UGM Kembangkan Teori Psikologi Ki Ageng Suryomentaram

YOGYAKARTA – Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada tengah mengembangkan teori psikologi dari ajaran Ki Ageng Suryomentaram, anak ke-55 dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Tokoh yang lahir dan besar dari keluarga Keraton pada 1892-1962 dikenal sebagai tokoh yang mengajarkan ilmu bahagia lewar konsep kawruh jiwa. Meski belatar belakang budaya Jawa, ajaran Ki Ageng Suryomentaram diharapkan sebagai cikal bakal lahirnya teori psikologi lokal.

“Ki Ageng Suryomentaram menciptakan teori psikologi Jawa karena ia orang Jawa. Tapi ajarannya bisa jadi relevan tidak hanya terbatas bagi orang Jawa saja. Teori psikologi sebenarnya tidak terbatas dengan kewarganegaraan dan letak geografis apalagi etnisitas,” kata psikolog UGM, Drs. Hadi Sutarmanto, M.S., dalam Sekolah Kawruh Jiwa Suryomentaram di Fakultas Psikologi UGM, Jumat (14/11).

Meski tidak mudah mengembangkan ajaran Ki Ageng Suryomentaram menjadi teori psikologi agar bisa diajarkan di perguruan tinggi namun usaha dari beberapa tenaga pendidik UGM untuk terus mengembangkan psikologi lokal ini menurut Hadi sudah selayaknya diapresiasi. Pasalnya sebagian besar teori psikologi yang diajarkan saat ini di Indonesia lebih berkiblat pada teori psikologi barat yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh psikologi dari bangsa yahudi. “87 persen ahli psikologi dunia berlatar belakang yahudi. Tentu teori yang dikembangkan ini sesuai dengan budaya mereka masing-masing,” ujarnya.

Namun demikian, kata Hadi, sumber teori psikologi lokal memang belum banyak diteliti dan dikembangkan. Penelitian psikologi Nusantara yang dilakukan psikolog UGM baru dilaksankan datu dekade terakhir. Beberapa buku yang dihasilkan oleh dosen UGM sebelumnya mengenai psikologi Ki Ageng Suryomentaram ini bahkan telah diadopsi oleh Universitas Santo Thomas Filipina, universitas tertua di Asia, sebagai bahan ajar mahasiswa jenjang S2 dan S3.

Hadi berharap penelitian mengenai psikologi Ki Ageng Mentaram di kemduian hari bisa dijadikan teori psikologi khas Indonesia dengan begitu katanya pendidikan psikologi UGM bisa kenjadi mazhab psikologi Nusantra. “Impian saya psikologi tidak lagi yang diajarkan tidak lagi dari barat namun dari Indonesia sendiri,” katanya.

Dosen Psikologi UGM, Lu’luatul Chizanah, M.A., mengatakan Ki Ageng Suryomentaram dilahirkan dan dibesarkan di keluarga besar Keraton. Meski memiliki wawasan agama luas karena gemar membaca, Ki Ageng tidak pernah berpuas diri sehingga memilih keluar dari Keraton dengan menjadi petani di Desa Bringin, Salatiga. Sepanjang hidupnya, ia mencurahkan perhatian terhadap masalah kejiwaaan. “Ki Ageng melakukan perjalanan spiritualitas dengan pencarian jati diri sehingga mencari makna bahagia itu seperti apa? Bahagia bukan mendapat untung, prestasi atau pengakuan tapi bejo (beruntung),” katanya.

Salah satu ajaran Ki Ageng Suromentaram seperti diketahui, di antaranya memaknai rasa senang dan tidak senang. Menurutnya senang atau tidak senang itu bukan fakta tetapi reaksi kita atas fakta. Manusia itu makhluk dengan rasa, walaupun bermacam tapi dapat diringkas menjadi dua, rasa enak dan tidak enak, Dalam pergaulan seseorang harus mengerti rasa dari yang lain. Ketidak pengertian akan menimbulkan rasa yang tidak enak dan akhirnya timbul perselisihan. Karenanya mengerti rasa orang lain maka harus mengerti rasa diri yang mengahalanginya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

sumber: ugm.ac.id