Menurut Ghufron, umumnya perempuan yang meninggal saat melahirkan disebabkan tiga faktor utama. Pertama keterlambatan pembuatan keputusan untuk menentukan tempat kelahiran yang masih ditentukan oleh orang tua. Kedua, hambatan akses jalur transportasi dan keterlambatan penanganan tenaga bidan dan dokter. “Sebagian besar kematian ibu dan anak karena akibat pendarahan, infeksi,terlalu muda menikah, sering melahirkan, terlalu dekat melahirkan dan usia terlalu tua saat hamil,” tandasnya.
Di samping itu, minimnya kantong darah di rumah sakit saat si ibu mengalami pendarahan saat melahirkan. “Jangankan kantong darah, dokter pun kadang tidak siap di tempat,” ujar Guru Besar FK UGM ini.
Menurutnya persoalan tingginya angka kematian ibu dan anak ini menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian Kesehatan di samping masih minimnya alokasi anggaran kesehatan yang hanya 2,5 % dari APBN. “Amanat Undang-undang seharusnya 5 persen dari APBN dan 10 % dari APBD di daerah,” terangnya.
Ghufron mengharapkan program Indonesia Sehat yang dicanangkan oleh presiden Joko Widodo seharusnya bisa mendorong pemerintah daerah untuk mulai betul-betul memeperhatikan persoalan kesehatan di pelosok daerah. Di samping mengevaluasi penggunaan BPJS dan pelayanan rumah sakit dalam melayani pasien dari keluarga miskin.
Sementara Dekan Fakultas Psikologi, Supra Wimbarti, M.Sc., Ph.D., dalam sambutannya pada Konferensi Neuropsikologi mengatakan tujuan digelarnya konferensi neuropsikologi dalam rangka mengejar ketertinggalan pendidikan Indonesia dari neuropsikologi dari luar. Menurutnya neurosains merupakan cabang ilmu baru yang bersifat multidisipliner yang menggabungkan ilmu psikologi, kedokteran, biologi dan ilmu instrumentasi serta ilmu pemasaran. “Kita ingin membentuk asosiasi neuropsikologi Indonesia, lewat asosiasi ini saya yakin cabang ilmu ini akan berkembang lebih pesat,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
sumber: ugm.ac.id