Pos oleh :

dzikriaafifah96

Kuliah Online: Post-traumatic Growth

Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi kembali mengadakan Kuliah Online pada Jumat (4/6). Topik yang diangkat pada acara Kuliah Online kali ini mengenai Post-traumatic Growth yang dibahas oleh Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog dan Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog. Acara ini diawali dengan sedikit pengantar dari moderator yang menjelaskan apa itu trauma, “Dalam dunia medis, trauma merujuk pada cidera yang terjadi pada tubuh seseorang akibat adanya benturan, pukulan, dan lain sebagainya yang terlihat dari lebam atau kebiruan yang muncul”, jelas moderator. Trauma dalam isitilah psikologi dan medis sebenarnya tidak jauh berbeda, sama-sama memiliki penyebab dan symptom-simptom yang dirasakan.

Hal menarik selanjutnya adalah ketika orang-orang yang mengalami trauma berhasil bertahan bahkan menjadi pribadi yang lebih baik dibandingkan sebelum mengalami kejadian trauma. Kondisi itulah yang berkaitan dengan post-traumatic growth (PTG), “sebenarnya PTG ini istilah lama, tetapi mungkin belum familiar atau kurang popular di kalangan masyarakat”, ungkap Nurul.

Post-traumatic growth merupakan sebuah perubahan atau transformasi positif yang dialami oleh seseorang setelah berjuang menghadapi trauma. Ditandai dengan kualitas diri atau kondisi yang lebih jauh dibandingkan sebelum mengalami trauma. Sayangnya, kondisi PTG hanya bisa dialami oleh orang-orang yang telah selesai dalam berjuang menghadapi trauma. Meskipun begitu, bukan berarti orang yang tidak mengalami trauma tidak bisa mendapatkan nilai-nilai yang dicapai oleh orang-orang yang mengalami trauma, “Bisa jadi (nilai-nilainhya) sudah dimiliki orang yang tidak mengalami trauma. Artinya, dia tidak mengalami trauma karena sudah paham level yang akhirnya dicapai oleh orang yang mengalami PTG”, jelas Nurul.

Wirdatul pun menambahkan, bahwa ketika seseorang berkeinginan untuk belajar dari trauma, maka seseorang tersebut justru bisa melejit lebih baik dari diri sendiri sebelum trauma. Sehingga membandingkan kondisi seseorang setelah trauma tidak dengan orang lain, tetapi dengan diri sendiri ketika sebelum mengalami trauma. Selain itu, transformasi yang dialami oleh seseorang setelah trauma dapat berbeda-beda dan salah satunya dipengaruhi oleh jenis trauma yang dialami.

Terdapat lima domain yang berkaitan dengan post-traumatic growth, yaitu kekuatan personal, hubungan yang lebih baik dengan orang lain, apresiasi akan hidup, kemungkinan yang baru, dan/ perubahan spiritual dan pemahaman baru tentang makna dan tujuan hidup. Kelima domain tersebut tidak harus semuanya dicapai oleh seseorang, cukup satu domain saja maka orang tersebut sudah termasuk mengalami PTG. Hal tersebut dikarenakan PTG memang bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Tidak semua orang bisa mencapainya karena tidak semua orang memiliki kemampuan apresiasi yang baik, “Kita sangat terbiasa untuk menganggap biasa hal-hal yang biasa terjadi pada kita”, ungkap Nurul.

Orang-orang yang mengalami PTG pasti mengalami peningkatan diri sekecil apapun itu. Selain itu, orang-orang yang mengalami PTG pada akhirnya memiliki pandangan yang lebih lebar, ruang toleransi yang lebih luas, ambang stres yang dimiliki naik, serta memiliki kemampuan apresiasi yang meningkat. Selain itu, ketika seseorang mengalami PTG, maka orang tersebut lebih bisa mengenali kerentanan diri sendiri, lebih berani meminta bantuan, menyadari, serta mengenali kapasitas diri.

Dalam menyampaikan materinya, Wirdatul menjelaskan bahwa bukan berarti orang yang berhasil bertumbuh dan mencapai post-traumatic growth, berarti lupa sepenuhnya dengan traumanya. Akan tetapi, meskipun masih ingat dan masih ada ketidaknyamanan yang dirasakan, orang tersebut menyadari bahwa ada hal-hal yang berkembang dalam dirinya.

Integritas Akademik Dosen Indonesia: Fakta, Pengukuran, dan Upaya Optimalisasi

Promovendus Club Program Doktor Ilmu Psikologi UGM kembali menyelenggarakan acara Kolokium yang rutin tiap dua pekan sekali pada Jumat (4/6). Kegiatan kolokium kali ini mengangkat topik “Integritas Akademik Dosen Indonesia: Fakta, Pengukuran, dan Upaya Optimalisasi” yang disampaikan oleh Dr. Prasetyo Budi Widodo, S.Psi., M.Si. Prasetyo merupakan alumni Program Doktor Ilmu Psikologi UGM yang merupakan dosen di Universitas Diponegoro.

Integritas adalah salah satu permasalahan yang dialami pejabat di Indonesia. Secara umum integritas dapat dipahami melalui dua pengertian. Pertama kesetiaan untuk memahami dan melakukan nilai-nilai baik sesuai prinsip moral yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Kedua, integritas adalah karakter individu yang utuh untuk melaksanakan prinsip-prinsip moral.

Berangkat dari permasalahan integritas yang juga pada akhirnya membuat Prasetyo memutuskan untuk mengadakan penelitian tentang topik tersebut. Melibatkan 823 subjek yang merupakan dosen di Indonesia, Prasetyo melakukan penelitian tentang integritas akademik. “Pada tahun 2015, 2016 itu mencari artikel tentang integritas akademik itu sangat susah. Nah, yang mengherankan itu sekitar tahun 2017 akhir tiba-tiba artikel tentang integritas akademik itu luar biasa banyak. Saya sampai bingung kenapa kok tiba-tiba jadi banyak”, ujar Prasetyo.

Dahulu integritas banyak diteliti pada bidang industri dan organisasi, terutama penelitian integritas yang melibatkan karyawan sebagai subjek. Selain itu, penyusunan alat ukur integritas pada bidang industry dan organisasi awalnya ditujukan untuk menggantikan tes deteksi kebohongan. Selain di bidang industri dan organisasi, penelitian integrasi juga dilakukan pada bidang pendidikan, yaitu penelitian integritas akademik. Penelitian integritas akademik yang dilakukan berkaitan dengan angka-angka kejadian praktik kecurangan, khususnya menyontek yang dilakukan oleh siswa/mahasiswa.

Ada 4 kata kunci yang dapat digunakan untuk mencari literatur tentang integritas akademik yang terdiri dari academic integrity, educational integrity, academic honesty, dan academic dishonesty. Kata honesty digunakan karena muatan utamanya adalah kejujuran, meskipun pada perjalanannya, integritas akan mendapatkan tambahan-tambahan nilai-nilai lain. Oleh karena itu, integritas akademik juga dapat dimaknai sebagai sebuah komitmen individu untuk mewujudkan nilai-nilai kejujuran, kepercayaan, keadilan, penghormatan, dan tanggung jawab. Makna tersebut dipelopori International Center for Academic Integrity (ICAI) yang merupakan asosiasi perguruan tinggi di Amerika yang fokus pada integritas akademik.

Awalnya ICAI mendefinisikan integritas akademik dengan lima nilai, namun pada tahun 2013 ICAI menambahkan satu nilai yaitu, keberanian. Nilai keberanian menurut ICAI adalah nilai yang dapat melaksanakan kelima nilai lainnya. Tanpa keberanian, individu tidak bisa mewujudkan nilai-nilai lain yang terkandung pada makna integritas akademik.

Selanjutnya, dalam materi kolokium kali ini, Prasetyo juga menyampaikan bahwa integritas akademik adalah ciri dari manusia pembelajar. Selain sebagai hal penting bagi terlaksana atau tidaknya misi perguruan tinggi, serta berkaitan dengan reputasi sebuah perguruan tinggi. Menurut Prasetyo, penegakan integrasi akademik dapat dilakukan melalui deteksi dengan menjadikan pengukuran sebagai bentuk upaya apakah ada potensi kurangnya integritas akademik pada dosen. Oleh karena itu, diperlukan alat ukur yang reliabilitas dan validitasnya tinggi. Selain itu, penegakan integritas akademik dapat dilakukan melalui penerapan aturan dan sosialisasi yang bisa disampaikan melalui perkuliahan atau pun pemasangan spanduk.

KDM Promovendus Club: Dinamika Proses Kognitif pada Pemecahan Soal Cerita Matematika

Pada Jumat (28/5) Promovendus Club Program Doktor Ilmu Psikologi UGM kembali menyelenggarakan acara dengan topik “Dinamika Proses Kognitif pada Pemecahan Soal Cerita Matematika”. Topik tersebut disampaikan oleh Dr. Nani Restati Siregar, S.Psi., M.Si yang merupakan seorang dosen di Universitas Halu Oleo, sekaligus alumni Program Doktor Ilmu Psikologi UGM. Acara ini merupakan bagian dari kolokium yang dilaksanakan rutin tiap dua pekan sekali oleh Promovendus Club secara daring.

Melalui materi yang disampaikan, Nani menjelaskan bahwa pemecahan soal cerita matematika bukan hanya sekedar mengerjakan tugas atau ujian. Akan tetapi, pemecahan soal matematika juga berkaitan dengan empat kompetensi yang dimiliki oleh siswa. Menurut Programme of International Student Assessment (PISA), pemecahan soal cerita matematika berkaitan dengan empat kompetensi, yaitu personal, sosial, okupasional, dan saintifik. Oleh karena itu, belajar matematika terutama terkait pemecahan soal cerita adalah suatu hal yang penting.

Jika diuraikan lebih rinci empat kompetensi tersebut memiliki efek masing-masing pada siswa. Pertama kompetensi personal berkaitan dengan bagaimana pemecahan soal cerita matematika melatih siswa untuk memecahkan masalah personal. Kedua, narasi soal cerita matematika menggunakan persoalan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut erat kaitannya dengan kompetensi sosial. Kemudian, soal cerita matematika memiliki efek pada pengembangan teknologi dan informatika. Hal itu masuk ke dalam kompetensi okupasional. Terakhir, kompetensi saintifik berkaitan dengan melatih siswa untuk tidak hanya sekedar memecahkan masalah, tetapi juga mengumpulkan data yang membantu ketika melakukan kajian ilmiah.

Selain berkaitan dengan kompetensi, soal cerita matematika juga melibatkan beberapa proses kognitif, yaitu working memory, inhibitory control, dan shifting. Working memory adalah proses menandai/mengabaikan informasi tidak penting. Sementara inhibitory control berkaitan dengan cara memecahkan soal cerita. Siswa cenderung secara spontan menggunakan strategi pemecahan masalah yang sebelumnya tanpa saringan ketika menemukan soal cerita yang mirip atau pernah ditemui sebelumnya. Terakhir, proses kognitif yang berkaitan dengan kecepatan siswa memahami kata dan angka disebut shifting.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nani, siswa dengan kapasitas working memory dan shifting tinggi menganggap soal cerita matematika adalah sesuatu yang “biasa”. Sementara siswa dengan working memory yang rendah dan hanya didukung oleh inhibitory control, menganggap soal cerita matematika adalah soal yang sulit.

Pelepasan Wisudawan/Wisudawati Program Studi S1 Psikologi Periode III Tahun Akademik 2020/2021

Kamis (27/05), Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan kegiatan Pelepasan Wisudawan/Wisudawati Program Studi S1 Psikologi Periode III Tahun Akademik 2020/2021 yang terdiri dari 65 orang. Pada periode ini diikuti 53 orang dari kelas Reguler dan 12 orang dari Kelas Internasional/International Undergraduate Program (IUP).

Pada Program studi  S1 reguler, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi diraih oleh Yesica Grahita Rumanti Mahambara dengan IPK 3.90 sekaligus meraih predikat cumlaude. Selain Yesica, ada 37 mahasiswa lainnya yang juga turut meraih predikat cumlaude. Sementara untuk masa studi tercepat diraih oleh Eunike Sekar Windiyananingsih, yaitu 3 tahun 5 bulan 14 hari.

Untuk kelas internasional/Internasional Undergraduate Program (IUP), Indeks Prestasi Akademik tertinggi diraih oleh Anak Agung Ayu Apsari Darmesti, yaitu 3.93 sekaligus meraih predikat cumlaude. Selain itu, masa studi tercepat diselesaikan selama 3 tahun 6 bulan 1 hari oleh Ajeng Prameswari Jasmine Viranty. Pada acara pelepasan wisuda periode kali ini, sambutan dari wisudawan/wisudawati diwakilkan oleh Anak Agung Ayu Apsari Darmesti. “Kelulusan kita pada hari ini memiliki 2 makna yang berbeda, yaitu sebagai tanda berakhirnya perjuangan kita selama kuliah sekaligus menjadi awal dari sesuatu yang baru”, ungkap Anak dalam sambutannya.

Fakultas Psikologi UGM juga memberikan penghargaan kepada mahasiswa yang berprestasi, baik dalam aktivitas akademik maupun aktivitas kemahasiswaan. Terdapat 47 mahasiswa yang berprestasi dalam aktivitas akademik dengan predikat cumlaude yang diraih, serta 20 mahasiswa yang berprestasi dalam aktivitas kemahasiswaan, yaitu Aarin Sharon Latumahina, Adhi Satrio Anggoro Kusumo, Ajeng Prameswari Jasmine Viranty, Andreas Nugahita, Dwi Nurarifah, Eunike Sekar Widyananingsih, Hanindito Arief Buwono, Iffat Nabila, Marsya Pracasri, Muhammad Zaki Afif Zainurrahman, Ni Luh Vidary Wiakta Putri, Nina Febrywati, Raniar Imania Putri, Ratih Tyaswari, Renesa Balqis Safarosa Riyadi, Riska Krisnovita Harsanti, Riza Fatihah Azzahra, Rosy Puspita Parapat, Yesica Grahita Rumanti Mahambara, dan Zidnilma Fahmalia Hazrati.

Dalam acara ini, perwakilan orangtua wisudawan, Dr. Basukiyanto, M.Si (orang tua Yesica Grahita Rumanti Mahambara) menyampaikan kepada para wisudawan/wati bahwa menyandang gelar sarjana adalah bentuk kepercayaan fakultas yang diberikan kepada wisudawan/wisudawati dan tidak semua orang berkesempatan untuk mendapatkan hal tersebut. Oleh karena itu, jangan mencemarkan nama baik alumni dan almamater serta lakukan sinergi dalam berkarya demi kepentingan anak bangsa. Sambutan juga disampaikan oleh Prabaswara Dewi, S.Psi., Psikolog., selaku Ketua Keluarga Alumni Psikologi Gadjah Mada (KAPSIGAMA), yang berpesan bahwa jangan menyerah karena pelepasan wisuda ini adalah momen dimana wisudawan/wisudawati mulai memasuki pelatihan yang sesungguhnya.

 Dekan Fakultas Psikologi UGM, Prof. Dr. Faturochman, M.A., juga menyampaikan harapannya dalam sambutannya agar wisudawan/wisudawati selalu sehat, dapat melanjutkan karier atau studi yang lebih tinggi, serta sukses yang semua itu merupakan kebanggaan juga bagi fakultas.

Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikologi Perkembangan

Bersama dengan Kelompok Bidang Keahlian Psikologi Perkembangan, Program Doktor Ilmu Psikologi mengadakan acara kursus intensif “Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikologi Perkembangan” yang berlangsung selama 3 hari (28-30/4). Diawali keynote speech dari Dr. Maria Goretti Adiyanti dengan topik “Memahami Life Span Development dan Signifikansi Penelitian Perkembangan dalam Beragam Konteks” pada hari pertama dan diakhiri oleh Pradyta Putri Pertiwi, Ph.D & Aaron Opdyke, Ph.D., CPEng., P.E., NER sebagai pembicara dengan topik “Inclusion and Role of People with Dissabilities and Older Person in Disaster and Humanitarian Response”. Melalui topik tersebut, Aaron mejelaskan tentang bagaimana kebutuhan fisik dan psikososial bersinggungan, apa dampak psikologisnya, bagaimana jika ada peran yang dimainkan oleh lingkungan binaan, serta bagaimana memahami hubungan kebutuhan fisik dan psikososial dalam mengurangi risiko bencana.

Melalui keynote speechnya, Maria menjelaskan bahwa menggunakan perspektif lifespan berkaitan dengan bagaimana kita memandang tentang pertumbuhan, perkembangan, perubahan, dan ketetapan sepanjang hidup manusia. “Untuk S3, kalau ditanya pertimbangan utamanya apa, saya lebih menekankan pada penelitian-penelitian dasar. Pengembangan penelitian dasar yang bertujuan untuk meningkatkan, memperluas basis pengetahuan, dan mencapai pemahaman yang lebih baik dan lebih rinci tentang satu fenomena perkembangan”, ungkap Maria.

Kemudian hari pertama dilanjutkan dengan sesi kedua pada pukul 10.00 WIB dengan pembicara Hanifah Nurul Fatimah, S.Psi., M.Sc. Hanifah menyampaikan tentang “Neutral Substrate of the Semantic Fluency and Overall Cognitive Development in Preschool Children” yang menjadi penelitian tesisnya dulu. “Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar yang sebenarnya itu tujuan jangka panjangnya untuk meneliti tentang well being atau kesejahteraan psikologis pada anak usia dini, yaitu baik dari aspek emosional maupun aspek kognitif”, terang Hanifah.

Selanjutnya acara kursus intensif membahas topik “Self-Determination of Children and Adolescents in Youth-Led Research” dengan pembicara Elga Andriana, Ph. D & Michelle L. Bonati, Ph.D dari State University of New York at Plattsburgh. Melalui topik tersebut, Bonati menjelaskan elemen-elemen dari Self-Determination yang terdiri dari Self-Awareness, Self-Knowledge, choice making, goal setting, problem solving, decision making, Self-Regulation & Self-Management, Self-Advocacy, dan Leadership. Sementara untuk sesi kedua yang dimulai pada pukul 13.00 diisi oleh Sutarimah Ampuni, Ph.D (Cand) dengan topik “Perilaku Prososial Anak dan Remaja”.

Pada hari ketiga sebagai hari terakhir dari rangkaian kursus intensif, diisi oleh T. Novi Poespita Candra, Ph.D sebagai pembicara di sesi pertama dengan topik “Dampak Pembelajaran Jarak Jauh pada Perkembangan Sosial Emosi Remaja”. Melalui topik tersebut, Novi menjelaskan bahwa Indonesia pernah mencapai rangking kedua dari bawah pada tahun 2015 terkait pendidikan. Hal tersebut sangat memprihatinkan sekali dan kondisi tersebut terus menurun. “Ini mestinya menjadi kegelisahan kita terutama mungkin teman-teman atau kita semua yang sedang belajar Psikologi Kognitif. Ada apa ini?”, ungkap Novi.

Kemudian pada sesi kedua yang dimulai pada pukul 13.00 diisi oleh Pradyta Putri Pertiwi, Ph.D & Aaron Opdyke, Ph.D., CPEng., P.E., NER sebagai pembicara dengan topik “Inclusion and Role of People with Dissabilities and Older Person in Disaster and Humanitarian Response”. “Teori yang sangat terkenal di Psikologi Perkembangan ini dan bioecological ini dari Bronfenbrenner yang mengemukakan bahwa memang perkembangan manusia itu lintas konteks ya. Ada konteks micro, meso, exosystem, dan juga macronya. Tetapi, yang sering dilupakan seperti yang dikemukakan oleh bu Maria adalah cronosystem. Bahwa semua aspek atau elemen dari konteks perkembangan ini saling berdinamika. Mereka saling berhubungan satu sama lain, saling berkembang untuk memengaruhi perkembangan manusia”, ungkap Pradyta.

Research Knowledge Sharing: How Sleep Deprivation Affects Student’s Cognitive Functioning

Fakultas Psikologi UGM melalui Laboratorium Mind, Brain, and Behavior mengadakan research knowledge sharing pada hari Jumat (30/4) yang disampaikan oleh Galang Lufityanto, M.Psi., Ph.D. Sharing session kali ini membahas hasil penelitian dengan topik “How Sleep Deprivation Affects Student’s Cognitive Functioning”. Penelitian tersebut merupakan penelitian yang dilakukan selama masa pandemi dan menjadi bagian dari agenda praktikum mata kuliah Psikologi Kognitif dan Biopsikologi I. Penelitian ini melibatkan 400 partisipan melalui online dengan menggunakan eksperimen sebagai metodenya.

Berawal dari sebuah pertanyaan, “bisakah kurang tidur mempengaruhi fungsi kognitif?” yang kemudian diperkuat dengan data yang dihimpun oleh Pusat Kajian Inovasi dan Akademik (PIKA) UGM melalui survei yang diadakan pada awal tahun 2020 ketika mulai merebaknya pandemi COVID-19 di Indonesia. Survei menemukan bahwa 72,2% responden merasa lebih fleksibel dan santai sebagai keuntungan dari pembelajaran online menurut siswa. Sedangkan 63,7% responden menyatakan bahwa konsentrasi yang sering menurun dan beban kerja yang berlebihan (61,2%) merupakan kekurangan dari perkuliahan online menurut mahasiswa.

Kemudian, dua hal yang menjadi kekurangan kuliah dari dipertimbangkan oleh tim penelitian sebagai hal yang menarik untuk diteliti. Dua hal itu pula yang dikeluhkan menjadi penyebab dari kurang tidurnya mahasiswa selama menjalani kuliah online di masa pandemi. Selain itu, fenomena tersebut ternyata juga memunculkan istilah baru yaitu covidsomnia yang berpotensi tidak hanya dialami oleh mahasiswa.

Selain itu, tim peneliti juga melihat bahwa penyebab dari dosen memberikan tugas yang lebih banyak ketika perkuliahan online salah satunya karena tidak siapnya dosen menggunakan fasilitas e-learning sebagai dampak dari perubahan tiba-tiba yang mau tidak mau harus dihadapi. Pada akhirnya, tidak siapnya dosen menggunakan fasilitas e-learning berdampak pada pemberian tugas lebih banyak yang bertujuan untuk menjaga kualitas dari proses pembelajaran, namun sayangnya justru membuat mahasiswa kurang tidur.

Apabila dikaji melalui teori, fenomena kurang tidur memiliki dampak buruk yaitu bisa menyebabkan mekanisme tertentu yang secara fisiologis dapat meningkatkan cortisol level sebagai indikator dari stres. Ketika cortisol level ini meningkatkan, maka stres pun meningkat yang pada akhirnya dapat membuat seseorang mengalami depresi jika kurang tidur berlangsung dalam waktu yang panjang. Sementara pada aspek kognitif, kurang tidur dapat menyebabkan hilangnya neuron tertentu di bagian otak yang bertanggung jawab terhadap memori atau disebut dengan bagian otak hippocampus. Hal itu juga yang nantinya akan mengurangi kemampuan seseorang dalam atensi dan pengambilan keputusan dalam proses pembelajaran.

Hasilnya ditemukan bahwa efek belajar ada jika tugas tersebut melibatkan proses pemrosesan kognitif sederhana meskipun dalam kondisi kurang tidur. Sementara efek belajar tidak terjadi ketika tugas melibatkan proses kognitif yang lebih kompleks dalam kondisi kurang tidur yang ringan.

Ramadhan dan Semangat dalam Sejarah: Meningkatkan Etos Kerja dan Produktivitas

Fakultas Psikologi UGM pada Jumat (30/4) mengadakan acara Webinar Kajian Jumat Pagi yang mengangkat topik “Ramadhan dan Semangat dalam Sejarah: Meningkatkan Etos Kerja dan Produktivitas”. Acara ini merupakan kegiatan rutin yang diadakan oleh Fakultas Psikologi UGM selama bulan Ramadhan di hari Jumat. Acara ini diawali oleh pembacaan kalam illahi dan dilanjutkan dengan pemberian sambutan oleh Dr. Yuli Fajar Susetyo, M.Si., Psikolog selaku wakil dekan bidang keuangan, aset, dan sumber daya manusia. Melalui sambutannya, Yuli berharap semoga kajian ini dapat menumbuhkan semangat anak-anak jaman sekarang yang cenderung lebih menyukai hal-hal yang berbau kesenangan untuk dapat lebih berjuang.

Kemudian acara dilanjutkan dengan sambutan, kesan, dan pesan yang diberikan oleh Dr. Esti Hayu Purnamaningsih, M.S. Sambutan, kesan, dan pesan yang disampaikan oleh beliau bertepatan dengan masa purna yang jatuh pada tanggal 30 April 2021. Esti merupakan salah satu staf pendidik yang sudah aktif mengajar sejak tahun 1985 dan telah merasakan kemajuan yang sangat dengan berbagai dekan, baik di bidang akademis maupun administrasi. “Banyak hal yang saya rasakan terutama selama di Fakultas Psikologi ini adalah kebersamaan yang luar biasa, kekompakan, keakraban, persaudaraan, saling mendukung, saling memberikan semangat, saling memberikan motivasi juga kerja sama yang semuanya mendukung untuk kemajuan kita bersama”. Harapannya hal-hal tersebut terus berlanjut dan menjadi kekuatan untuk memajukan Fakultas.

Terakhir, Esti berpesan untuk staf pendidik lainnya agar terus meningkatkan kemampuan diri dari berbagai kesempatan yang dapat diambil. Nantinya kemampuan tersebut dapat menjadi hal yang dapat memajukan Fakultas. Selain itu, Esti juga berpesan agar bekerja dalam bahagia karena bahagia akan membantu tercapainya sebuah tujuan dan bersyukur adalah salah satu cara untuk berbahagia.

Berikutnya memasuki acara inti yaitu Webinar Kajian Jumat Pagi yang diisi oleh ustadz Salim Afillah. Beliau menyampaikan bahwa seorang ulama yang Faqih dan ahli dalam Ilmu Kedokteran yaitu Imam Syafi’i mengatakan sesungguhnya rasa kenyang itu melemahkan tubuh, membuat tubuh lebih bekerja keras menghabiskan energinya untuk mencerna makanan-makanan tersebut lalu menumpuknya menjadi sesuatu yang membuat seorang manusia mengantuk dan malas bergerak. Sedangkan rasa lapar itu menjadikan pikiran menjadi tajam, menjernihkan hati, dan gerak menjadi lincah. Sehingga ketika seseorang merasa kurang produktif ketika Ramadhan, pada dasarnya mungkin belum memenuhi sunnah-sunnah Nabi SAW di dalam mempersiapkan bulan Ramadhan

Apabila dicermati, Nabi SAW dalam mempersiapkan bulan Ramadhan dengan memerhatikan kondisi fisik sejak bulan Rajab dengan memperbanyak puasa dibandingkan di bulan-bulan yang lain. Nabi SAW biasanya berpuasa sekitar 10-11 hari di bulan-bulan biasa, berpuasa lebih banyak dibandingkan bulan-bulan lain di bulan Rajab, berpuasa sebulan penuh di Ramadhan, dan berpuasa mendekati jumlah hari di bulan Ramadhan pada bulan Sya’ban.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa memperbanyak puasa di bulan Sya’ban sebagai sunnah yang utama. Memperbanyak bulan puasa di bulan Sya’ban menjadi hal penting karena bertugas untuk mengiringi ibadah-ibadah yang agung. Sama halnya dengan sholat yang memiliki sunnah ba’diyah maupun qabliyah, bulan Ramadhan juga memiliki sunnah ba’diyah dan sunnah qabliyah. Sunnah ba’diyah bulan Ramadhan adalah berpuasa selama 6 hari di bulan Syawal karena barang siapa yang menyempurnakan puasa Ramadhan dengan menyusulinya berpuasa di bulan Syawal, maka akan ditulis baginya sebagai  puasa setahun penuh. Sementara sunnah qabliyah bulan Ramadhan adalah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban tanpa adanya ketentuan tertentu mengenai jumlah.

Kuliah Online CPMH: Digital Parenting

Senin (26/4) Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi mengadakan Kuliah Online dengan topik Digital Parenting yang diisi oleh Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog dan Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog. “Sebenarnya ini melanjutkan dari kuliah online sebelumnya yang membahas tentang anak, internet, dan gadget. Untuk sekarang kita coba angkat tentang digital parenting atau pengasuhan digital”, jelas Wirdatul di awal acara.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pandemi saat ini memaksa keluarga untuk melek tentang teknologi dan digital. “Hal yang menarik adalah Kementerian P3A mengeluarkan tiga prinsip tentang pengasuhan di era digital”, ujar Nurul. Salah satu prinsip adalah tentang keseimbangan yang berkaitan dengan pendampingan psikologis. Beberapa orang tua dan dewasa merasa sudah melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pengasuhan digital, namun setelah itu pembiaran tetap terjadi. Pengasuhan digital tidak hanya sebatas dialog dan pemasangan fitur-fitur parenting control, namun tetap diperlukan pendampingan secara psikologis untuk anak berkaitan dengan teknologi maupun internet.

Selanjutnya, berbicara tentang pengasuhan tidak hanya tanggung jawab Ibu saja atau orang tua saja. Akan tetapi, pengasuhan juga menjadi tanggung jawab keluarga, termasuk paman, bibi, kakek, nenek, dan anggota orang dewasa lainnya yang berada di lingkungan tumbuh kembang seorang anak. Selain itu, hal lain yang juga ditekankan dalam pengasuhan digital berkaitan dengan kesadaran keluarga itu harus belajar bersama. “Tidak usah ada rasa malu, tidak usah merasa aku ketinggalan paling jauh atau malah merasa aku yang harus paling tahu”, jelas Nurul.

Pada akhir acara, Wirdatul menyampaikan bahwa pengasuhan anak memang harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. “Komunikasi menjadi hal yang penting, namun penyampaiannya juga perlu disesuaikan dengan lingkungan dan zaman dimana anak itu tumbuh”. Usaha orang tua dan orang dewasa di sekitar anak untuk memahami tentang digital harapannya dapat membantu penyesuaian dalam proses pengasuhan.

Sementara Nurul menutup acara dengan menitikberatkan komunikasi, interaksi, kehangatan, dan keterbukaan yang muncul antar anggota keluarga. Hal-hal tersebut merupakan prinsip yang ada pada proses pengasuhan. Selain itu, panitia juga berharap semoga acara ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan para orang tua dan orang dewasa tentang pengasuhan, terutama pengasuhan di era digital seperti saat ini.

Memahami dan Mendiagnosis Anak dengan Disleksia

Promovendus Club Program Doktoral Ilmu Psikologi menyelenggarakan acara dengan topik “Memahami dan Mendiagnosis Anak dengan Disleksia” pada Jum’at (16/4). Acara yang berlangsung pada pukul 09.00 WIB ini merupakan bagian dari kolokium yang dilaksanakan rutin tiap 2 pekan sekali oleh Promovendus Club secara daring.

Hadir pada acara ini Dr. Trubus Raharjo, S.Psi., M.Si., Psikolog sebagai pemateri yang merupakan seorang Dosen di Universitas Muria Kudus sekaligus alumni dari Program Studi Doktor Ilmu Psikologi UGM. Ada beberapa hal yang disampaikan oleh Trubus melalui acara ini, meliputi bagaimana mengenali gejala kesulitan belajar disleksia, bagaimana tata laksana diagnosis anak dengan disleksia, serta bagaimana menangani anak dengan disleksia. “Selama ini informasi tentang disleksia khususnya untuk guru, pendidik, juga psikolog masih sangat minim sekali. Ada beberapa komunitas dan sebagainya, tetapi lebih banyak memang dipegang oleh dokter-dokter anak, biasanya begitu”, ungkap Trubus.

Disleksia menurut The International Dyslexia Association merupakan kesulitan belajar spesifik yang berasal dari faktor neurologis. “Bahwa disleksia itu adalah kesulitan belajar spesifik karena nanti akan membedakan dengan kesulitan belajar yang lain sifatnya umum, seperti autis, retardasi, intelektual disorder, intelektual disability”, jelas Trubus. Anak dengan gangguan disleksia memiliki masalah yang secara umum terlihat mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, dan mengeja. “Meskipun nanti ada perilaku-perilaku lain yang mencirikan sebagai anak dengan disleksia atau bahkan orang dewasa dengan disleksia”. Menurut Trubus, deteksi dini disleksia sudah dapat dilakukan pada masa pra-sekolah, meskipun biasanya mulai terlihat pada tahun pertama anak sekolah.

Disleksia dikatakan sebagai gangguan spesifik karena acuan diagnosis gangguan disleksia ini adalah DSM-5 dan termasuk sebagai gangguan perkembangan syaraf otak (neurodevelopmental disorder) pada kategori gangguan belajar spesifik. Selanjutnya, ada tiga hal utama yang menjadikan disleksia sebagai gangguan belajar spesifik, yaitu faktor biologis yang konteksnya bisa genetik, kecelakaan, atau benturan. Kemudian, ada faktor kelainan pada tingkat kognitif yang berhubungan dengan kemampuan memahami, penalaran, dan juga logika. Selain itu, disleksia juga berkaitan dengan tanda-tanda perilaku, seperti ketidakmampuan dalam menulis, membaca, maupun mengeja.

Gangguan bersifat perilaku yang terlihat pada anak dengan disleksia antara lain, suka bicara sendiri, anak se-enaknya sendiri, komorbid ADHD atau speech delay, dan lain sebagainya, termasuk sering mengucapkan kata atau kalimat yang terbalik. “Nah ini yang kadang-kadang menimbulkan emosi pada anak karena menganggap orang dewasa di sekitarnya, Ayah, Ibu, saudaranya tidak paham dengan apa yang ditanyakan”, jelas Trubus.

Topik yang diangkat pada acara kali ini cukup diminati oleh masyarakat, terbukti dari pendaftar yang masuk melebihi kapasitas yang telah disediakan. Hal tersebut membuat panitia sampai harus menyediakan link YouTube agar peserta tetap dapat bergabung meskipun tidak mendapatkan link zoom. Penjelasan lengkap terkait disleksia dapat disimak pada kanal YouTube Program Doktor Ilmu Psikologi UGM.

Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikologi Industri & Organisasi

Program Doktor Ilmu Psikologi UGM bersama Kelompok Bidang Keahlian (KBK) Organizational Change and Development selama 3 hari (7-9/4) hari menyelenggarakan Kursus Intensif mengenai “Perkembangan  Mutakhir dalam Penelitian Psikologi Industri & Organisasi”. Acara ini dibuka oleh Dr. Nida Ul Hasanat, M.Si selaku Wakil Dekan Fakultas Psikologi UGM Bidang Akademik dan Kemahasiswaan. Beliau mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung berlangsungnya acara ini, sekaligus secara resmi membuka acara.

Hari pertama acara ini dimulai pada pukul 13.00 WIB dan dengan mengangkat topik “Isu Terkini tentang Kinerja & Karir bagi Milenial” yang diisi oleh Dr. Noor Siti Rahmani, M.Sc., Psikolog dan Dr. Sumaryono, M.Si., Psikolog. Melalui topik tersebut, Rahmani menjelaskan manajemen kinerja salah satunya dengan teori behavioristik yang terdiri dari stimulus dan respons yang pada outputnya akan menguatkan atau melemahkan sesuai dengan kualitas kinerja yang dihasilkan pekerja. Oleh karena itu, penilaian prestasi kerja dan perilaku kerja tiap-tiap pegawai adalah hal penting supaya perusahaan dapat menguatkan atau melemahkan prestasi atau perilaku kerja secara tepat.

Sayangnya, hal tersebut tidaklah mudah karena masih banyak perusahaan yang belum mampu maksimal dalam menilai kinerja setiap pegawainya. “Penilaian prestasi kerja dan perilaku kerja ini sangat krusial sekali karena di dunia kerja akan dijumpai prestasi kerja dan perilaku kerja yang tidak mengukur kinerja. Hal itu banyak sekali kita jumpai sehingga kalau dikaitkan dengan reward (maka) rewardnya juga meleset”, jelas Rahmani

Selanjutnya, Sumaryono juga menjelaskan tentang definisi karier bagi para milenial yang sudah tidak lagi sama dengan definisi karier di era-era sebelumnya. Pada era sebelumnya, karier sebagai properti organisasi dan dipahami sebagai perkembangan posisi. Akan tetapi, saat ini para milenial menganggap karier sebagai properti individu dimana karier dianggap sama dengan pengembangan potensi. “Nah, ketika kita bicara karier sebagai properti individu, maka menjadi persoalan baru karena mereka tidak hanya fokus pada tuntutan organisasi, tetapi juga fokus pada tuntutan pengembangan potensi (diri) mereka”, terang Sumaryono.

Kemudian, sesi kedua pada hari pertama dilanjutkan pada pukul 15.30 WIB dengan topik “Isu Terkini tentang Kepemimpinan & Pengikut dalam Organisasi yang diisi oleh Drs. I. J. K. Sito Meiyanto, Ph.D., Psikolog & Ridwan Saptoto, M.A., Psikolog. Pada awal pemaparannya, Sito merunut sejarah awal dari kepemimpinan terbentuk. Sementara Ridwan memfokuskan penjelasan tentang ke arah mana model kepemimpinan akan menuju.

Pada hari kedua, kursus intensif kembali dilanjutkan dengan Dra. Sri Hartati, M.Si., Psikolog & Taufik Achmad Dwipurto, M.Si., Psikolog sebagai pembicara pada sesi pertama. Sri dan Taufik menyampaikan materi berkaitan dengan topik “Isu Terkini tentang Pelatihan dan Pengembangan”. Melalui topik tersebut, para pembicara menyampaikan bahwa latar belakang dari acara ini adalah mengubah atau mengembangkan training dan development sumber daya manusia agar selaras dengan tujuan strategis dari masing-masing perusahaan.

Acara terus berlanjut dengan Rizqi Nur’aini A’yuninnisa, M.Sc dan Galang Lufityanto, M.Psi., Ph.D., Psikolog sebagai pembicara pada sesi kedua. Rizqi dan Galang membahas materi yang berkaitan dengan topik “Isu Terkini tentang Flourishing & Agility at Work”. Rizqi menjelaskan bahwa flourishing hadir karena adanya mental health yang dapat diatasi dengan subjective psychologist well-being, emotional well-being, dan social well-being. “Well being adalah kebahagiaan yang subjektif. Tidak hanya sekedar bagaimana merasa senang, tetapi secara fisiologis ada hormon yang dihasilkan dalam tubuh, itu pendekatan secara hedonic. Tetapi, kalo dilihat dari pendekatan eudaimonic hal lebih mendalam, beyond pleasure, kebahagiaan itu ketika menjadi seorang individu seutuhnya”.

Setelah itu, penjelasan dilanjutkan oleh Galang tentang agility yang berkaitan dengan stres dan perubahan. Agility merupakan kemampuan seseorang dalam menghadapi stres. “Tidak semua orang punya kemampuan yang sama dalam menghadapi stres. Agility disini sebagai kesediaan dan kemampuan untuk belajar dari pengalaman dan mengaplikasikan ke sesuatu yang baru”, terang Galang.

Acara kursus intensif kali ini ditutup dengan mengangkat 3 topik yang tidak kalah menarik. Pertama, topik yang diangkat adalah “Behing the Scene: Finding Motivation at Work & Creating Meaning Through Leader Perspective dengan pembicara Dr. Bagus Riyono, M.A., Psikolog & Indrayanti, M.Si., Ph.D., Psikolog. Kemudian, topik selanjutnya berkaitan tentang “Individual Differences in Rationality: Pengukuran dan Potensi Manfaatnya” yang dipaparkan oleh Rahmat Hidayat, M.Sc., Ph.D. Sementara untuk sesi terakhir pada hari ketiga membahas topik “Isu Terkini tentang Indigenosasi Riset I/O dan Analisis Data dalam Riset I/O” yang disampaikan oleh Prof. Faturochman, M.A., Dr. Avin Fadilla Helmi, M.Si., dan Wahyu Jati Anggoro, S.Psi., M.A.