Pos oleh :

dzikriaafifah96

Kuliah Online CPMH Break the Stigma: Gangguan Bipolar

Jumat (25/3) Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM mengadakan Kuliah Online yang merupakan sebuah program rutin tiap dua pekan sekali. Kuliah Online diadakan untuk memberikan literasi kesehatan mental kepada masyarakat. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi salah pemahaman dan juga memunculkan stigma di tengah mulai merebaknya isu-isu kesehatan mental di masyarakat.

Dibawakan oleh dua narasumber, yaitu Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog dan Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog, acara Kuliah Online kali ini mengangkat topik “Break the Stigma: Gangguan Bipolar”. Topik tersebut diangkat karena bertepatan dengan Hari Bipolar Sedunia sekaligus untuk mengkaji fenomena yang saat ini sedang berkaitan dengan pandemi, yaitu emosi. Menjadi salah satu hal yang dikaitkan dengan pandemi, seringnya perubahan emosi yang dialami apakah termasuk gangguan bipolar?

Gangguan bipolar merupakan gangguan mental yang menyebabkan terjadinya perubahan suasana hati yang berlebihan. Perubahan suasana hati tersebut terjadi secara tiba-tiba, dari sangat bahagia (mania) menjadi sangat sedih (depresi). Perubahan suasana hati yang ekstrem dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari tidak hanya dalam hitungan jam, namun hingga hitungan bulan.

“Orang dengan gangguan bipolar yang sedang berada pada kondisi mania, secara emosi cenderung lebih sensitif, lebih gampang marah. Selain itu, juga menjadi orang yang berbicara lebih banyak karena idenya banyak dan pikirannya cepat”, jelas Wirdatul.

Selain menjelaskan tentang apa itu gangguan bipolar, Kuliah Online kali ini juga menjelaskan tentang apa saja yang dapat dilakukan orang lain untuk memberikan dukungan kepada ODB (Orang dengan Bipolar). Beberapa hal yang dapat diberikan sebagai bentuk dukungan adalah tidak melakukan pelabelan/stigma, menemani pasien mengunjungi profesional, mendukung dalam mencari pengobatan/terapi, mendukung proses pemulihan, sampai ikut mengetahui faktor risiko, gejala, maupun pemicu gejala.

“Psikis sama dengan fisik. Ketika kita pernah didiagnosis terkena tipes, apakah kita akan menjadi kebal dari tipes? Tentu tidak. Artinya, ketika kita sudah pernah mengalami itu, kita menjadi orang yang menyadari bahwa kita memiliki kerentanan yang lebih dibandingkan orang lain”, jelas Nurul.

 

 

 

Photo by Nick Fewings on Unsplash

Bekerjasama dengan UPSI dan USM, CLSD UGM Menyelenggarakan Webinar untuk Memperingati World Hearing Day 2022

Kamis (17/3) Center for Life-span Development (CLSD) Fakultas Psikologi menyelenggarakan acara webinar Internasional dengan topik “Hearing Care Across the Lifespan and Education: Malaysia and Indonesia Perspectives. Acara webinar kali ini diselenggarakan oleh 3 Universitas ternama, yaitu Universitas Gadjah Mada, Universiti Pendidikan Sultan Idris, dan Universiti Sains Malaysia.

Sebelum masuk pada materi, acara terlebih dahulu dibuka oleh perwakilan dari 3 universitas. Pertama, hadir Dr. Wenty Marina Minza, M.A selaku Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerja Sama. Kemudian, hadir pula Dr. Abdul Talib Mohamed Hashim selaku rekan profesor dari Universiti Pendidikan Sultan Idris dan yang terakhir hadir Dr. Faisal Rafiq Mahamd Adikan, FASc selaku rekan profesor dari Universiti Sains Malaysia.

Acara webinar kali ini dibagi menjadi 2 sesi, dengan sesi kedua dibagi menjadi dua ruang meeting secara bersamaan. Ruang 1 merupakan ruang yang mengangkat topik “Hearing” dengan tiga narasumber, yaitu Dr. Wan Najibah Wan Mohamad, Mdm. Aw Cheu Lih, dan Dr. Mohd Fadzil Nor Rashid. Sementara untuk ruang 2, mengangkat topik “Education & Psychology” dengan tiga narasumber, yaitu Dr. Elga Andriana, Professor Dr. David Evans, dan Dr. Syamsinar Abd Jabar.

Pada sesi pertama, diisi oleh 3 keynote speaker yang disampaikan oleh masing-masing perwakilan universitas. Pertama, hadir Prof. Dr. Mohd Normani Zakaria dari Universiti Sains Malaysia. Normani menyampaikan topik “Technological Advancements in Hearing Healthcare”. “Seberapa sering gangguan pendengaran terjadi? Hal ini sebenarnya sangat umum di kalangan bayi. Kami memperkirakan bahwa sekitar 1 hingga 6 per 1.000 bayi lahir dengan gangguan pendengaran”, ungkap Normani. Tak hanya bayi, hearing loss juga berpotensi terjadi pada usia berapa pun, seperti anak-anak, remaja, dewasa, dan lansia.

Keynote speaker kedua, hadir dari Universitas Gadjah Mada, yaitu Dr. Dyah Ayu Kartika Dewanti, MSc,Sp.THTKL(K). Dyah menyampaikan materi dengan topik “Multidisciplinary Health System for Better Hearing in Indonesia. “Secara epidemiology, lebih dari 1,5 miliar orang mengalami gangguan pendengaran dan diperkirakan 430 juta orang memiliki gangguan pendengaran dengan tingkat sedang sampai tinggi”, jelas Dyah. Selain berdampak pada kesehatan fisik, gangguan pendengaran juga berdampak pada komunikasi, perkembangan bahasa dan bicara pada anak, kognisi, pendidikan, pekerjaan, kesehatan mental, dan hubungan interpersonal.

Terakhir, keynote speaker ketiga adalah Prof. Dr. Abdul Rahim Razalli selaku Direktur Akademik dari Universiti Pendidikan Sultan Idris. “Hari ini saya ingin memperesentasikan Bilingual/Bicultural for Deaf Education”, jelas Abdul. Selain itu, Abdul juga mempresentasikan klasifikasi gangguan pendengaran, yang terdiri dari gangguan pendengaran konduktif, gangguan pendengaran sensorineural, gangguan pendengaran campuran, dan gangguan pendengaran pusat.

Kemudian pada sesi kedua dibagi menjadi dua ruangan. Ruang 1 mengangkat topik “Hearing” dengan pembicara pertama Dr. Wan Najibah Wan Mohamad dari Universiti Sains Malaysia yang menyampaikan tentang “Fixing Lecture Communication: In Hearing Perspective”. “Pada tahun 2050, diperkirakan satu dari empat orang akan mengalami gangguan pendengaran”, ungkap Wan. Selanjutnya, Wan juga menjelaskan tanda-tanda gangguan pendengaran, seperti sering meminta pasangan untuk mengulang, kesulitan memahami kata terutama di lingkungan yang bising, mendengarkan musik dan menonton tv dengan volume lebih tinggi, kesulitan mendengar di telepon serta menghindari aktivitas sosial.

Setelah itu, penyampaian materi dilanjutkan oleh Mdm. Aw Cheu Lih dari Universiti Sains Malaysia dengan topik “An Overview of Inclusive Education for Hearing Impairment in Malaysia”. Menurut UNICEF, pendidikan inklusif artinya semua anak belajar bersama di sekolah yang sama. “Ini berarti memastikan bahwa pengajaran dan kurikulum, gedung sekolah, ruang kelas, area bermain, transportasi, dan toilet sesuai untuk semua anak di semua tingkatan”, jelas Lih.

Terakhir, pada ruang 1 materi disampaikan oleh Dr. Mohd Fadzil Nor Rashid dengan topik “Teleaudiology Approach in Malaysia: Lesson Learned”. “Artinya, apapun yang dilakukan untuk penilaian dan pengukuran pendengaran, termasuk konsultasi sudah mempertimbangkan pendekatan teleologi”, jelas Fadzil. Ada tiga jenis pendekatan teleologi yang dapat digunakan, yaitu sinkron, asinkron, dan hybrid.

Sementara pada ruang 2, topik yang diangkat adalah “Education & Psychology”. Pertama, materi disampaikan oleh Dr. Elga Andriana dari Universitas Gadjah Mada dengan judul “Hearing Loss and its Psychological Impact Across Lifespan: Two Worlds Narratives”. “Hari ini saya akan membagikan beberapa foto dari siswa tunarungu dan cerita mereka”. Melalui materi yang disampaikan, Elga menjelaskan bahwa siswa tunarungu mengadapi masalah dalam menemukan orang yang dapat diajak berkomunikasi. Oleh karena itu, studi menunjukkan bahwa banyak siswa yang tuli beresiko kesepian.

Kemudian, materi selanjutnya disampaikan oleh Professor Dr. David Evans dari Universiti Pendidikan Sultan Idris (The University of Sydney) dengan judul “Inclusive Education for Children with Hearing Impairment”. “Di Sydney, kami memiliki Royal Institute untuk tunanetra dan tunarungu, mereka memberikan layanan yang luar biasa untuk sekolah dan pendidik”, ungkap David.

Sebagai penutup pada ruang 2, hadir Dr. Syamsinar dari Universiti Pendidikan Sultan Idris yang menyampaikan materi tentang “Technology and Deaf Learners”. “Saya akan berbagi tentang teknologi dan proses pembelajaran tunarungu di Malaysia. Kami memiliki empat tingkat sistem pendidikan”, jelas Syamsinar.

Adanya acara ini bertujuan untuk menghasilkan dan membantu perkembangan ilmu pengetahuan melalui pengajaran, penelitian, publikasi, konsultasi, dan pengabdian kepada masyarakat untuk mencapai visi bangsa.

 

 

Photo by Mark Paton on Unsplash

Kuliah Online CPMH: Self-Care dan Healing

Pada Senin (14/03), Center for Public Mental Health (CPMH) mengadakan kuliah online dengan topik “Self-Care dan Healing”. Topik tersebut disampaikan oleh Psikolog Handal yang sudah sering mengisi kuliah online CPMH, yaitu Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog dan Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog. Acara yang dihadiri oleh berbagai kalangan yang memiliki minat terhadap topik pembahasan kesehatan mental ini diawali dengan pembahasan tentang kesehatan mental.

“Kenapa kami memulainya dengan kesehatan mental?”, tanya Nurul kepada peserta acara. “Karena memang tidak terpisahkan (kesehatan mental dan self-care). Kami (CPMH) berkeyakinan bahwa literasi kesehatan mental itu harus selalu, selalu, dan selalu disampaikan”.

Berbicara tentang kesehatan mental sebetulnya seperti sedang membahas suatu hal dari hulu ke hilir. Mulai dari promosi prevensi yang memiliki porsi paling besar sampai rehabilitasi lalu bagaimana orang tersebut dapat kembali kepada masyarakat. “Berbicara self-care, sebetulnya porsi terbesarnya ada di bagian promosi prevensi supaya tidak perlu mengalami kurasi. Kalaupun harus mengalami kurasi, maka dalam bentuk yang paling minimal”, terang Nurul.

Terdapat 4 pilar dalam kesehatan mental, yaitu bermanfaat, produktif, mampu menghadapi stres sehari-hari, dan mengenali potensi diri sendiri. Kaitannya dengan mengenali diri sendiri tidak hanya tentang kekuatan, tetapi juga tentang kelemahan. Hal ini termasuk mengenali kesempatan apa yang dimiliki dan juga ancaman apa yang berpotensi muncul. “Singkatnya, mengenali potensi diri harus melalui penggalian SWOT yang utuh”, jelas Nurul.

“Dengan kerentanan yang kita sadari atau disebut dengan faktor resiko, kita jadi bisa tahu hal apa yang harus dipersipakan di diri kita atau bisa juga disebut faktor protektif dan self-care menjadi salah satu caranya”, terang Wirdatul.

Sama seperti kesehatan fisik, kesehatan mental seseorang bisa mengalami naik dan turun. Jika sedang terpapar banyak kejadian yang membuat stres, maka wajar jika seseorang mengalami kesehatan mental yang menurun. Oleh karena itu, seseorang disarankan untuk memiliki kemampuan self-care sebagai sebuah usaha untuk memelihara dan menjaga kesehatan mental serta mencegah munculnya penyakit atau gangguan mental. Bahkan self-care juga dapat membantu seseorang untuk berfungsi dengan baik.

 

 

Photo By Elia Pellegrini on Unsplash

Kuliah Online CPMH: Menjadi Penolong Pertama Psikologis

Central for Public Mental Health (CPMH) menyelenggarakan Kuliah Online “Menjadi Penolong Pertama Psikologis: Konsep dan Praktik” yang terdiri dari dua sesi pada tanggal 11 dan 25 Februari 2022. Hadir sebagai pembicara yang sama di kedua sesi pertama, yaitu Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., dan Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog. “Kuliah Online sebenarnya sudah kesekian kalinya mengangkat topik ini (Psychological First Aid) dan mengapa kami kembali mengangkat topik ini karena ini dapat merangkul banyak partner serta masyarakat lebih luas”, ujar Nurul di awal acara.

Pada sesi pertama pembahasan tentang Psychological First Aid (PFA) dibatasi pada konsep, kemudian di sesi kedua pembahasan PFA akan ditekankan pada prakteknya. “Maksudnya, praktisnya apa sih yang akan kita lakukan secara teknis ketika kita memberikan dukungan psikologis awal”, jelas Wirdatul. Menurut WHO, PFA merupakan sebuah upaya pemulihan psikologis yang diberikan kepada orang-orang terdampak bencana atau krisis.

PFA merupakan salah satu bentuk dari intervensi psikososial, “Jika kita bicara psikososial, maka ada piramida intervensi yang perlu kita bahas”, terang Wirdatul. Tingkat pertama pada sebuah piramida intervensi psikososial berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan rasa aman. Kemudian tingkat berikutnya berkaitan dengan bagaimana lingkungan, komunitas, atau kelompok sekitar dapat memberikan dukungan psikososial agar penyintas dapat kembali terlibat dalam aktivitas sehari-hari. Pada lapisan ketiga berkaitan dengan dukungan non-spesialis, salah satunya yaitu PFA dan pada lapisan puncak, intervensi psikososial terdiri dari dukungan spesialis yang berkaitan dengan penanganan lebih lanjut.

Pada sesi kedua pembahasan PFA dilanjutkan dengan praktik dan aplikasinya. Menurut WHO, PFA dilakukan berlandaskan pada prinsip yang sama, yaitu look, listen, dan link.

Prinsip PFA yang pertama adalah look yang menugaskan para first aider-nya melihat secara cermat, melihat lebih jauh, atau memeriksa di sekitar lokasi maupun penyintas. “Sambil memeriksa orang-orang mana yang sekiranya memiliki reaksi stres yang sangat serius, pertimbangkan mana individu yang paling butuh menerima PFA”, jelas Nurul.

Prinsip PFA berikutnya adalah listen yang terdiri dari memulai kontak dengan korban, menanyakan kebutuhan dan kekhawatiran mereka, serta mendengarkan dan membantu mereka untuk tenang. Kemudian, prinsip terakhir PFA adalah link. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah mengakses informasi melalui layanan yang tersedia, menghubungkan dengan badan perlindungan atau dukungan lainnya, mengakses perawatan, dan pengobatan, serta menghubungi kerabat dekat dan orang-orang terpercaya.

Acara berlangsung interaktif dengan peserta yang dapat mengajukan pertanyaan di tengah-tengah pembicara menyampaikan materi sehingga membangun komunikasi dua arah. Selain itu, pihak penyelenggara juga memperbolehkan peserta untuk menyalakan kamera untuk lebih menghidupkan suasana kuliah online.

 

 

 

 

Photo by Diana Polekhina on Unsplash

Pelepasan Wisudawan/Wisudawati secara Daring Periode II Tahun Akademik 2021/2022 Program Sarjana dan Internasional Undergraduate Program

Rabu (23/02) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Pelepasan Wisudawan/Wisudawati Periode II Tahun Akademik 2021/2022 Program Sarjana dan International Undergraduate Program. Acara ini diikuti oleh 43 mahasiswa Program Sarjana dan 4 mahasiswa International Undergraduate Program, sehingga keseluruhan jumlah lulusan periode II Tahun Akademik 2021/2022 berjumlah 47 mahasiswa.

Pada Program Sarjana, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi diraih oleh Ivana Nur Intishar dan Triyuni Lestari, yaitu 3.87 sekaligus meraih predikat cumlaude. Sementara untuk masa studi tercepat diraih juga oleh Ivana Nur Intishar, yaitu 3 tahun 3 bulan 11 hari. Ivana juga menjadi wakil wisudawan/wisudawati yang memberikan sambutan pada pelepasan ini. “Teman-teman sekalian, saya yakin dan percaya bahwa hari ini tidak hanya kita yang berbahagia, tetapi lihatlah orang tua kita yang mendukung dengan doa dan segala jerih payah mereka”, ungkap Ivana.

Untuk Internasional Undergraduate Program, Indeks Prestasi Akademik tertinggi diraih oleh Nadya Fahayyindina, yaitu 3.90 sekaligus meraih predikat cumlaude. Selain itu, masa studi tercepat diraih oleh Setiawati Dwi Saputri dengan masa studi 3 tahun 5 bulan 6 hari.

Fakultas Psikologi juga memberikan penghargaan kepada mahasiswa yang berprestasi, baik dalam bidang akademik, maupun bidang kemahasiswaan. Terdapat 26 mahasiswa yang berprestasi dalam aktivitas akademik dengan predikat cumlaude yang diraih, serta 10 mahasiswa, yaitu Almira Devi Zaafarno, Joshua Aljamo Christ Prasetya, Ariyana Chandra Dewi, Neng Wita Juwita Agustin, Wisnu Yogi Pradhana, Ikana Naifah Tahara Asirwada, Tetria Yuningtyas Maysarah, Monica Giovani Hadi Susanto, Meutia Rifqy Wibowo, dan Kairania Qalbi yang berprestasi dalam aktivitas kemahasiswaan

Acara pelepasan wisudawan/wisudawati diisi dengan sambutan dari perwakilan orang tua, yaitu Willy Kasim yang merupakan orang tua dari Triyuni Lestari. Melalui sambutannya, Willy berharap semoga Fakultas Psikologi UGM agar dapat terus-menerus berkontribusi dalam menghasilkan pribadi-pribadi yang berkualitas dan SDM unggul yang responsif terhadap perubahan.

 Selain itu, sambutan juga diberikan oleh Ketua Keluarga Alumni Psikologi Gadjah Mada (KAPSIGAMA) Prabaswara Dewi, S.Psi., Psikolog. yang berpesan untuk para wisudawan/wisudawati untuk saling menjaga teman-teman seangkatan. Hal lain juga disampaikan oleh Rahmat Hidayat, S.Psi., MSc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada melalui sambutannya, bahwa memang pada hakikatnya hidup ini penuh dengan perjuangan. “Dengan landasan rasa syukur ini, inshaaAllah nikmat yang lebih besar, keberhasilan yang lebh tinggi, serta kemenangan yang lebih sejati nanti akan kalian dapatkan”, harap Rahmat.

Penggunaan Metode Visual dalam Penelitian Kualitatif

Senin (31/1) Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM mengadakan acara webinar online dengan tajuk “Using Visual Methods in Qualitative Research: Examples from Research on Youth Substance Addiction in Assam”. Acara ini merupakan diseminasi hasil proyek penelitian The Big Picture yang bergerak untuk menelaah resiliensi remaja terhadap zat-zat adiktif di Assam, India.

Kegiatan ini berlangsung mulai pukul 16.00 WIB hingga pukul 17.30 WIB, dan dihadiri oleh 50 peserta acara. Pemateri pada acara ini adalah Prof. Anna Madill dari University of Leeds, UK, yang membawakan materi pengantar berjudul “Brief Introduction to The Big Picture”. Pemateri kedua adalah Dr. Rebecca Graber dari University of Brighton, UK, dengan materi presentasinya yang  berjudul “Ilustrate the Use of Still Images and Mapping”. Pemateri terakhir adalah Dr. Raginie Duara dari University of Leeds, UK, yang membawakan sebuah presentasi dengan judul “Ilustrate the Use of Collaborative Film-Making.

Acara dibuka oleh Kepala Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM Dr. Diana Setiyawati, MHSc., psikolog. Diana mengawali acara dengan memperkenalkan ketiga narasumber kepada peserta, membacakan curriculum vitae masing-masing pemateri  dan menjelaskan sekilas tentang proyek penelitian yang didiseminasikan pada webinar online kali ini.

Pada sesi pertama Anna membuka presentasinya dengan menjelaskan tentang gambaran besar bagaimana adaptasi metode Photovoice untuk menambah masukan psikologi, sosial, dan budaya dalam usaha pencegahan dan treatment pemuda pengguna zat adiktif di Assam, India. Anna menjelaskan tujuan tentang project yang dilaksanakan mulai September 2018 hingga Februari 2022 ini adalah meningkatkan pengetahuan, menyaring suara anak muda, dan memberitahukan praktek pengaruh kebijakan dan mempromosikan kesadaran publik.

Untuk itu Anna dan tim riset mempelajari dua kelompok anak muda di Assam yaitu usia 15-18 tahun dan 19-24 tahun. Mereka dilibatkan dalam tiga kegiatan yaitu mencari foto-foto untuk dapat mengidentifikasi pengalaman resiko, resiliensi, dan pemulihan di dalamnya. Setelah itu mereka diajak membuat poster dari foto-foto tersebut. Selanjutnya pada tahap terakhir mereka diajak berkolaborasi dalam pembuatan beberapa film pendek.

Pada sesi selanjutnya Rebecca lebih spesifik menjelaskan tentang macam-macam metode visual dalam penelitian kualitatif, beberapa di antaranya adalah mengenai Photo-led Interviews (photo-elicitation, photovoice), Parcitipatory poster-making, collage, clay, dan Mapping (body, relationships, spaces). Setiap metode mempunyai keunggulan dan fungsi masing-masing, khususnya Photovoice dipilih karena mempunya beberapa keunggulan yang sulit didapatkan pada metode lainnya. Salah satunya adalah memberdayakan partisipan dengan mengajak mereka turut aktif dalam proses penelitian. Keunggulan lainnya adalah dapat meningkatkan aksesibilitas, memperluas pengetahuan, dan menambah kekayaan data.

Selanjutnya pada sesi terakhir Raginie menjelaskan tentang bagaimana proses kolaboratif dalam pembuatan film pendek bersama partisipan penelitian. Pada dasarnya metode ini memiliki tiga tahapan utama yaitu planning and familiarizing, shooting and assessing, dan yang terakhir adalah editing and finalizing. Pada tahap Planning Raginie memperkenalkan sesuatu yang penting dibuat sebelum mengambil gambar film yaitu adalah storyboard. Pada tahapan ini cerita dibuat dengan alur yang runtut untuk memudahkan pada saat pengambilan gambar. Selanjutnya, pada sesi terakhir Raginie juga menunjukkan beberapa poster film yang sudah jadi. Beberapa judul diantaranya adalah “A Different Path to Recovery”, “Taint in The Lush Green”, “Wrestling Agains All Odds”.

Acara berlangsung lancar dan interaktif. Pada saat acara Rebecca mengajak peserta menggambarkan tubuh masing-masing ketika sedang belajar dan memberikan tanda di bagian tubuh mana sedang merasakan sesuatu saat belajar. Setelah itu peserta diberikan kesempatan untuk menampilkan gambar yang dibuatnya dan mempresentasikan maknanya.

 

 

Photo by Juan Martin Lopez on Unsplash

Kuliah Online CPMH: Otak dan Gangguan Jiwa

Rabu (28/1) Center for Public Mental Health Fakultas Psikologi UGM mengadakan Kuliah Online yang mengangkat topik “Otak dan Gangguan Jiwa”. Acara pada pukul 13.00 WIB ini dibersamai oleh Dr. Diana Setyawati, MHSc., Psy sebagai narasumber. Dilaksanakan secara daring melalui Zoom, acara ini diikuti oleh berbagai kalangan peserta, seperti mahasiswa, dosen, maupun praktisi.

Acara kuliah online kali ini berbicara mengenai hubungan antara gangguan jiwa dengan otak. “Jadi, apa yang sebenarnya terjadi ketika otak itu “sakit”, kira-kira seperti itu”, jelas Diana. Ketika otak “sakit” dapat diartikan bahwa ada bagian otak tertentu yang bekerja kurang baik atau keliru. Selain itu, otak “sakit” dapat dimaknai sebagai adanya gangguan di jejaring dan komunikasi antar jalur yang bekerja tidak sesuai.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab otak “sakit”, seperti kondisi genetis, luka, infeksi, tumor, racun atau zat berbahaya yang berasal dari luar tubuh maupun lingkungan serta efek dari tekanan atau stress yang akut dan berkepanjangan. “Untuk diketahui bersama atau kita reviu kembali bahwa yang namanya stresor sebagian besar bersifat netral. Sebuah stresor dianggap ringan atau berat adalah persepsi kita sendiri, maka dari itu yang jadi pembahasan adalah perceived stressor”, terang Diana.

Perceived stressor berkaitan dengan pemahaman seseorang terhadap sumber stres apakah hal itu menekan atau tidak. Contohnya seperti bekerja dari rumah adalah suatu kegiatan atau “kalimat” yang netral. Akan tetapi, untuk beberapa orang adalah hal yang menyenangkan karena bisa mengerjakan banyak hal dalam satu waktu. Sementara untuk beberapa orang lainnya, bekerja dari rumah membuat tertekan dan memunculkan perasaan sangat sedih.

Kemudian Diana melanjutkan penjelasan bahwa respon seseorang terhadap stresor adalah bagian dari kesehatan mental, “Merasa cemas mengenai sekolah bisa dijadikan tanda untuk seseorang lebih giat belajar. Artinya, stresor itu tetap diperlukan sampai batas optimum”. Seperti adanya tekanan dalam berupa deadline merupakan suatu hal yang diperlukan agar seseorang dapat bekerja secara optimal.

“Jadi, stres sehari-hari tidak bisa menyebabkan seseorang terkena gangguan mental”, ungkap Diana. Stres sehari-hari adalah hal yang normal dan bermanfaat karena stres dapat menjadi tanda bahwa seseorang membutuhkan sesuatu yang berbeda dalam melakukan sesuatu. Selain itu, stres juga dapat mengarahkan seseorang agar terus belajar dan dapat beradaptasi.

 

Photo by Robina Weermeijer on Unsplash

Pelatihan Big Data Bagi Mahasiswa S3

Kamis (27/1) dan Jumat (28/1) Center for Indigenous and Cultural Psychology (CICP) berkerjasama dengan Program Studi Doktor Ilmu Psikologi UGM melaksanakan sebuah acara webinar dengan judul “Pelatihan Big Data Bagi Mahasiswa S3”. Acara ini membahas tentang aplikasi teknik pengambilan dan analisis data dari media sosial dalam riset di bidang psikologi. Acara ini dikhususkan untuk mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Psikologi UGM.

Pada hari kamis acara berlangsung mulai pukul 13.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Sedangkan pada hari Jumat acara berlangsung mulai pukul 14.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Acara diikuti oleh 25 peserta mahasiswa S3 Fakultas Psikologi UGM.

Acara dibuka oleh Haidar Buldan Thontowi, S.Psi., M.A., Ph.D. dosen Fakultas Psikologi UGM dan kepala Center of Indigenous and Cultural Psychology (CICP) UGM. Selain membuka acara, Buldan juga memberikan materi tentang pengantar Big Data dan Analisis.

Dalam presentasinya Buldan memberikan penjelasan tentang terbukanya kemungkinan menggunakan data dari media sosial dalam riset psikologi. Berawal dari perkenalannya dengan data twitter sebagai basis analisis data risetnya pada saat menyelesaikan program doktoralnya, Buldan menyebutkan bahwa ada beberapa keuntungan atau keunggulan ketika menggunakan data media sosial itu sebagai data riset.

“Jadi ketika menyebarkan survei ada kecenderungan orang itu mungkin mengisi sesuai dengan norma-norma sosial. (Sebaliknya) kalau di Twitter saya lihat itu emosi itu keluar. Jadi mereka menggunakan kata kasar atau apa itu mereka bebas untuk melakukan itu,” terang Buldan.

Selanjutnya Buldan menjelaskan tentang beberapa software yang bisa digunakan untuk mengambil data dari media sosial. Tak ketinggalan juga buku-buku teoretis dalam penggunaan data media sosial juga diperkenalkannya dalam sesi ini. Yang terakhir Buldan juga menerangkan tentang riset menggunakan Big Data yang sedang berlangsung di CICP sapai saat ini yang antara lain adalah “Koping Selama Pandemi: Analisis Twitter Mengenai Respon Psikososial terhadap Dampak Covid-19 di Indonesia” dan “Changing Risk Perception in The COVID-19 Pandemic: A Sentiment Analysis of Two Lockdown Periods in Indonesia”.

Sesi berikutnya dilanjutkan dengan penjelasan tentang teknik pengambilan data Twitter oleh Syurawasti Muhiddin, S.Psi., M.A. Pada sesi ini peserta diajak untuk mempelajari langkah demi langkah pengambilan data dari media sosial Twitter secara legal. Oleh sebab itu Syura memulai pelatihannya dengan mengajarkan kepada peserta bagaimana membuat API (Application Programming Interface) Twitter karena itu merupakan syarat utama untuk dapat mengambil data Twitter dengan legal.

Selanjutnya pada sesi ketiga diisi oleh Lalu Tarangga Arief Gunawan dengan membawakan sebuah materi Peelatihan data Preprocessing dan Cleaning Data. Pada tahap ini peserta pelatihan diajak memahami bagian-bagian data yang penting dan tidak penting untuk dipisahkan dan dibersihkan. Beberapa teknik yang diajarkannya antara lain berupa case folding, pembersihan URL, mention, hastag, reserve words, emoji, smiley, number, menghapus tanda baca, spelling correction, dan pembersihan stopwords.

Pada hari kedua acara diisi dengan peSmaparan materi tentang Aplikasi Orange oleh Yunita Sari, S.Kom., M.Sc., Ph.D. Pada sesi penutup ini Yunita mengajak peserta untuk mempelajari mulai dari pengenalan aplikasi Orange, pengambilan data menggunakan aplikasi Orange, dan yang terakhir adalah analisis data menggunakan aplikasi Orange. Yunita mengajak peserta mengaplikasikan secara langsung apa yang diajarkannya dalam aplikasi Orange melalui data yang sudah disediakan.

 

Photo by NEW DATA SERVICES on Unsplash

Fakultas Psikologi UGM Meluluskan 27 Psikolog, 6 Ilmuwan, dan 2 Doktor

Rabu (26/1) Fakultas Psikologi UGM menyelenggarakan acara Pelepasan Wisudawan/Wisudawati dan Pengambilan Sumpah Psikolog Periode II Tahun Akademik 2021/2022 Program Pascasarjana. Acara ini diikuti oleh 37 mahasiswa pascasarjana Magister Psikologi, Magister Psikologi Profesi, dan Doktor Ilmu Psikologi. Para Wisudawan/Wisudawati yang mengikuti pelepasan periode ini terdiri dari 29 mahasiswa Program Magister Psikologi Profesi, 6 mahasiswa Program Magister Psikologi, dan 2 mahasiswa Program Doktor Ilmu Psikologi.

Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi Program Magister Psikologi Profesi adalah 3.92 diraih oleh Meyrantika Maharani sekaligus berpredikat cumlaude. Sementara Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi Program Magister Psikologi adalah 3.86 diraih oleh Halimatus Sa’diah yang juga meraih predikat cumlaude. Selain itu, pada periode ini juga terdapat lulusan dari Program Doktor Ilmu Psikologi berjumlah 2 orang atas nama Hendrikus Pedro dan Nita Trimulyaningsih.

Pada periode ini, tampil Nita Trimulyaningsih sebagai wisudawati yang memberikan sambutan sebagai perwakilan wisudawan/wisudawati. Melalui sambutannya, Nita mengungkapkan bahwa Rabu, 26 Januari 2022 adalah hari membahagiakan dan bersejarah yang nantinya akan dikenang. “Pada hari ini, kami mendapatkan pengakuan secara resmi sebagai master dan doktor dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Salah satu universitas ternama di dunia yang kami banggakan dan tentu saja kami hormati”, ungkap Nita

Kemudian, acara dilanjutkan dengan pemberian penghargaan dari Fakultas Psikologi UGM kepada Imamnatul Istiqomah sebagai lulusan dari Program Magister Psikologi Profesi dengan naskah publikasi tesis terbaik. Imamnatul mengambil judul tesis “Identifikasi Kompetensi Psikolog dalam Melakukan Telekonseling dengan Metode Delphi: Perspektif Psikolog dan Ilmuwan Psikologi” dengan Edilburga Wulan Saptandari, S.Psi., M.Psi., Ph. D., Psikolog sebagai pembimbing.

Kemudian, naskah publikasi terbaik dari Program Magister Psikologi diraih oleh Putri Yunifa dengan judul “Kepribadian dan Adaptasi: Kunci Keharmonisan Perkawinan Anggota Jemaat Ahmadiyah Keturunan dan Bukan Keturunan Ahmadi”. Judul tersebut Putri ambil bersama dengan Prof. Dr. Tina Afiatin, M.Si sebagai pembimbing.

Selain berbagai prestasi dan penghargaan yang diberikan, pelepasan wisudawan/wisudawati periode ini dihadiri oleh beberapa pihak yang memberikan sambutan. Salah satunya sambutan dari Dr. Maria Goretti Adiyanti, M.Si sebagai Perwakilan HIMPSI yang sekaligus menjadi pemandu Pengambilan Sumpah Psikolog pada periode ini. “Saat ini kesadaran masyarakat berkaitan dengan jasa psikologi semakin meningkat, selain itu perubahan lingkungan yang cepat serta banyaknya kasus yang muncul menjadikan Ilmu Psikologi berkembang sangat cepat. Oleh karena itu, kepada para psikolog yang melakukan praktek psikologi diharapkan jangan berhenti belajar hanya dari Ilmu yang Saudara dapatkan di perkuliahan”, pesan Maria pada wisudawan/wisudawati.

Sambutan juga diberikan oleh Dekan Fakultas Psikologi UGM, Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D. “Bahwa pada titik ini, Anda dilepaskan dari status mahasiswa merupakan sebuah pembuktian bahwa Anda memiliki kemampuan dan kualitas, baik secara intelektual maupun secara karakter untuk mencapai sebuah tujuan yang tidak sederhana, yaitu menjadi seorang master maupun doktor”. Oleh karena itu, momen wisuda dapat dijadikan sebagai pengingat di hari depan ketika menghadapi tantangan dan rintangan, bahwa para wisudawan/wisudawati sudah pernah melewati berbagai tantangan dan rintangan yang lebih berat.

Alumni Day 2022: Hari Bersama Alumni

Keluarga Alumni Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (KAPSIGAMA) bersama dengan Fakultas Psikologi UGM menggelar acara Alumni Day 2022 (15/1) yang bertujuan untuk menyambungkan kembali antara Alumni dengan Almamaternya. Dimulai pada pukul 09.00 WIB, acara ini diselenggarakan secara luring maupun daring melalui YouTube Kanal Pengetahuan Psikologi UGM dan Zoom. Selain dihadiri oleh alumni, acara juga dihadiri oleh Hubungan Almamater (HunTer), Persatuan Orang Tua Mahasiswa Psikologi (POTMAPSI), dan Ibu-Ibu Dharma Wanita Fakultas Psikologi UGM.

Mengangkat tema “Hari Bersama Alumni”, acara ini diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis Fakultas Psikologi Ke-57. Hal yang menarik dari acara Alumni ini adalah adanya kegiatan “Nonton Bersama” (NoBar) dan siarang langsung dari beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta, Makassar, dan Bangka Belitung, sampai kota di luar negeri seperti Sydney.

Acara ini diawali dengan pemutaran teaser dan video persembahan dari Bahana Psikologi yang menyanyikan lagu “Yogyakarta”. Hadir sebagai MC secara luring Sholeh Aminuddin dan Ekandari Sulistyaningsih yang memandu acara Alumni Day 2022 dari Selasar Fakultas Psikologi UGM. Setelah dibuka oleh pembawa acara, acara dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Hymne Gadjah Mada, dan Mars Psikologi.

Acara pun berlanjut dengan pemberian sambutan dari perwakilan Rektor Universitas Gadjah Mada, Wirastuti Widyatmanti, Ph.D selaku Sekretaris Direktorat Kemitraan Alumni dan Internasional (Wakil Direktur) Universitas Gadjah Mada. “KAPSIGAMA sudah sangat mengemuka sebagai salah satu keluarga alumni UGM yang sangat kuat kekeluargaannya”, ungkap Wirastuti. Menurut Wirastuti, KAPSIGAMA adalah keluarga alumni yang sangat aktif, sangat mapan, dan setiap aktivitas yang dilakukan memberikan dampak sangat luas untuk elemen civitas akademika, terutama mahasiswa Psikologi. Berbagai agenda yang rutin dilakukan oleh KAPSIGAMA, antara lain Kapsi Sayang, Kapsi Link, KapSinergi, EdukaPsi, maupun KAPSIGAMA Back to Campus.

Sambutan lain juga diberikan oleh Dekan Fakultas Psikologi UGM, Rahmat Hidayat, S.Psi., MSc., Ph.D. Melalui sambutannya, Rahmat berharap bahwa acara Alumni Day ini akan berlanjut ke tahap yang lebih, yaitu co-creating. “Bersama-sama seluruh alumni dari berbagai penjuru negeri untuk berproses bersama untuk membangun ide-ide melalui karya untuk kebermanfaatan masyarakat dan bangsa”, terang Rahmat. Sambutan juga diberikan oleh Ketua KAPSIGAMA, Prabaswara Dewi, S.Psi., Psikolog. “Alumni Day menghubungkan kita dengan seluruh alumni di penjuru dunia. Terima kasih atas perhatiannya dan semoga selalu sehat serta bahagia”, ucap Prabaswari.

Hadir pula Ketua Keluarga Alumni Gadjah Mada (KAGAMA), H. Ganjar Pranowo, S.H. M.IP. “Saya berterima kasih kepada kawan-kawan dari Psikologi yang kemarin sudah mubeng minger-minger untuk bisa berjuang dan berkontribusi memberikan kepada kawan-kawan kita baik masyarakat maupun anggota KAGAMA. Menurut saya itu keren banget, hebat banget”, ucap Ganjar. Ganjar juga menyampaikan bahwa menjadi hal penting mendampingi kawan-kawan yang sedang berada dalam tekanan yang perlu dibantu untuk mencari solusi.

“Semoga Tuhan senantiasa memberikan Ilham agar kita bersyukur, khususnya nikmat berupa alumni almamater kami tercinta Fakultas Psikologi yang sudah berusia 57 tahun. Selain itu, Fakultas sudah sudah menghasilkan banyak alumni”, ucap Drs. Haryanto Sentot, M.Si ketika sesi doa bersama di akhir acara.