Pos oleh :

dzikriaafifah96

Rahasia Memotivasi Siswa: Perspektif Psikologi

Sabtu (27/3) Kapsigama berkerjasama dengan OCIA (Office of Cooperation, International Affairs, and Alumni) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada mengadakan acara dengan tajuk Psikolog Masuk Sekolah “Rahasia Memotivasi Siswa : Perspektif Psikologi”. Acara ini mengulas tentang bagaimana memotivasi siswa dalam belajar berdasarkan teori-teori psikologi pendidikan.

Acara berlangsung mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 11.45 WIB. Peserta acara ini adalah guru dan tenaga pendidik hingga kepala sekolah mulai pendidikan tingkat dasar, menengah, hingga tingkat atas. Mereka datang dari berbagai sekolah di berbagai daerah di Indonesia.

Acara diawali oleh beberapa kata sambutan. Kata sambutan pertama dari Ketua Kapsigama Prabaswara Dewi S.Psi., Psikolog. Kemudian kata sambutan kedua disampaikan oleh Kaprodi Magister Profesi Fakultas Psikologi UGM Dr. Sumaryono, M.Si. Selanjutnya kata sambutan ketiga disampaikan oleh Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan (P3GTK) Dr. Praptono, M. Ed., sekaligus membuka acara ini.

Pemateri pada acara ini adalah Dr. Yuli Fajar Susetyo, M.Si., Psikolog, dosen Fakultas Psikologi UGM yang ahli dalam bidang Psikologi Pendidikan. Selain menjadi dosen ia juga dikenal sebagai trainer dan motivator di bidang pendidikan. Yuli juga menulis beberapa buku tentang pendidikan dan motivasi.

Pada kesempatan ini Yuli memaparkan materi tentang bagaimana memotivasi siswa dalam belajar melalui sudut pandang psikologi. Sebelum memaparkan apa saja strategi tentang motivasi, Yuli mengajak peserta untuk lebih memahami dahulu tentang siswa yang dihadapinya dalam profesi sehari-harinya sebagai seorang pengajar.

Yuli menekankan bahwa tidak ada jalan pintas dalam memahami peserta didik. Setiap siswa adalah unik dengan berbagai potensi yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu Yuli tidak memberikan tips-tips praktis yang siap pakai dalam menghadapi siswa. Sebaliknya, Yuli mengajak para guru untuk memahami dasar teoretis tentang motivasi anak dalam belajar secara komprehensif.

“Tujuan pertemuan kita adalah kita mencoba membuat sebuah pemahaman bersama tentang hal-hal penting yang harus kita fahami, lalu bapak ibu akan mengkonstruk sendiri bagaimana cara menerapkannya di sekolah” jelas Yuli.

Yuli menjelaskan bahwa sebelum memotivasi siswa, maka gurupun diajak memahami diri sendiri apakah sudah termotivasi dalam mengajar. Hal itu penting karena kondisi diri sendiri sangat mempengaruhi performa guru dalam menangani siswa. Di samping itu guru juga akan menjadi model bagi siswa dalam memotivasi dirinya sendiri dalam belajar. Kegigihan guru akan menjadi inspirasi murid-muridnya.

“Jika dipandang secara luas bukan hanya bicara motivasi untuk prestasinya tinggi, tapi lebih luas dari itu kita menjadi inspirasi mereka agar mereka itu punya motivasi menjadi orang yang besar, berkontribusi. Kemudian menjadi orang yang tidak pernah jatuh hanya karena persoalan kecil” tutur Yuli.

Dalam pemaparannya tentang motivasi Yuli banyak memberikan teori-teori dasar pendidikan seperti kecerdasan majemuk, self-fulfilling propechy, efikasi diri, self-worth theory, teori kognitif sosial dan lain sebagainya. Semuanya dijelaskan secara terperinci dan dikaitkan dengan contoh-contoh kasus dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta dapat lebih mudah memahaminya. Namun Yuli juga menjelaskan bahwa dalam memotivasi belajar anak, guru harus tetap memperhatikan aspek kesejahteraan dan kebahagiaan anak.

Acara berlangsung dengan lancar dan interaktif. Peserta secara antusias bertanya dan tentang motivasi yang baik dan benar dari sudut pandang psikologis. Panitia acara berharap dengan diadakannya acara ini dapat memberikan semangat kepada guru dan para pendidik yang hadir dalam acara ini mendapatkan wawasan tentang teori motivasi dan dapat mengaplikasikannya kepada siswa didiknya sesuai dengan karakter dan kebutuhannya.

Kuliah Online: “Toxic Positivity” dan Kesehatan Mental

Kuliah Online yang diadakan oleh Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi kembali digelar pada Jumat (26/3). Untuk pembahasan kuliah online kali ini dibersamai Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog dan Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog sebagai narasumber yang membahas “Toxic Positivity” dan Kesehatan. Acara ini dibuka oleh narasumber yang mengajak partisipan untuk menulis pendapat tentang apa itu toxic positivity. Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa toxic positivity berkaitan dengan berpikir positif yang kebablasan sehingga menjadi racun untuk diri kita. Kemudian partisipan yang lain menganggap toxic positivity adalah tindakan yang buruk, tetapi dengan penyampaian yang baik dan masih banyak lagi pendapat-pendapat partisipan terkait toxic positivity.

“Jadi bukan berarti positive thinking itu bukan yang kemudian mutlak, semuanya positif, yang negatif jadi positif”, jelas Nurul. Padahal disisi lain, seseorang juga tidak boleh memungkiri bahwa ada juga hal negatif yang terjadi, baik itu emosi atau pikiran. Bersikap atau berpikir tidak sama dengan menghilangkan atau menganggap emosi negatif adalah hal yang buruk. Justru ketika itu terjadi akan membawa seseorang berada pada kondisi yang menolak pengalaman atau emosi negatif.

Toxic positivity ini adalah ketika sikap positif itu kemudian digeneralisasikan ke semua situasi dan mengabaikan perasaan serta emosi negatif. Tidak dirasakan, didengarkan, bahkan tidak diakui keberadaannya”, terang Nurul. Di satu sisi, emosi negatif memang suatu hal yang tidak baik, tetapi bukan berarti seseorang tidak bisa mendapatkan hal baik dari pengalaman atau emosi negatif tersebut.

Hal lain yang juga disampaikan oleh acara ini adalah bagaimana mengenali toxic positivity. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai tanda dari kondisi toxic positivity. Beberapa hal tersebut adalah menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, merasa bersalah atas emosi yang dirasakan, menyepelekan hal yang mengganggu dengan menganggapnya sebagai hal yang wajar, dan sebagainya. “Menghadapi suatu masalah yang negatif itu tidak mudah. Mungkin maju-mundur dan itu normal. Tetapi, intinya adalah upayakan untuk menghadapi itu, hadapi saja senegatif apa pun”, ungkap Nurul.

Selain membahas tentang toxic positivity, acara ini juga membahas tentang healthy positivity. Ada tiga hal yang berkaitan dengan healthy positivity, yaitu mindset untuk menerima seluruh bentuk emosi, dan belajar darinya untuk dapat berkembang. Healthy positivity ini juga membutuhkan upaya dan usaha yang keras serta dapat mengubah bagaimana seseorang melihat kondisi di sekitarnya.

Melalui acara ini, narasumber menyampaikan kepada partisipan bahwa kita adalah manajer dari emosi. Sebagai seorang manusia, kita memiliki kemampuan untuk mengontrol emosi tersebut.

Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikometrika

Program Doktor Ilmu Psikologi UGM selama lima hari (22-26/03) menyelenggarakan Kursus Intensif “Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikometrika”. Acara yang diikuti oleh 89 peserta ini dibuka oleh Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D selaku Ketua Program Studi Doktor Ilmu Psikologi. Melalui sambutannya, Rahmat menyampaikan bahwa kehadiran partisipan dari berbagai latar belakang pendidikan dan lembaga, diharapkan dapat memunculkan pertukaran pemikiran, inspirasi, wawasan, dan pengetahuan.

Hari pertama kursus ini diisi oleh Dr. Rachmawati, M.Ed. pada pukul 08.00 WIB. Rachmawati menyampaikan materi dengan tema “Implementasi Teknologi dalam Asesmen Nasional. Melalui tema tersebut, Rachmawati memaparkan bahwa dunia psikometri yang dianggap sangat rigid, khusus, dan spesifik, saat ini sudah mulai digunakan secara luar biasa, “Masanya sudah datang di Indonesia, data sudah tersedia, teknologi ada, kegunaannya pun jadi critical dan urgent. Jadi, Bapak dan Ibu yang saat ini sedang menempuh studi yang bergelut di bidang psikometri jadi punya kanal untuk melakukan penelitian dan berkarya”, ujar Rahcmawati.

Pada sesi kedua yang diisi oleh Agung Santoso, Ph.D yang dimulai pukul 13.00 WIB. Agung menyampaikan sebuah pemaparan materi dengan tajuk “Longitudinal Item Response Model”. Agung mengatakan bahwa, “Biasanya kalau orang bicara teori di ilmu-ilmu fisik, biasanya teori itu sudah dibuktikan, lalu sudah establish yang didukung oleh banyak riset. Sementara item response, itu lebih mirip ke model. Model untuk menggambarkan kompleksitas-realitas”.

Selanjutnya hari kedua, diawali oleh Whisnu Yudiana, S.Psi., M.Psi dengan topik “Test Equating: Bukan Hanya Jender, Tes juga Harus Setara” yang dimulai pada pukul 10.15 WIB. Pada sesi berikutnya, kursus intensif diisi oleh Sukaesi Marianti, M.Si., Ph.D. & Wahyu Widhiarso, S.Psi., M.A. Acara yang dimulai pada pukul 13.00 WIB mengusung topik “Person Fit: Kadang yang Salah bukan Butir, Orang bisa Juga Salah”.

Kemudian, hari ketiga kembali diisi oleh Wahyu Widhiarso, S.Psi., M.A dengan topik “Rasch Mixture Model: Rasch Model Kini Ada Campurannya”. “Disebut campuran karena analisisnya dicampur dengan rash laten”, jelas Wahyu. Tujuan analisis Rasch adalah untuk mengidentifikasi properti psikometris alat ukur di level butir, tes dan orang, serta untuk mengestimasi parameter butir dan kemampuan/trait individu. Selain Wahyu, acara pada hari ketiga juga diisi oleh Kartianom, S.Pd., M.Pd yang menyampaikan materi tentang “Cognitive Diagnostic Modelling: Apakah Siswa Sudah Mengenal Materi dengan Tepat?”. Menurut Kartianom, ketepatan siswa mengenal materi digunakan untuk memantau dan meningkatkan mutu pendidikan Indonesia yang berkorelasi dengan peningkatan kualitas pembelajaran. “Bagaimana menempatkan peserta didik dalam konteks ranah yang diketahui dan tidak diketahuinya”, terang Kartianom.

Pada hari keempat, acara diisi dengan dua narasumber, yaitu Muhammad Dwi Rifqi Kharisma Putra, S.Psi., M.Sc dengan topik “Dulu Factor Analysis, Kini Mengenal Item Factor Analysis” dan Sukaesi Marianti, M.Si., Ph.D dengan topik “Response Time dalam Pengukuran: Waktu juga memberikan informasi yang berharga”.

Terakhir, pada hari kelima, acara diisi oleh Adiyo Roebianto, S.Psi., M.Si pada pukul 08.00 dengan topik “Test Scoring: Sedikit Melepaskan Diri dari Hegemoni Sum Score”. Sementara pada penutup acara, diisi oleh Prof. Dra. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med.Sc., Ph.D dengan topik “Cultural and Linguistic Validation dalam Adaptasi Alat Tes”.

Kursus intensif “Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikometrika” merupakan paket kedua, setelah dua pekan sebelumnya Program Studi Doktor Ilmu Psikologi mengadakan kursus intensif “Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikologi Klinis”. Tujuan diselenggarakannya acara ini sebagai bentuk penerapan kurikulum tahun 2020 yang lebih berbasis pada pembelajaran riset. Oleh karena itu, paket-paket pembelajaran terstruktur dirancang lebih fleksibel dalam bentuk paket-paket kursus intensif.

Ethical Issues in Group Counseling

Selasa (23/3) Office of Cooperatian, International Affairs, and Alumni (OCIA) Fakultas Psikologi UGM mengadakan acara kuliah tamu dengan topik “Ethical Issues in Group Counseling”. Acara yang dihadiri oleh 150 peserta ini, berlangsung pada pukul 07.30 WIB sampai 09.10 WIB. Acara ini merupakan rangkaian acara Internasional Guest Lecture Series yang dihelat oleh OCIA di tahun ini.

Narasumber acara kali ini adalah Manali Roy, Ph.D  yang merupakan seorang Psikolog Klinis dari Rumah Sakit North Central Bronx. Roy menjelaskan seputar terapi kelompok, termasuk tipe-tipe dari terapi kelompok, yaitu terapi kelompok open, close, psychoeducational groups, and process-oriented groups. “Kelompok tertutup adalah sesuatu di mana setiap orang memulai pada satu titik dan semua orang berakhir pada titik yang sama serta tidak ada orang yang keluar dan masuk dari kelompok”, terang Roy.

Sementara psychoeducational groups adalah kelompok terapi yang memilih suatu topik kemudian dibahas oleh terapis yang bertindak sebagai guru. Topik atau isu yang dipilih contohnya seperti mengatasi kecemasan, “Terapis mengajarkan tentang keterampilan yang sehat dan menetapkan tujuan untuk kelompok”, jelas Roy. Selain itu, dalam psychoeducational groups, seorang terapis tidak perlu terlalu memerhatikan dinamika antar anggota dalam kelompok. Sedikit berbeda dengan psychoeducational groups, process-oriented groups memiliki agenda yang lebih memerhatikan dinamika yang terjadi dalam kelompok, “Bagaimana seseorang berperilaku, bagaimana seseorang menanggapi orang lain”.

Kemudian penjelasan dilanjutkan dengan pemaparan terkait faktor terapeutik. Terdapat 13 hal yang menjadi faktor terapeutik, salah satunya adalah universality. Makna dari universality adalah ketika anggota dalam kelompok berbagi tentang perasaan mereka, berbagi tentang pemikiran, atau beberapa masalah yang mungkin sama, akan membuat Anda merasa tidak sendirian ketika menghadapi segalanya. “Perasaan merasa tidak sendiri adalah faktor terpenting dalam terapi kelompok karena anggota akan mengerti bahwa banyak orang yang juga memiliki banyak masalah yang sulit, memiliki masalah yang berbeda dan perasaan tidak sendiri membantu anggota dalam menjalani proses terapi”, jelas Roy.

Selain menjelaskan tentang tipe kelompok terapi dan faktor terapeutik, Roy juga menjelaskan kaitannya dengan prinsip umum dari standar etik konseling kelompok. Berdasarkan pemaparan Roy, terdapat lima prinsip umum dari standar etik, yaitu beneficience and nonmaleficence, fidelity, and responsibility, integrity, justice, and respect for people’s rights, and dignity. Kemudian Roy melanjutkan penjelasan tentang kode etik, yang terdiri dari beberapa hal, diantaranya resolving ethical issues, competence, human relations, privacy and confidentiallity, dan lain sebagainya.

Setelah sesi pemaparan materi berakhir, panitia membuka sesi tanya jawab bagi peserta. Meskipun di awal terlihat ragu dikarenakan adanya keterbatasan kemampuan bahasa, namun pada akhirnya peserta aktif mengajukan pertanyaan setelah pihak panitia memberikan dorongan agar jangan takut salah meskipun kemampuan berbahasa Inggris yang dimiliki terbatas. Panitia berharap dengan diadakannya acara ini peserta bisa lebih memahami lagi tentang kode etik yang berkaitan dengan konseling kelompok agar di masa yang akan datang tidak terjadi pelanggaran kode etik yang dapat merugikan berbagai pihak.

Guest Lecture Series “Industrial and Organizational Psychology”: Industrial Psychology

Senin (22/3) telah diselenggarakan acara “Industrial and Organizational Psychology” Online Lecture Faculty of Psychology edisi ke 4. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian acara Guest Lecture Series yang diadakan Fakultas Psikologi UGM hingga bulan Mei mendatang.

Acara berlangsung pukul 10.30 hingga 12.10 WIB dan diikuti oleh mahasiswa program studi S1 Psikologi Reguler dan International Undergraduate Program (IUP) Psikologi Fakultas Psikologi UGM.

Pemateri yang mengisi acara ini adalah Budi Mumandari, Vice President Human Resource PT British Petroleum. Dalam acara ini ia menceritakan perjalanan karirnya mulai dari kuliah hingga bekerja di British Petroleum.

Dalam pemeparannya Budi memfokuskan pada tiga pokok pembahasan yaitu mengenali apa aitu British Petroleum (BP), apa yang dilakukannya di British Peetroleum dalam memanajemen sumber daya manusia di dalamnya, dan kompetensi apa saja yang dibutuhkan untuk dapat bersaing dalam perusahaan internasional.

Ia tidak banyak menayangkan slide powerpoint karena ia lebih suka menggunakan sebagian besar waktunya untuk berdiskusi dengan peserta. Dengan itu ia berharap akan lebih terjalin dialog yang komunikatif dengan pemahaman yang lebih baik.

British Petroleum merupakan sebuah perusahaan minyak dari Inggris. Sebagai produsen beberapa produk minyak, British Petroleum memang kurang familier di telinga masyarakat Indonesia. Namun sebenarnya British Petroleum mempunyai beberapa anak perusahaan yang beroperasi di Indonesia.

“Kita mempunyai kurang lebih 64.000 pekerja di seluruh dunia. Dan kami mengoperasikan perusahaan kami di hampir kurang lebih 60 negara di seluruh dunia” tutur Budi.

Untuk staf dari Indonesia sendiri di British Petroleum ada sekitar kurang lebih 960 orang. British Petroleum juga mempunyai kilang minyak di Papua. Proyek itu bernama Tangguh LNG. Proyek itu menyerap tenaga kerja sekitar 10.000 orang.

Sebagai sebuah perusahaan minyak, British petroleum mempunyai sudut pandang yang visioner. British petroleum berusaha menjadi sebuah perusahaan minyak yang ramah lingkungan. Budi menjelaskan British Petroleum mempunya visi baru yaitu reimagining energy for people and our planet.

“Apa itu artinya? Kami ingin menjadi perusahaan yang lebih hijau, kami ingin mendukung Perjanjian Paris dalam hal Net Zero, kami ingin mengurangi karbon dalam operasi dan produksi kami” jelas Budi.

Selanjutnya Budi juga menjelaskan bagaimana sirkulasi manajemen sumber daya manusia di British Petroleum. Budi membaginya menjadi lima bagian besar yaitu joining, performing, growing, managing, dan leaving. Pertama, joining merupakan pintu masuk bagi calon karyawan atau pekerja ke dalam perusahaan British Petroleum. Mereka akan mengikuti seleksi kerja dan akan ditempatkan pada posisi yang sesuai dengan kompetensinya. Kedua, performing adalah mengatur tentang performa karyawan dan memberikan reward untuk pekerja. Ketiga, growing yaitu mengidentifikasi, membangun dan mengembangkan skill dari pekerja.  Keempat, managing yaitu mengelola dan memproses data tiap-tiap pekerja. Dan bagian kelima, leaving adalah bagaimana perusahaan mengatur perpindahan pekerja.

Pada bagian akhir Budi juga memutar video yang berisi tentang profil singkat perusahaan British Petroleum. Setelah itu dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang berlangsung sangat interaktif. Peserta sangat antusias untuk lebih memahami bagaimana bekerja di perusahaan berlevel internasional.

Panitia acara berharap dengan mengikuti acara ini peserta mempunyai wawasan faktual tentang dunia kerja di tingkat internasional dan bagaimana kompetensi keilmuan psikologi sangat dibutuhkan di dalamnya.

Pengen Ngobrol: Tantangan Profesi Psikologi di Era Industri 4.0

Sabtu (20/3) Office of Cooperatian, International Affairs, and Alumni (OCIA) Fakultas Psikologi UGM menyelenggarakan acara Pengen Ngobrol: Tantangan Profesi Psikologi di era Industri 4.0. Acara ini merupakan rangkaian seri Career Talk yang diadakan OCIA dengan mendatangkan alumni-alumni Fakultas Psikologi UGM yang sudah berkarir di dunia kerja.

Acara berlangsung pukul 09.00 WIB hingga pukul 11.30 WIB. Peserta acara adalah mahasiswa Fakultas Psikologi UGM. Acara juga bisa diakses melalui streaming Youtube Kanal Pengetahuan Fakultas Psikologi UGM.

Pada sesi pertama acara diisi oleh pemateri Cucus Musa Al Aziz S.Psi., M.A. Dia adalah alumni Magister Psikologi UGM peminatan Psikologi Industri dan Organisasi yang kini menjabat sebagai HC & OS Senior Staff Pertamina EP. Pada presentasinya ini ia membagikan pengalamannya selama di dunia kerja. Ia menceritakan perjalanan karirnya mulai dari Jakarta hingga ke Tanjung Pinang Kalimantan Selatan.

Sebagai alumnus jurusan psikologi tentunya membuka peluang ke berbagai profesi pada dunia kerja. Ilmu dan keterampilan riset yang didapat di perkuliahan akan sangat banyak berguna, terlebih jika pekerjaan itu berhubungan dengan perilaku manusia. Namun Musa juga berpesan untuk tidak enggan mempelajari hal-hal baru agar lebih mudah beradaptasi dengan tuntutan dunia kerja, salah satu diantaranya adalah belajar mengenai bidang hukum.

“Mungkin temen-temen banyak belajar mengenai terkait dengan aturan-aturan misalnya Undang-undang nomor 13 tahun 2003 mengenai ketenaga kerjaan berikut dengan turunan-turunannya dan lain sebagainya” Tutur Cucus.

Cucus juga menjelaskan berbagai bidang kerja yang ada di Pertamina. Setiap bidang kerja mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda tapi saling melengkapi. Salah satunya adalah HR analyst field.

“Ya bisa maintain data pekerja field, menangani masalah atau hubungan industrial di lingkungan field, kemudian membuat kontrak outsource atau tenaga kerja jasa penunjang istilahnya, kemudian mapping kebutuhan training dengan fungsi-fungsi yang ada di field dan juga acara-acara internal yang ada di field” Jelas Cucus.

Pada sesi kedua acara Career Talk ini diisi oleh Zia Ayu Lintang Andini S.Psi., yang juga alumni dari jurusan psikologi Fakultas Psikologi UGM. Dia kini meniti karir di PT Gramedia Digital Nusantara sebagai UX Researcher.

UX  Researcher merupakan profesi yang sangat ‘milenial’ karena profesi ini baru muncul ketika dunia digital sudah menjadi kebutuhan sehari-hari hampir semua masyarakat. Hal itu terindikasi dari semakin banyaknya masyarakat pengguna gadget yang tersambung dengan jaringan internet dan melakukan berbagai aktivitas di dalamnya termasuk diantaranya adalah berbelanja secara online. Profesi UX Researcher muncul dalam lingkungan yang sudah terdigitalisasi.

Ayu menjelaskan adanya UX Researcher itu ada agar pelanggan bisa menggunakan aplikasi website untuk mengakses produk-produk perusahaan dengan lancar, mudah dan efisien. Tentunya hal ini sangat penting untuk kemajuan perusahaan di mana persaingan dagang mulai bergeser ke dunia digital seiring semakin banyaknya masyarakat yang lebih memilih berbelanja secara online. Hal ini berkaitan dengan tingkat kepuasan dari pelanggan.

“Aku biasanya riset ke pengguna mengenai kehidupan sehari-hari mereka, mengenai interaksi mereka dengan orang lain, mengenai interaksi mereka dengan teknologi, yang kemudian aku jadi dapat insight gitu tentang perilaku mereka, keseharian mereka, dan lain sebagainya untuk nantinya diimplementasi ke produk-produk itu supaya produk-produk itu bisa digunakan oleh orang-orang dengan mudah dan dengan menyenangkan. Seperti itu kira-kira gambarannya tentang UX” tutur Ayu.

Menurut Ayu ilmu dan pengalamannya yang didapat saat kuliah di jurusan psikologi sangat bermanfaat di tempat kerjanya, terutama skill riset dan memahami decision making pelanggan yang dipelajari pada mata kuliah psikologi dasar dan psikologi kognitif.

Acara berlangsung sangat interaktif. Beberapa peserta yang penasaran tentang bagaimana lika-liku dunia kerja bagi lulusan psikologi di era 4.0 ini aktif bertanya pada sesi tanya jawab di akhir acara. Panitia acara berharap acara ini dapat menjawab kegalauan para peserta tentang lapangan kerja yang memungkinkan untuk mereka pilih setelah lulus kuliah nanti.

Bilingualism & Cultural Factors and Language Development

Jumat (19/3) Office of Cooperatian, International Affairs, and Alumni (OCIA) Fakultas Psikologi UGM menyelenggarakan kuliah tamu dengan tema “Bilingualism & Cultural Factors and Language Development”. Acara ini merupakan bagian dari International Guest Lecture Series yang diselenggarakan OCIA di tahun ini.

Acara yang berlangsung pukul 09.30 pagi hingga pukul 11.00 siang ini dihadiri oelh 108 peserta. Selain dari mahasiswa Fakultas Psikologi, acara ini juga terbuka untuk umum.

Pemateri yang mengisi kuliah tamu kali ini adalah Christina Perez, M.A., mahasiswa S3 psikologi di The University of Toledo, Ohio, Amerika Serikat. Ia mempunyai focus penelitian pada perkembangan anak. Pada kesempatan kali ini ia membagikan hasil penelitiannya tentang bagaimana perkembangan bahasa pada anak yang dipengaruhi oleh faktor budaya dan multi bahasa yang terjadi pada lingkungan sekitarnya.

Dalam perkembangan kemampuan verbalnya, anak melewati fase-fase kemampuan berbahasa secara bertahap. Biasanya anak mulai bisa mengucapkan kata pertamanya pada usia 10 sampai 14 bulan. Ucapan kata pada fase ini biasa disebut holofrase.

“Pada usia 10 bulan balita berbicara dengan kata pertamanya dan pada fase ini komunikasinya hanya dengan potongan suara atau biasa disebut holofrase dan di satu frase kerja menggunakan serangkaian kalimat pendek” terang Perez.

Bilingualisme atau menggunakan lebih dari satu bahasa dalam kehidupan sehari-hari adalah hal yang sangat umum di seluruh dunia. Bahasa yang dipakai di lingkungan bermain, bersekolah, atau bekerja mungkin berbeda dengan bahasa ibu atau yang dipakai berkomunikasi di keluarga. Hal itu dialami oleh 20% penduduk Amerika dan 79% penduduk Eropa. Namun ada beberapa negara yang sulit diukur prosentase masyarakatnya yang bilingual, termasuk dalam hal ini adalah Indonesia.

“Di Indonesia ada lebih dari 400 bahasa dan dialek dan banyak lagi yang besar dan berhubungan satu sama lain dan sangat sulit untuk mengambil perkiraan bilingual yang jelas jika anda benar-benar memisahkannya dengan mudah” tutur Perez.

Perez juga menjelaskan bagaimana budaya sangat berpengaruh pada ingatan anak. Ia  mempelajari kesesuaian budaya pada saat anak bercerita kepada orang dewasa pada tahun-tahun sebelum ia masuk sekolah. Ingatan pada masa-masa awal itu disimpan dalam bentuk kata-kata dalam bahasa yang dipahaminya sesuai dengan budaya di mana ia dibesarkan. Pemahaman terhadap pembentukan bahasa ini sangat penting implementasinya pada berbagai bidang. Dalam ranah hukum, pemahaman pengaruh budaya pada anak bilingual bermanfaat untuk menyusun beberapa pedoman investigator pada saat penyidikan dan persidangan. Gap bahasa tentunya akan sangat berpengaruh terhadap hasil penyidikan.

“Dengan meningkatnya migrasi internasional, profesional hukum semakin mungkin bertemu dengan saksi dwi bahasa (bilingual). Namun kenyataannya saat ini, masih belum ada pedoman formalnya” kata Perez.

Acara ini berlangsung sangat interaktif. Beberapa peserta memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada pemateri terkait dengan permasalahan tentang kemampuan berbahasa pada anak dan pengaruhnya terhadap berbagai bidang dalam kehidupan sehari-hari. Panitia berharap dengan diadakannya acara ini peserta bisa lebih memahami lagi tentang pentingnya riset tentang perkembangan bahasa dan dapat lebih mengeksplorasinya secara lebih mendalam.

Kuliah Online: Non-Suicidal Self-Injury (NSSI)

Jumat (12/3) Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM mengadakan Kuliah Online dengan mengangkat topik “Non-Suicidal Self Injury (NSSI)”. Sebelumnya, materi ini pernah dibawakan melalui Kuliah WhatsApp (KulWap) yang kemudian kembali dibawakan melalui acara ini dikarenakan kasus di lapangan terkait NSSI semakin banyak. “Jadi, kami dari CPMH ingin mengangkat lagi, kita membuka ruang untuk berbagi dan ruang untuk diskusi, begitu lah kira-kira”, ujar Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog., selaku salah satu pembicara di kuliah online kali ini. Selain Wirdatul, ada pula Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog. yang juga menjadi pembicara.

Acara kuliah online kali ini dimulai pada pukul 13.00 WIB dan Wirdatul tampil sebagai pembicara yang pertama kali menyampaikan materi. Wirdatul menjelaskan apa itu NSSI, “Nah kalau misalnya kita bicara tentang NSSI, NSSI itu perilaku melukai diri tanpa adanya niat bunuh diri”. Bedanya NSSI dengan self-harm adalah self-harm merupakan perilaku melukai diri yang intensinya untuk bunuh diri,  sementara NSSI adalah salah satu hal yang dilakukan untuk mengatasi perasaan-perasaan yang sulit untuk dikelola serta NSSI memang bagian dari self-harm. Selain itu, hal yang perlu dipahami bahwa NSSI bukan diagnosa klinis atau gangguan jiwa, seperti bipolar maupun depresi. Akan tetapi, NSSI merupakan perilaku yang berisiko sehingga membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Selanjutnya, acara ini juga menjelaskan tentang alasan mengapa orang melakukan NSSI, salah satunya adalah regulasi emosi yang kurang baik. “Tetapi, mungkin yang paling mendasar ketika kita berbicara regulasi emosi bagaimana meningkatkannya, itu yang pertama pahami dulu pola emosi kita seperti apa”, jelas Nurul. Sebagian orang, menurut Nurul tidak memahami bahwa orang tersebut mempunya regulasi emosi yang buruk. Hal lain yang juga disampaikan tentang alasan mengapa orang melakukan NSSI adalah dominannya fungsi intrapersonal dibandingkan dengan interpersonal.

Di akhir acara, panitia membuka sesi tanya jawab bagi peserta dan salah satu pertanyaan yang diajukan adalah tentang memberikan bantuan ketika melihat seseorang yang melakukan NSSI, terutama perihal mendengarkan tanpa menghakimi. “Meniatkan diri sebenarnya untuk mendengar itu memahami, sebenarnya apa sih yang dirasakan, apa sih yang sebenarnya dia pikirkan, sehingga muncul pikiran-pikiran seperti itu”, jawab Wirdatul.

Harapan pembicara, ketika topik ini kembali diangkat dapat membuat orang-orang semakin banyak mendapatkan informasi terkait NSSI dan semakin banyak orang yang tahu tentang NSSI. Hal itu bertujuan agar terciptanya lingkungan suportif untuk sama lain.

Technology in Training: “Pengolahan Data dengan JAMOVI, Alternatif Pengganti SPSS” #2

Technology in Training yang diadakan sepekan lalu oleh Unit Pengembangan Teknologi Belajar (UPTB) Fakultas Psikologi UGM kembali dilanjutkan pada Jumat (12/3) dengan mengangkat tema yang sama, yaitu “Pengolahan Data dengan Jamovi: Alternatif Pengganti SPSS” dan diisi oleh Wahyu Jati Anggoro, S.Psi., M.A.. Acara ini dilaksanakan pada pukul 13.00 WIB dan dibuka dengan pembahasan tentang statistika deskriptif. “Kalau kita bicara statistika deskriptif ya, salah satunya memang kita melaporkan mean, median, standar deviasi, nilai minimum, nilai maksimum, dan biasanya laporan itu ditampilkan sebelum kita melaporkan uji hipotesisnya”, tutur Wahyu.

 

Kemudian pembahasan berlanjut tentang kategorisasi data yang menggunakan metode untuk klasifikasi data kategori berdasarkan mean ditambah 1 satuan standar deviasi atau dikurang 1 satuan standar deviasi. Kategori tinggi dapat menggunakan rumus nilai mean ditambah nilai satu standar deviasi sedangkan kategori rendah menggunakan rumus mean dikurangi satu standar deviasi. Sebelum melakukan kategorisasi data, peneliti hendaknya harus mengetahui terlebih dahulu mean dan standar deviasi dari variabel yang hendak dilakukan kategorisasi.

 

Lebih lanjut Wahyu menjelaskan bahwa jika peneliti menggunakan SPSS, maka diperlukan dua kali bekerja sedangkan kategorisasi data menggunakan JAMOVI cukup satu kali bekerja. Kategorisasi data pada JAMOVI dapat dilakukan dengan menggunakan  create new transform kemudian add record conditions. “Jadi kita akan rekondisi data continous tadi berapa range skornya itu masuk ke kategori tertentu”, jelas Wahyu. Langkah berikutnya jika ingin mengetahui berapa jumlah dari tiap kategorisasi dapat menggunakan menu exploration dan masukkan variabel yang telah dikategorisasi.

 

Setelah kategorisasi, Wahyu mengulang penjelasan tentang Paired dan Independent Sample T-test. Paired Sample T-test adalah analisis untuk menguji ada tidaknya perbedaan antara variabel tergantung dan variabel bebas pada subjek yang sama dan biasa digunakan pada penelitian eksperimen. Independent Sample T-test untuk menguji ada tidaknya perbedaan antara variabel tergantung dan variabel bebas pada 2 kelompok yang berbeda. Dalam acara ini, topik yang dibahas adalah mencari beda antara data sebelum dan sesudah pelatihan serta data antara laki-laki dan perempuan.

 

Selanjutnya, Wahyu menjelaskan tentang ANOVA One-Way untuk melihat perbedaan dari setiap variabel ditinjau dari asal departemen. “Nah untuk melihat apakah ada perbedaan atau tidak, kita bisa cek untuk yang di bagian nilai taraf signifikansinya”, terang Wahyu. Jika ditemukan perbedaan pada sebuah data, maka dapat dilakukan analisis lanjutan, yaitu post-hoc test untuk mengetahui perbedaan antarkategori di dalam variabel tersebut. Ada beberapa pilihan analisis lanjutan yang tersedia pada bagian post-hoc test antara lain Tukey yang digunakan ketika variansnya equal atau asumsi homogenitas variansnya terpenuhi dan Games-Howell untuk yang unequal varians.

 

Kemudian, pembahasan berlanjut pada topik regresi. Ketika menggunakan JAMOVI, menu regresi menawarkan beberapa pilihan, salah satunya adalah Linear Regression. Sebelum melakukan Linear Regression, ada asumsi yang digunakan yaitu colinearity untuk melihat apakah ada multikolinearitas antarvariabel. “Nah untuk multikolinearitasnya kita bisa cek ada dua, yaitu VIF dan tolerance. Beberapa buku ada yang menunjukkan kalau VIF-nya itu di bawah 0,5 atau 0,10. Kemudian tolerancenya  0,2 atau 0,3”, jelas Wahyu.

 

Di akhir acara, Wahyu menekankan bahwa peneliti seharusnya benar-benar paham, “setidaknya the philosophycal analyses behind every analyses that we click begitu ya, oh Anova filosofisnya seperti ini, korelasi seperti ini”. Meskipun Psikologi bukan ilmu yang hanya mempelajari statistik, namun tidak bisa dipungkiri bahwa Psikologi mengaplikasikan statistik dalam bidang keilmuannya. Oleh karena itu, setidaknya orang-orang yang berada pada bidang Psikologi tetap memahami filosofinya, analisisnya, serta interpretasi dari masing-masing hasil penelitian. “Lebih penting lagi, dalam Psikologi, angka-angka tidak akan bermakna kalau kita tidak bisa menjelaskan dinamika psikologis dari masing-masing variabel yang diteliti”, tegas Wahyu.

Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikologi Klinis

Bersama dengan Kelompok Bidang Keahlian Psikologi Klinis, Program Doktor Ilmu Psikologi Fakultas Psikologi UGM mengadakan acara kursus intensif bertajuk “Perkembangan Mutakhir dalam Penelitian Psikologi Klinis” yang berlangsung selama 3 hari, mulai dari hari Senin-Rabu (8-10/3). Beberapa topik yang diangkat dalam acara ini meliputi “Current Issues in Diagnosis”, “Personality Disorders & Neuropsychology”, “Prevention & Early Detection for Psychosis”, “From Transpersonal Psychology to Clinical Hypnosis”, “Current Research in Depression, Self Harm & Suicide”, “Current Issues in Health Psychology”, dan “Advocacy in Mental Health System Development” yang dibahas oleh 15 narasumber berkompeten di penelitian bidang psikologi klinis. Selain itu, acara ini pun terbuka untuk umum, sehingga ada banyak orang yang hadir dari berbagai kalangan.

Sebelum masuk pada sesi materi, acara ini terlebih dahulu dibuka oleh Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Doktor Ilmu Psikologi. Rahmat menjelaskan bahwa acara seperti ini tidak hanya diadakan oleh Kelompok Bidang Keahlian Psikologi Klinis saja, namun Kelompok Bidang Keahlian Psikologi lainnya. “Dengan demikian, kita berharap, apa yang kita diskusikan dalam kursus intensif itu merupakan area-area perkembangan frontis, area-area perkembangan mutakhir di masing-masing bidang”, ujar Rahmat.

Hari pertama, acara ini dimulai pada pukul 09.00 WIB dengan narasumber Prof. Drs. Subandi, M.A., Ph.D., Psikolog dan Tri Hayuning Tyas, S.Psi., M.A., Psikolog. Pada sesi ini, Subandi dan Tri menyampaikan terkait “Current Issues in Diagnosis”. Melalui topik ini, Subandi memaparkan bahwa diagnosis adalah hal yang sangat penting karena menjadi bahasa yang sama yang digunakan untuk beberapa profesi. Pada bidang klinis, antara psikiater, psikolog, perawat, dan lain sebagainya perlu memiliki bahasa yang sama. “Diagnosis itu akan banyak digunakan untuk treatment plan sampai memberikan treatment dan evaluasi”. Selain itu, diagnosis juga digunakan pada bidang ilmu pengetahuan lainnya, termasuk digunakan pada proses persidangan”, jelas Subandi.

Melanjutkan penjelasan Subandi, Tri menyampaikan bahwa reliabilitas diagnosis psikiatri di antara dokter yang berpraktik masih rendah. “Ada banyak kelemahan model diagnostik seperti yang DSM punya. Kalau satu sudah terputuskan, maka tidak mungkin terdiagnosa yang lain, kecuali terjadi apa yang disebut sebagai komorbiditas. Artinya dual diagnosis, atau bahkan mungkin ada yang triple. Meskipun jarang, tetapi bisa saja terjadi”, terang Tri. Namun demikian, DSM sudah melibatkan berbagai pihak, termasuk pihak non-profesional dengan proses belasan tahun melalui konferensi untuk mendapatkan masukan terkait pengkategorisasian.

Kemudian pada sesi kedua yang dimulai pukul 13.00 WIB disampaikan oleh Supra Wimbarti, M.Sc., Ph.D., Psikolog dan Restu Tri Handoyo, M.Psi., Ph.D., Psikolog. Wimbarti dan Restu berkesempatan menyampaikan tentang “Personality Disorders & Neuropsychology”. “Karena yang akan dibicarakan adalah neuropsikologi, maka saya akan mengawalinya itu dengan teori kepribadian dari Eysenck yang sebetulnya sudah beberapa puluh tahun yang lalu itu mengemukakan dasar biologis dari kepribadian”, jelas Supra. Sementara untuk gangguan kepribadian yang dijelaskan pada sesi ini, meliputi kepribadian ambang, narsistik, dan obsesif kompulsif.

Selanjutnya pada hari kedua, acara ini dimulai pada pukul 09.00 WIB dengan topik “Prevention & Early Detection for Psychosis” yang kembali disampaikan oleh Prof. Drs. Subandi., M.A., Ph.D., Psikolog dan Ardian Praptomojati, S.Psi., M.Psi., Psikolog. Subandi menerangkan bahwa psikosis/skizofrenia adalah salah satu gangguan mental yang serius dan digolongkan sebagai gangguan jiwa berat oleh Kemenkes. “Jadi sebenarnya sangat sedikit dibandingkan dengan prevalensi depresi, tetapi Skizofrenia diberikan perhatian yang lebih besar karena dampak yang diakibatkan oleh gangguan ini sangat serius”, tegas Subandi. Ardian pun melanjutkan penjelasan bahwa skizofrenia menjadi salah satu dari 10 penyebab utama disability-adjusted life years yang tidak hanya memberikan dampak fisik dan psikologis, tetapi juga memberikan dampak pada ekonomi.

Pada sesi kedua, acara dilanjutkan dengan topik “From Transpersonal Psychology to Clinical Hypnosis” yang dimulai pada pukul 13.00 WIB. Pada topik ini diisi oleh Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med.Sc., Ph.D., Psikolog dan Satwika Rahapsari, S.Psi., M.A., R-DMT.

Kemudian pada hari ketiga yang merupakan hari terakhir dari diselenggarakannya acara ini dibuka pada pukul 08.00 WIB. Sesi pertama pada hari ketiga diisi oleh Prof. Dr. Sofia Retnowati, M.Si., Psikolog., Dr. Muhana Sofiati Utami, M.Si., Psikolog., dan Adelia Khrisna Putri, S.Psi., M.Sc dengan topik “Current Research in Depression, Self-Harm & Suicide”. Sofia menjelaskan bahwa depresi merupakan gangguan yang umum terjadi, “Kadang-kadang kita mungkin tidak mengenali karena depresi ini manifes dalam berbagai bentuk, terutama yang sekarang itu ada yang kita sebut dengan mask depression”.

Kemudian pada sesi kedua yang dimulai pada pukul 10.00 WIB dengan topik “Current Issues in Health Psychology”. Sesi ini diisi oleh Dr. Nida Ul Hasanat, M.Si., Psikolog., Dr. Esti Hayu Purnamaningsih, M.Si., Psikolog, dan Dr. Ira Paramastri. Melalui sesi ini, Nida menjelaskan bahwa antara disease, illness, dan sickness adalah hal yang berbeda. Disease merupakan penyakit sebagai bagian dari tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi. Sementara Illness merupakan subjective feelings, perasaan seseorang ketika merasa ada yang tidak beres dalam tubuh dan sickness adalah sesuatu yang mempunyai implikasi sosial di dalam masyarakat. Terakhir, acara ini ditutup dengan topik “Advocacy in Mental Health System Development” yang diisi oleh Diana Setyawati, M.H.Sc., Ph.D., Psikolog dan Idei Khurnia Swasti, S.Psi., M.Psi., Psikolog.