pikiran bangsamu,” kata Dr. Nani Nurahman, putri pahlawan besar Jendral Sutoyo. “Saya menemukan diri saya di sini. Kawruh jiwa suryomentaram memberikan kita pemahaman tentang bagaimana hidup di bangsa sendiri, dan menemukan diri sendiri,” lanjutnya.
Dalam acara kunjungan, warga dusun mulur mungkret akan membuat prasasti untuk semua yang terlibat dalam Sekolah Kawruh Jiwa Suryomentaram angkatan pertama. “Nama bapak-ibu sekalian Sekolah Kawruh Jiwa Suryomentaram, akan kami buatkan prasasti di batu marmer yang sudah kami kumpulkan dan akan kami letakkan di dusun kami. Semoga angkatan pertama ini mampu merangsang untuk adanya sekolah-sekolah lanjutan,” tuturnya.
Kunjungan diakhiri dengan penandatanganan prasasti oleh Prof. Koentjoro dari Fakultas Psikologi UGM dan Ir. Prasetyo Admosutidjo dari Komunitas Pelajar Kawruh Jiwa Suryomentaram Jogja. [ryan]