Kamis (17/3) Center for Life-span Development (CLSD) Fakultas Psikologi menyelenggarakan acara webinar Internasional dengan topik “Hearing Care Across the Lifespan and Education: Malaysia and Indonesia Perspectives. Acara webinar kali ini diselenggarakan oleh 3 Universitas ternama, yaitu Universitas Gadjah Mada, Universiti Pendidikan Sultan Idris, dan Universiti Sains Malaysia.
Sebelum masuk pada materi, acara terlebih dahulu dibuka oleh perwakilan dari 3 universitas. Pertama, hadir Dr. Wenty Marina Minza, M.A selaku Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerja Sama. Kemudian, hadir pula Dr. Abdul Talib Mohamed Hashim selaku rekan profesor dari Universiti Pendidikan Sultan Idris dan yang terakhir hadir Dr. Faisal Rafiq Mahamd Adikan, FASc selaku rekan profesor dari Universiti Sains Malaysia.
Acara webinar kali ini dibagi menjadi 2 sesi, dengan sesi kedua dibagi menjadi dua ruang meeting secara bersamaan. Ruang 1 merupakan ruang yang mengangkat topik “Hearing” dengan tiga narasumber, yaitu Dr. Wan Najibah Wan Mohamad, Mdm. Aw Cheu Lih, dan Dr. Mohd Fadzil Nor Rashid. Sementara untuk ruang 2, mengangkat topik “Education & Psychology” dengan tiga narasumber, yaitu Dr. Elga Andriana, Professor Dr. David Evans, dan Dr. Syamsinar Abd Jabar.
Pada sesi pertama, diisi oleh 3 keynote speaker yang disampaikan oleh masing-masing perwakilan universitas. Pertama, hadir Prof. Dr. Mohd Normani Zakaria dari Universiti Sains Malaysia. Normani menyampaikan topik “Technological Advancements in Hearing Healthcare”. “Seberapa sering gangguan pendengaran terjadi? Hal ini sebenarnya sangat umum di kalangan bayi. Kami memperkirakan bahwa sekitar 1 hingga 6 per 1.000 bayi lahir dengan gangguan pendengaran”, ungkap Normani. Tak hanya bayi, hearing loss juga berpotensi terjadi pada usia berapa pun, seperti anak-anak, remaja, dewasa, dan lansia.
Keynote speaker kedua, hadir dari Universitas Gadjah Mada, yaitu Dr. Dyah Ayu Kartika Dewanti, MSc,Sp.THTKL(K). Dyah menyampaikan materi dengan topik “Multidisciplinary Health System for Better Hearing in Indonesia. “Secara epidemiology, lebih dari 1,5 miliar orang mengalami gangguan pendengaran dan diperkirakan 430 juta orang memiliki gangguan pendengaran dengan tingkat sedang sampai tinggi”, jelas Dyah. Selain berdampak pada kesehatan fisik, gangguan pendengaran juga berdampak pada komunikasi, perkembangan bahasa dan bicara pada anak, kognisi, pendidikan, pekerjaan, kesehatan mental, dan hubungan interpersonal.
Terakhir, keynote speaker ketiga adalah Prof. Dr. Abdul Rahim Razalli selaku Direktur Akademik dari Universiti Pendidikan Sultan Idris. “Hari ini saya ingin memperesentasikan Bilingual/Bicultural for Deaf Education”, jelas Abdul. Selain itu, Abdul juga mempresentasikan klasifikasi gangguan pendengaran, yang terdiri dari gangguan pendengaran konduktif, gangguan pendengaran sensorineural, gangguan pendengaran campuran, dan gangguan pendengaran pusat.
Kemudian pada sesi kedua dibagi menjadi dua ruangan. Ruang 1 mengangkat topik “Hearing” dengan pembicara pertama Dr. Wan Najibah Wan Mohamad dari Universiti Sains Malaysia yang menyampaikan tentang “Fixing Lecture Communication: In Hearing Perspective”. “Pada tahun 2050, diperkirakan satu dari empat orang akan mengalami gangguan pendengaran”, ungkap Wan. Selanjutnya, Wan juga menjelaskan tanda-tanda gangguan pendengaran, seperti sering meminta pasangan untuk mengulang, kesulitan memahami kata terutama di lingkungan yang bising, mendengarkan musik dan menonton tv dengan volume lebih tinggi, kesulitan mendengar di telepon serta menghindari aktivitas sosial.
Setelah itu, penyampaian materi dilanjutkan oleh Mdm. Aw Cheu Lih dari Universiti Sains Malaysia dengan topik “An Overview of Inclusive Education for Hearing Impairment in Malaysia”. Menurut UNICEF, pendidikan inklusif artinya semua anak belajar bersama di sekolah yang sama. “Ini berarti memastikan bahwa pengajaran dan kurikulum, gedung sekolah, ruang kelas, area bermain, transportasi, dan toilet sesuai untuk semua anak di semua tingkatan”, jelas Lih.
Terakhir, pada ruang 1 materi disampaikan oleh Dr. Mohd Fadzil Nor Rashid dengan topik “Teleaudiology Approach in Malaysia: Lesson Learned”. “Artinya, apapun yang dilakukan untuk penilaian dan pengukuran pendengaran, termasuk konsultasi sudah mempertimbangkan pendekatan teleologi”, jelas Fadzil. Ada tiga jenis pendekatan teleologi yang dapat digunakan, yaitu sinkron, asinkron, dan hybrid.
Sementara pada ruang 2, topik yang diangkat adalah “Education & Psychology”. Pertama, materi disampaikan oleh Dr. Elga Andriana dari Universitas Gadjah Mada dengan judul “Hearing Loss and its Psychological Impact Across Lifespan: Two Worlds Narratives”. “Hari ini saya akan membagikan beberapa foto dari siswa tunarungu dan cerita mereka”. Melalui materi yang disampaikan, Elga menjelaskan bahwa siswa tunarungu mengadapi masalah dalam menemukan orang yang dapat diajak berkomunikasi. Oleh karena itu, studi menunjukkan bahwa banyak siswa yang tuli beresiko kesepian.
Kemudian, materi selanjutnya disampaikan oleh Professor Dr. David Evans dari Universiti Pendidikan Sultan Idris (The University of Sydney) dengan judul “Inclusive Education for Children with Hearing Impairment”. “Di Sydney, kami memiliki Royal Institute untuk tunanetra dan tunarungu, mereka memberikan layanan yang luar biasa untuk sekolah dan pendidik”, ungkap David.
Sebagai penutup pada ruang 2, hadir Dr. Syamsinar dari Universiti Pendidikan Sultan Idris yang menyampaikan materi tentang “Technology and Deaf Learners”. “Saya akan berbagi tentang teknologi dan proses pembelajaran tunarungu di Malaysia. Kami memiliki empat tingkat sistem pendidikan”, jelas Syamsinar.
Adanya acara ini bertujuan untuk menghasilkan dan membantu perkembangan ilmu pengetahuan melalui pengajaran, penelitian, publikasi, konsultasi, dan pengabdian kepada masyarakat untuk mencapai visi bangsa.